webnovel

Maafkan Aku, Sally.

11 September 2021

[08.12]

Sinar mentari yang menyelinap masuk melalui tirai jendela kamarku membuatku terbangun dari tidurku. Kulihat ke arah jendela yang ada di atas kepalaku dengan mata yang masih terasa berat.

"Ah... Sudah pagi." Ucapku sembari menggeliat lalu bangun dari tidurku dan duduk terdiam. Kuingat-ingat tentang apa yang terjadi semalam.

Aku dan Hajun....

Aahhh! Rasanya sangat malu. Kalau bisa kukelupas wajahku, mungkin sudah kulakukan dari semalam.

Aku sekarang hanya bisa tertunduk menahan malu.

Semalam itu...

Tidak terjadi apapun di antara aku dan Hajun!

Sungguh... Bocah itu... Astaga Hajuunnn!!!

Semalam saat kami berdua sedang bercumbu, bahkan saat tubuhku sudah tidak lagi memakai sehelai pakaian pun, dia tiba-tiba berhenti menciumku.

Dia yang saat itu sedang menindih tubuhku dan menciumiku, tiba-tiba terdiam.

Dia menatap mataku untuk sejenak lalu bangun dari tempat tidur dan berdiri.

"Kenapa?" Tanyaku padanya.

Dia tidak menjawabku dan justru dengan buru-buru memakai pakaiannya. Aku sungguh tak mengerti.

Aku pun berdiri dan terus menatapnya.

Setelah dia selesai berpakaian, dia menghampiriku yang masih berdiri dan menatapnya dengan wajah bingung.

"Maafkan aku. Aku sungguh mencintaimu. Karena itu, nggak seharusnya aku melakukan ini padamu. Aku nggak ingin menjadikanmu hanya sebagai pemuas nafsuku. Lagipula, selama aku belum mendengar bahwa kamu juga mencintaiku, aku nggak akan melakukannya..." Ucap Hajun dengan lembut seraya membelai rambutku lalu mencium keningku.

Aku tak bisa berkata-kata. Bocah ini... Bagaimana bisa semanis ini?

"Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai ketemu besok, Nuna." Dia tersenyum dan berpamitan padaku lalu pergi keluar meninggalkan apartemenku.

Aku terduduk di tempat tidurku mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Kemudian, kucoba melihat ke arah bawah dari jendela kamarku. Hajun terlihat berjalan keluar dari pintu gedung apartemen.

Aku melihat tubuhku yang sedang bugil. Aku tiba-tiba merasa sangat malu! Beberapa saat tadi, saat kita sedang bercumbu, apakah wajahku terlihat sangat ingin melakukannya?

Kira-kira bagaimana wajahku terlihat?

Apa jangan-jangan Hajun sebenarnya menertawakanku dalam hati?

Aaahhhh!!!!

_______________________________

Gangnam-gu, Seoul, Korea Selatan

[09.03]

"Tentu saja. Itu tidak akan menjadi masalah besar. Biar Agung yang nanti mengurusnya. Dia sudah tidak begitu sibuk dengan dunia keartisanya dan sekarang dia mulai menyibukkan diri di perusahaan. Sepertinya sudah saatnya dia akan mewakiliku memimpin Horyung Medicine." Ucap seorang lelaki tua yang diketahui bernama Ki Jo kepada seorang lelaki tua lain yang duduk di depannya.

Tuan Ki Jo adalah ayah dari Agung. Mereka bersama dua lelaki tua lain yang terlihat bukanlah orang biasa, tampak sedang duduk bersama di sebuah restoran 𝘧𝘪𝘯𝘦 𝘥𝘪𝘯𝘪𝘯𝘨 di daerah Gangnam, Seoul.

"Yah... Aku tahu kalau Agung sangat bisa diandalkan. Sangat membanggakan mempunyai putra seperti dia. Kamu sangat beruntung Tuan Ki Jo." Puji seorang lelaki bernama Jung San yang membuat Tuan Ki Jo tersenyum dan mengangkat gelas 𝘸𝘩𝘪𝘴𝘬𝘦𝘺nya ke atas.

"Terima kasih atas pujiannya. Sekarang mari kita bersulang untuk merayakan kerjasama kita. Mari."

Mareka berempat pun bersulang. Agung yang duduk di samping ayahnya terlihat sangat tampan dengan setelan jas hitam dan rambutnya yang klimis. Benar-benar sempurna sebagai putra seorang konglomerat dan bangsawan.

"Oh ya, karena Agung akan mulai mewakilimu untuk mengerjakan tugas-tugas penting di perusahaanmu, dia pasti butuh seorang asisten pribadi untuk membantunya. Begini, aku punya seorang keponakan. Dia seorang wanita periang namun sangat cerdas. Apa mungkin, keponakanku bisa bekerja sebagai asisten pribadi Agung? Anda tidak akan kecewa dengannya. Bagaimana?" Usul seorang lelaki satunya yang dipanggil dengan nama Hae Myul.

"Agung, bagaimana? Itu terserah padamu. Kamu bebas memilih siapa yang akan kau pekerjakan." Ayah Agung memberikan kuasa padanya untuk memutuskan.

"Boleh. Silakan." Jawab Agung setuju seraya tersenyum kepada ayah dan rekan kerja ayahnya tersebut.

"Nah, aku sudah menghubungi keponakanku dan memintanya datang ke sini. Aku akan memperkenalkannya kepada kalian. Agung, dia wanita yang cantik lho."  Sahut Tuan Hae Myul.

Tak berselang lama, seorang wanita muda yang mengenakan heels putih dan mini dress berwarna peach terlihat memasuki restoran itu dan berjalan mendekat ke tempat di mana Agung dan ayahnya berada.

"Nah itu dia sudah datang." Ucap Tuan Hae Myul sembari menunjuk ke arah wanita itu.

"𝘈𝘯𝘯𝘺𝘦𝘰𝘯𝘨𝘩𝘢𝘴𝘦𝘰. Namaku Aoki Park. Ayahku berasal dari Korea dan Ibuku orang Jepang. Senang berkenalan dengan anda semua."

Wanita berkulit putih dan berambut pendek itu adalah Aoki!

"Kemarilah. Duduklah di samping Agung." Ucap Tuan Ki Jo.

"Baik. Terima kasih." Aoki pun duduk di samping Agung.

"Tuan Ki Jo, sungguh suatu kehormatan bagiku bisa bertemu dengan anda." Lanjut Aoki dan dibalas dengan senyuman ramah Tuan Ki Jo.

"Aoki, perkenalkan juga, itu adalah Agung, putra Tuan Ki Jo. Dia adalah pewaris dari Horyung Medicine." Ucap Tuan Hae Myul.

Aoki menoleh ke arah Agung.

"Senang bertemu dengan Pak Agung. Aku Aoki Park. Panggil saja aku Aoki." Aoki menatap mata Agung dan tersenyum. Agung pun balik menatap Aoki dan tersenyum ramah. Untuk beberapa saat, mereka saling menatap. Dan selama mereka berada di sana, Aoki seringkali mencuri pandang ke arah Agung. Dan sayangnya, Agung juga menanggapi tatapan Aoki dengan berbalik membalas tatapan Aoki yang selalu melemparkan senyum manisnya...

______________________________

Mokpo, Korea Selatan

[11.20]

Aku keluar dari gedung apartemenku. Aku sedang ingin berjalan-jalan sambil sekalian mampir ke toko buku langgananku.

Mas Agung membelikanku sebuah mobil SUV keluaran Eropa setahun yang lalu, tapi tak pernah kupakai kecuali jika Mas Agung datang dan kita berkeliling menggunakan mobilku. Kalau memakai mobilnya, semua portal berita pasti langsung membuat berita besar dengan 𝘩𝘦𝘢𝘥𝘭𝘪𝘯𝘦 "Agung terlihat berkencan dengan seorang wanita di sekitaran kota Mokpo!"

Nggak! Itu nggak boleh terjadi.

Aku berjalan santai di sepanjang trotoar ini. Hari jni, aku sedang ingin memakai 𝘬𝘶𝘭𝘰𝘵 lilac yang baru kubeli 2 hari lalu. Ah, hari ini hari liburku. Aku ingin bersantai dan melepaskan stresku karena akhir-akhir ini isi kepalaku hanya bisa memikirkan Mas Agung.

Mas Agung...

Aahh! Aku sungguh kesal!

Karena saking kesalnya, aku menghentikan langkahku dan kupukul dinding bangunan yang ada di sampingku.

"Kamu sedang apa?" Sebuah suara yang kukenal tiba-tiba menyapaku lalu aku lagsung menoleh padanya.

"Ah! Hajun! Nggak, aku nggak ngapa-ngapain. Kamu yang ngapain di sini?" Jawabku sambil kembali berjalan mencoba menjauhinya. Melihat wajahnya, aku teringat kejadian semalam. Mau kutaruh dimana wajahku? Rasanya ingin menangis saja.

"Aku? Aku baru saja mau ke rumahmu." Ucapnya sambil cengar-cengir dan berjalan mengikutiku.

"Mau ngapain?"

"Kangennn." Jawab Hajun dengan matanya yang berkedip-kedip dan tingkah 𝘢𝘦𝘨𝘺𝘰nya yang 𝘌𝘸𝘩! Aishh! Bocah ini! Kututupi wajahku dengan tangan. Aku berjalan semakin cepat.

"Nuna kenapa sih? Jalannya jangan cepat-cepat dong. Nuna... Kalau diajak ngomong, orang yang lagi ngomong tuh dilihat." Dia masih saja mengoceh sambil mengejarku dan berusaha melihat wajahku.

"Nuna..." Tiba-tiba dia berhenti berjalan.

"Apaan?" Tanyaku penasaran sambil terus berjalan.

"Jangan-jangan..." Ucapnya masih dengan diam berdiri dan itu membuatku ikut menghentikan langkahku.

"Jangan-jangan apa?" Tanyaku yang kini berdiri di hadapannya. Aku pun memilih kembali berbalik dan meneruskan berjalan kaki.

"Jangan-jangan... Ini ada hubungannya sama semalam?" Jawabannya membuatku teringat akan hal memalukan semalam.

"Apa nuna kecewa karena semalam kita nggak jadi 'anu anu'?" Dia meledekku dengan terus berjalan cepat berusaha menyeimbangi langkahku. Dan ya, masih dengan cengar-cengirnya yang menyebalkan.

"Isshh!!" Aku berharap dia menyerah dan pulang saja tapi Hajun berhasil menarik tanganku dan membuatku berhenti.

"Nuna!!" Astaga, dia ini...

"Coba bilang '𝘕𝘢𝘥𝘰 𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨𝘩𝘢𝘦 𝘏𝘢𝘫𝘶𝘯-𝘢..." Kalau Nuna bilang begitu, nanti malam aku nggak bakal biarin Nuna tidur..." Hajun makin melantur. Kupukul saja dia dengan tasku.

"Sakit Nuna!" Jerit Hajun.

_______________________________

Seongsu-dong, Seoul.

[17.37]

Aku Agung. Sudah sebulan ini aku tidak bertemu dengan Sally. Aku benar-benar sibuk dengan semua pekerjaanku. Aku sungguh merasa bersalah padanya. Padahal aku sudah berjanji padanya bahwa setidaknya sebulan sekali aku akan datang ke Mokpo untuk menemuinya. Aku pun semakin jarang menghubunginya entah melalui telepon ataupun chat. Aku merasa, sebulan ini hubungan kami semakin menjauh. Jika aku bilang kalau hubungan ini mulai membosankan, apakah aku salah? Aku masih menyayanginya, tapi ada satu sisi di hatiku yang tidak lagi menggebu-gebu seperti dulu.

Kugoyangkan perlahan gelas 𝘸𝘪𝘯𝘦ku. Aku berdiri di balkon kamarku dan menikmati angin malam dan memandangi kelap-kelip lampu malam kota Seoul. Sendirian.

Aku ingat, dua tahun lalu, aku dan Sally mengorbankan banyak hal hanya untuk menghabiskan waktu bersama. Seperti saat aku dengan nekat memutuskan untuk kabur dari rapat penting di perusahaan hanya untuk berlibur berdua dengannya ke gunung Namsan. Bagaimana cinta membuatku segila itu.

Aku jelas tidak berhak menyakitinya. Akulah yang menariknya ke dalam hidupku. Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku meninggalkannya? Jika tidak, bagaimana caraku mempertahankan cinta untuknya? Sungguh, aku mulai merasa lelah.

Aku juga merasa tidak mungkin untuk membawanya ke Seoul dan mengenalkannya kepada Eomma dan Abeoji. Mereka tidak akan setuju. Aku tahu betul bagaimana mereka.

Ponselku yang tersimpan di saku celanaku bergetar. Kuambil ponselku dan kulihat di layar ponsel, tertulis sebuah pesan masuk.

[𝘗𝘢𝘬 𝘈𝘨𝘶𝘯𝘨, 𝘢𝘬𝘶 𝘈𝘰𝘬𝘪. 𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶.

𝘈𝘱𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨? 𝘉𝘦𝘳𝘬𝘢𝘴 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘴𝘦𝘳𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘱𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘗𝘢𝘬 𝘈𝘨𝘶𝘯𝘨, 𝘭𝘶𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘥𝘪 𝘱𝘢𝘨𝘪.]

Kuletakkan gelasku lalu membalas pesannya.

Aoki? Ah, wanita yang tadi pagi, keponakan Tuan Hae Myul.

[𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘱𝘢-𝘢𝘱𝘢. 𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘱𝘦𝘯𝘵𝘪𝘯𝘨, 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘥𝘪 𝘔𝘢𝘪𝘴𝘰𝘯 𝘍𝘳𝘢𝘯𝘬 𝘱𝘶𝘬𝘶𝘭 19.00.] Balasku lalu mengambil kembali jas yang kuletakkan di kasurku dan mengenakannya.

Selesai mengenakan jas, aku berniat untuk mengambil dompet yang kuletakkan di atas 𝘯𝘢𝘬𝘢𝘴. Saat aku melihat dompet itu di tanganku, aku teringat kembali pada Sally. Dompet ini pemberian darinya saat kita merayakan satu tahun kita berkencan. Sudahlah, aku tak mau memikirkannya. Kusimpan saja dan besok kuganti dengan dompet yang baru.

• • • •

Aku memasuki pintu 𝘔𝘢𝘪𝘴𝘰𝘯 𝘍𝘳𝘢𝘯𝘬 dan kulihat seorang gadis dengan dress merah sedang duduk di kursi bar cafe. Kuhampiri gadis itu. Benar, sepertinya itu Aoki.

"Aoki-ssi." Sapaku padanya dan ia langsung menoleh padaku.

"Oh, Pak Agung. Silakan duduk pak." Dia tersenyum dan mempersilakanku untuk duduk di sebelahnya.

"Pak Agung, pesan minum apa?" Tanyanya padaku.

"Segelas 𝘍𝘳𝘦𝘯𝘤𝘩 𝘔𝘢𝘳𝘵𝘪𝘯𝘪 saja." Jawabku dan membalas senyuman Aoki.

"Baik. Mas, tolong segelas 𝘍𝘳𝘦𝘯𝘤𝘩 𝘔𝘢𝘳𝘵𝘪𝘯𝘪 dan 𝘕𝘦𝘨𝘳𝘰𝘯𝘪." Ucap Aoki pada pelayan bartender di depan kami.

Aku memilih minuman dengan vodka karena tadi aku baru saja meminum whiskey. Lagipula, mungkin dengan sedikit bersantai, aku bisa melupakan Sally.

Bartender pun membuatkan minumanku dan Aoki.

"Namamu Aoki. Benar?" Tanyaku padanya.

"Iya Pak. Aku keponakan paman Hae Myul. Anu... Ini Pak berkas-berkas penting yang lupa diserahkan pa..." Belum selesai ia bicara, kupotong ucapannya. Tak lama bartender datang memberikan minuman kami.

"Sudah nanti saja. Sekarang kita minum dulu. Aku ingin sedikit bersantai tanpa membahas pekerjaan."

Sahutku dingin tanpa melihat ke arah Aoki dan lalu langsung kuminum seteguk vodkaku. Aoki pun meminum cocktailnya.

Kami berdua hening sesaat. Aku juga tak tahu mengapa Aoki diam saja. Aku pun tak peduli.

"Pak..." Panggilnya.

"Hm?" Jawabku singkat.

"Apakah Pak Agung sedang ada masalah?" Tanyanya. Dan aku hanya menoleh padanya.

"Maaf Pak kalau aku salah bicara. Maaf sudah ikut campur urusan Pak Agung..."

"Nggak. Nggak apa-apa. Kamu nggak salah. Justru aku yang harusnya meminta maaf. Aahh... Aku hanya merasa sedikit lelah."

"Karena wanita Pak?" Aku terkejut mendengar pertanyaannya. Dan aku tak tahu harus menjawab apa. Aku hanya bisa tersenyum.

"Pak Agung tersenyum. Sepertinya benar..." Lanjutnya lagi seraya tersenyum dan memainkan sendok cocktailnya.

"Bisa-bisanya seorang laki-laki tampan, pintar, baik hati dan kaya seperti Pak Agung masih saja bisa merasa tersakiti oleh wanita? Kenapa bisa ada wanita sebodoh itu?"

Mendengar ini, aku merasa bahwa untuk membicarakan sesuatu yang agak pribadi dengannya, sepertinya tidak akan ada masalah.

"Tidak ada yang menyakitiku. Dia justru gadis yang sangat baik. Karena begitu baiknya dia, aku bahkan tidak bisa menemukan cela sedikitpun dalam dirinya." Jawabku. Aoki hanya diam menatapku.

"Nyatanya... Akulah yang menyakitinya."  Aku menghembuskan nafas dalam-dalam lalu meminum lagi seteguk vodka milikku.

"Tapi..." Ucap Aoki.

"Jika aku yang menjadi gadis itu..."

"Aku rela disakiti jika itu Pak Agung..."

Gadis ini... Dia cukup berani untuk mengatakan hal seperti itu padaku. Kuakui keberaniannya. Dia gadis yang menarik. Apa dia sedang menggodaku?

"Oh ya? Apa kamu yakin?" Tanyaku padanya sambil menatapnnya dan tersenyum kecut.

"Tentu saja. Aku bukan gadis yang suka bicara omong kosong. Pak Agung boleh membuktikannya." Ucapnya dengan penuh keyakinan seakan menantangku.

Ini konyol. Aku bahkan tak mengenalnya tapi dia berani memancing seekor serigala bangun dari tidurnya. Untuk sejenak, aku dan Aoki saling membisu. Kami berdua membiarkan musik klasik ini mengalun memenuhi ruangan cafe.

Hingga 10 menit berlalu...

"Kalau begitu, aku permisi dulu!" Ucapnya tiba-tiba sembari meletakkan map berisi berkas-berkas itu di hadapanku dan hendak pergi dari sini.

𝘛𝘢𝘱!

Kuraih tangan Aoki secepat kilat.

"Apa aku boleh... Membuktikannya malam ini?" Tanyaku padanya yang masih berdiri dengan tangannya dalam cengkramanku.

_________________________

- Di sisi lain... -

Mokpo, Korea Selatan

Tadi siang aku seharian berkeliling membeli buku dan beli cemilan bersama Hajun. Anak itu... Seharusnya aku berterima kasih padanya. Dia sudah membantuku melupakan Mas Agung walau hanya sejenak.

Kumatikan lampu kamarku lalu merebahkan tubuhku di kasur. Kulihat, layar ponsel yang ada di meja sampingku berkedip-kedip. Ternyata ada pesan masuk.

[Hajun : 𝘉𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘵𝘪𝘥𝘶𝘳 𝘺𝘢? 𝘗𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘭𝘢𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘮𝘢𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯. 𝘕𝘶𝘯𝘢 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘥𝘪𝘩. 𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘱𝘢-𝘢𝘱𝘢, 𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶. 𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘢𝘥𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬𝘮𝘶. 𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶, 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵 𝘵𝘪𝘥𝘶𝘳 𝘕𝘶𝘯𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨... 😘]

Pesan dari Hajun yang berhasil membuatku tersenyum lebar. Tapi... Emoticon apa ini? Kenapa harus pakai emot kisseu sih?! Bocah genit!

________

"Aahhh..." Aoki mendesah setiap kali kugigit kecil di belakang telinganya.

Di sini, aku dan Aoki terlibat dalam hubungan yang tak pernah kubayangkan. Aku mengkhianati Sally!

Aku tahu ini salah. Tapi... Aku sungguh tidak bisa berpikir jernih. Entah karena pengaruh alkohol tadi atau memang aku yang sudah gila.

Kupeluk Aoki dari arah belakang. Kusibakkan rambut pendeknya. Kuciumi tengkuknya. Sungguh harum. Seakan dia sudah menyiapkannya untuk malam ini.

Kugigit pelan daun telinganya. Tanganku mengelus lembut kulit pahanya. Perlahan namun pasti, tanganku merayap masuk ke dalam roknya.

Tak butuh waktu lama, kuturunkan celana dalam warna putihnya. Kulepaskan dan kujatuhkan begitu saja ke lantai.

Kubalik tubuh Aoki menghadapku. Kuciumi bibirnya yang lembut.

"Hmmpp..." Hanya suara erangan pelan yang terdengar dari kami berdua.

Kami berciuman cukup lama. Kubuka resleting bagian belakanh dressnya. Hanya dengan sekali tarikan, resleting itu terbuka.

Kugeser tali dress yang ada di bahunya.

Kulit tubuhnya sangat halus...

Dressnya pun terlepas. Kini Aoki berdiri tanpa sehelai kain pun yang melekat di tubuhnya. Ia bugil di depanku.

Tanganku langsung meremas pelan buah dadanya.

"Pak... Hmmppphh..." Aoki terus mendesah. Mendengarnya terus mendesah, nafsuku semakin tak terkendali. Aku semakin hilang akal.

Aku justru semakin menciuminya dengan ganas. Jika dengan begini aku bisa melepaskan ingatanku dari Sally, maka akan kulakukan!

Kudorong tubuh Aoki hingga terjatuh di tempat tidur. Kulepas kemejaku, sabukku lalu celanaku.

Aku duduk di lantai lalu menyentuh kaki Aoki. Kuciumi betisnya... Semakin ke atas... Hingga bibirku sampai belahan kemaluannya.

Kubuka lebar kedua kakinya. Kuciumi lagi kemaluannya dengan tangan kiriku meremas buah dadanya. Kujilat dengan lembut dan sesekali kumasukkan satu jariku ke dalam kemaluannya. Kugerakkan maju dan mundur seraya kujilati.

Tubuh Aoki menggeliat pertanda ia merasakan kenikmatan hebat.

Kulepas ciumanku dan kutindih tubuhnya. Kembali kuciumi leher Aoki.

"Paakk... Aahhhh...!"

Aku berhenti sejenak dan menatapnya.

"Aoki... Panggil saja aku Agung." Ucapku padanya dan ia pun mengangguk tanda setuju.

Bibirnya kemudian menyambutku. Kami pun bergumul dalam dinginnya malam.

Kuarahkan p*nisku ke kemaluanya.

Dalam sekali hentakan..

𝘉𝘭𝘦𝘴𝘴...

"Aokii...! Ssshhh..."

"Mas Agung.... Aaahhhhh!!"

Kudorong tubuhnya maju dan mundur. Kenikmatan yang sudah lama tak kudapatkan dari Sally.

Sesekali terdengar suara becek dan kulit tubuh kami  yang beradu.

Aku sudah tidak peduli lagi. Aku hanya ingin bebas malam ini...

Sally... Maaf...

                         - To Be Continued -

次の章へ