webnovel

Akhirnya ngaku

Gue tau lu cowok, gue juga tau gue cowok, tapi kalo hati gue udah bilang sayang sama elu, gue bisa apa?

Jebrett!!

Pandu menutup dengan membanting pintu kosan, setelah ia dan Aden sudah berada di dalam kamar kos. Hentakan pintu yang sangat kuat, menimbulkan suara dan membuat pintu sedikit memental dan tidak tertutup rapat.

Hal itu tentu saja membuat Aden terkejut dan semakin tidak mengerti dengan perubahan sikap Pandu belakangan ini.

Emosi Pandu memang semakin bertambah, setelah ia membuka pintu mobil Desma, lalu melihat Desma sedang meremas telapak tangan Aden, dan hendak mencium bibir Aden.

Namun ciuman itu tidak sampai terjadi, Desma dan Aden terkejut, karena Pandu langsung membuka pintu mobil tanpa megetuknya terlebih dahulu. Lalu setelah melihat adegan hampir ciuman, Pandu langsung berjalan cepat meninggalkan Aden dan Desma.

Dalam hitungan detik Aden juga langsung keluar dari mobil Desma untuk mengejar Pandu.

Sementara Desma hanya bengong memandang adegan saling kejar antara Pandu dan Aden, sambil menggigit bibir bawahnya yang gagal mencium bibir Aden.

Lalu karena merasa emosi, Pandu meminta agar ia yang mengendari motor. Dan Adenpun hanya pasrah, memberikan kunci motornya kepada Pandu.

Kemudian keduanya meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi, meninggalkan Desma tanpa berpamitan.

Dan emosi Pandu tidak dapat terbendung, sampai keduanya sudah tiba di tempat kos mereka.

"Pandu sebenarnya kamu kenapa sih?" Tanya Aden dengan nada pelan. Ia sedang berusaha meredahkan emosi Pandu. "Apa aku punya salah? Ngomong dong."

Setelah meletakan tas di atas meja, Pandu berjalan mendekati Aden. Wajahnya masih terlihat merah karena emosinya masih belum meredah. "Lu nggak ngerti!" Ketus Pandu setelah ia sudah berada tepat di hadapan Aden.

"Iya makanya jelasin dong biar akunya ngerti, kalo kaya gini aku bingung." Aden masih berbicara dengan nada pelan, meskipun Pandu terlihat jutek. Wajahnya Aden juga berkerut, karena ia masih benar-benar bingung.

"Gue kan udah bilang, lu jangan deket-deket sama Lukman. Tapi apa? Lu malah makin deket sama dia." Pandu mengatur napasnya sebelum meluapkan kembali segala emosinya. "Trus tadi di mobil apa? Lu mau cium Desma?" Imbuh Pandu sambil melebarkan bola matanya menatap Aden.

Sementara itu di luar kosan, terlihat ibu Veronica membatalkan niatnya yang akan mendorong pintu, karena mendengar Pandu berbicara dengan nada tinggi. Ibu Veronica sedikit terkejut, kemudian dengan sigap ia merapatkan tubuhnya di balik tembok, sambil mengintip dari cela pintu yang sedikit terbuka. Ibu Veronica merasa penasaran, ia ingin tahu dulu apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Untung saja kosan sedang sepi, sehingga tidak ada yang mendengar kegaduhan mereka, selain ibu Veronica yang tidak diketahui keberadaanya oleh Pandu dan Aden.

"Aku nggak ngapa-ngapain sama Desma," jelas Aden. "Desma yang mau nyium saya." Imbuh Aden dengan polos.

"Halah tapi lu pasrah Desma pegang-pegang lu, lu ke enakan kan? Lu juga pasti bakal nyium dia kalo nggak gue buka pintu mobilnya!" Sergah Pandu dengan nada tinggi, dadanya naik turun karena emosinya sudah di luar batas.

Aden terdiam sambil menelan ludah susah payah, tatapan matanya teduh menatap Pandu. "Kamu suka sama Desma?" Ucap Aden menganggap jika Pandu sedang cemburu padanya. "Kalo kamu suka sama Desma kenapa kamu enggak ngomong? Desma juga suka sama kamu, tapi kamunya yang cuek sama dia." Jelas Aden mengcopy kata-kata yang ia dengar dari mulut Desma, lalu di paste kepada Pandu.

"Gue nggak suka sama dia, tapi lu yang suka sama dia!" Potong Pandu.

"Aku juga nggak suka sama dia," balas Aden jujur.

Selama ini Aden hanya mengagumi kecantikan dan keseksian Desma saja. Cara pandang Aden ke Desma sama seperti laki-laki normal pada umunya yang melihat wanita cantik dan seksi di depan mata. Tidak ada sedikitpun perasaan suka apalagi cinta, di hati Aden untuk Desma.

Aden menyipitkan mata, menatap heran kepada Pandu, "tapi, kalo kamu enggak suka sama Desma kenapa kamu marah pas dia mau nyium aku?" Tanya Aden dengan polosnya.

Pertanyaan Aden tentu saja membuat Pandu tercekat, ia seperti terjebak dengan pernyataannya sendiri, akibat emosi yang tidak bisa dikendalikan. Namun Pandu mencoba mengatasi kegugupannya, ia diam sambil berpikir selama beberapa saat. Kemudian tanpa berpikir panjang, akhirnya Pandu pun menjawab pertanyaan Aden.

"Lu mau tau kenapa gue marah?" Tanya Pandu yang dijawab dengan anggukan kepala sama Aden. "Lu mau tau kenapa gue nggak suka liat lu deket sama Lukman? Lu mau tau kenapa gue nggak suka liat lu berduaan di mobil sama Desma? Lu mau tau kenapa gue marah-marah liat lu di godain sama model-model om Beni?" Pandu menggantungkan kalimatnya, ia mengatur napas sambil tatapannya tajam ke arah Aden.

Sementara Aden hanya bisa diam sambil mengerutkan keningnya. Tiba-tiba perasaanya menjadi takut saat melihat Pandu menatapnya tajam.

Beberapa detik kemudian setelah Pandu mengatur napasnya, terlihat tangannya mengalung ke bagian tengkuk Aden sambil menarik ke depan seraya berkata, "ITU KARENA GUE SUKA SAMA ELU!"

Deg!!!

Jantung Aden hampir loncat dari tempatnya, saat ia mendengar pengakuan dari Pandu. Dan ia semakin terkejut, ketika Pandu mendaratkan sebuah ciuman di bibirnya. Aden mematung, bola matanya melebar dan dunia seakan berhenti berputar.

Keterkejutan itu tidak hanya dirasakan oleh Aden. Di balik pintu, seorang ibu yang sudah membesarkan Pandu, dan menaruh banyak harapan pada putra kesayangannya, sangat shok saat mendengar pengakuan anak satu satunya itu. Hati seperti disambar petir, saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Pandu sedang mencium seorang laki-laki.

Ibu Veronica kembali menyandarkan tubuhnya ke tembok, rasanya ia tidak sanggup lagi melihat adegan ciuman itu. Ia berdiri mematung, terlihat dadanya naik turun tidak beraturan. Tidak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya, dan dunia seprti akan kiamat hari itu juga.

Semantara di dalam kosan Pandu masih belum melepaskan ciumannya meskipun Aden berusaha menolaknya.

"Pap... Pandu..." ucap Aden dengan susah payah karena bibir Pandu masih menempel di mulutnya. "Pandu lepas!" Imbuhnya memohon.

Namun sayang Pandu tidak mendengarkan kata-kata Aden. Ia justru mendorong tubuh Aden sampai menempel ke pintu, hingga membuat pintu itu tertutup rapat.

"Pendu kamu ini apa-apaan lepas," ucap Aden saat mulut Pandu sudah terlepas dari mulutnya, dan berpindah menciumi lehernya. "Pandu jangan ah..." Aden berusaha menyingkirkan tubuh Pandu yang menempel di tubuhnya.

Sementara Pandu seperti orang kerasukan setan, ia sama sekali tidak menghiraukan Aden dan terus memeluk tubuh Aden, sambil menggerayanginya.

Beberapa saat kemudian, karena merasa tidak tahan lagi, Aden menambah kekuatannya untuk mendorong tubuh Pandu sambil berteriak. "LEPAAAASSSS!!!"

Setelah tubuh Pandu sudah sedikit menjauh, tanpa sadar Aden mengepalkan tangan, lalu Beg!!! Kepalan tangan Aden mendarat di pipi Pandu.

Pandu tersentak, matanya melebar sambil tangannya memegangi pipinya yang baru saja dipukul sama Aden. Mulutnya meringis menahan sakit.

Semantara Aden terlihat mematung, menatap Pandu dengan tatapan yang sulit diartikan. Punggungnya terlihat naik turun dan napasnya mulai memburu. Ada setitik rasa penyesalan di hati Aden karena sudah memukul orang yang sudah ia anggap sahabat terbaiknya. Namun ia reflek, dan tidak punya pilihan lain untuk menghentikan tingkah konyol Pandu.

Pandu dan Aden saling berpandangan, keduanya terdiam dengan punggung yang sama-sama naik turun. Suasana kosan terasa hening, hanya terdengar deru napas yang memburu dari mulut keduanya.

"Kamu aneh Pandu, kamu ini kenapa jadi kayak gini?" Aden memecah keheningan sambil mengusap bibirnya yang baru saja dicium sama Pandu. "Kamu enggak beneran suka sama aku kan?" Tanya Aden meminta kejelasan. Ia berharap apa yang dikatakan Pandu adalah bohong.

"Gue emang aneh, lu yang udah bikin gue aneh. Lu nggak pernah ngerti kalo gue nggak ngomong. Dan gue emang suka sama elu sejak pertama gue liat elu!" Ungkap Pandu dengan tegas.

Pengakuan Pandu kembali membuat Aden terkejut, dan menelan ludah, ia menatap Pandu seakan tidak percaya. Apalagi setelah Pandu mengatakan jika Pandu menyukainya sejak pertamakali melihatnya. Rasanya sangat sulit dipercaya.

"Aku udah anggap kamu temen Ndu, apa kamu nggak bisa anggep aku temen, soalnya kita itu kan sama-sama laki-laki." Ujar Aden mencoba menyadarkan Pandu.

"Enggak bisa, gue nggak bisa anggep lu temen, gue udah sayang sama elu." Meski seperti ada penolakan dari Aden, tapi rasanya lega sekali ia bisa menyampaikan perasaanya langsung kepada Aden.

"Tapi kamu teh laki-laki, aku juga laki-laki, kita enggak boleh saling suka." Aden kembali mengingatkan Pandu. Walaupun Aden tidak sekolah, tapi ia tahu hal seperti itu tidak umum dan tidak wajar. "Kalo ibu kamu tau pasti bakalan marah, pasti ibu kamu akan sedih."

Kata-kata Aden membuat ibu Veronica yang masih bersembunyi dibalik tembok, menjadi berlinang air mata. Terlihat telapak tangannya meremas dadanya karena terasa nyeri mendengar itu.

Terlihat Pandu melangkah mendekati Aden, sedangkan Aden mundur karena masih merasa takut.

"Gue tau gue laki-laki, gue juga tau lu laki-laki, tapi kalo hati gue udah bilang sayang sama elu, gue bisa apa?" Ucap Pandu dengan tulus dan penuh perasaan.

Entahlah, Pandu merasa jika Aden akan tetap selalu bersama dirinya. Meskipun saat ini Aden masih terlihat belum bisa menerimanya.

Lagi-lagi kata-kata Pandu membuat Aden harus menelan ludahnya susah payah. Ia terdiam dan sambil memikirkan kata-kata Pandu, lalu mengambil kesimpulan.

"Jadi kamu mau nolongin aku, apa cuma karena kamu suka sama aku?"

"Emangnya kenapa? Apa gue salah kalo gue bantu orang yang gue sayang? apa gue salah kalo gue nggak pingin liat orang yang gue sayang kesusahan? gue begini demi elu, gue sayang sama lu," jawab Pandu jujur.

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Aden hembuskan secara perlahan. "Kalo gitu aku minta maaf, aku nggak bisa terima bantuan kamu. Makasih udah baik sama aku Ndu." Aden menjedah kaliamatnya, ia menatap teduh wajah Pandu, "mending kita nggak usah ketemu lagi, demi kebaikan kamu."

Deg!!

Keputusan Aden membuat Pandu terkejut, hingga ia membuka matanya lebar-lebar.

"Maksud elu apaan?" Tanya Pandu meminta kejelasan.

"Kita nggak usah ketemu lagi, kamu nggak usah nolongin aku." Tegas Aden. Kemudian ia membalikkan tubuhnya, lalu membuka pintu dan keluar dari kamar kosnya.

"Aden!" Teriak Pandu, namun Aden tidak meresponnya.

Deg!!

Aden terkejut dan menghentikan langkahnya saat ia melihat sosok ibu Veronica sedang menyandar di balik tembok.

Ibu Veronica dan Aden bersitatap selama beberapa saat, namun keduanya hanya diam. Ibu Veronica dan Aden terlihat sama-sama bingung.

Lalu beberapa saat kemudian Aden melanjutkan perjalanannya, meninggalkan ibu Veronica tanpa sepata kata pun.

Terlihat ibu Veronica perlahan mengintip Pandu yang masih berada di dalam kos. Pandu terlihat sangat kacau, wajahnya terlihat sangat gelisah. Pandu sedang meremas kepala sediri, kemudian mengacak-acak rambutnya.

Sepertinya Pandu menyesal, ia merutuki kecrobohannya sendiri. Moment yang ia tunggu, kalimat-kalimat yang sudah ia persiapkan untuk menyatakan perasaannya kepada Aden, semuanya hancur berantakan karena cemuburu buta yang membuat ia menjadi emosi.

Sementara itu ibu Veronica hanya bisa diam mematung. Terlihat ia seperti sedang memikirkan sesuatu.

Beberapa saat kemudian, setelah ia berpikit akhirnya ibu Veronica berjalan cepat untuk mengejar Aden. Ia ingin tahu dari Aden, apa yang sudah terjadi sebenarnya. Karna ia tidak belum sanggup bertanya kepada putra kesayangannya sendiri.

Ibu Veronica menghentikan langkahnya, ia melihat Aden sudah duduk di atas motornya hendak menghidupkan motornya.

Wajahnya Aden terlihat sangat  murung, ia masih shok dengan kejadian barusan. Ia sama sekali tidak menyangka jika Pandu akan melakukan hal itu padanya. Ada perasaan kecewa di hatinya kepada Pandu. Selain itu Aden juga merasa sedih karena ciuman pertamanya sudah dirampas secara paksa, dan sialnya, yang merampas ciumannya itu adalah seorang laki-laki.

Aden menunda niatnya yang akan menghidupkan mesin motor, karena merasakan getaran HP di dalam saku celananya. Ia merogoh HP itu, lalu melihat ada panggilan masuk untuknya. Aden menghela napas, kemudian ia mendongakan kepala sambil memejamkan mata setelah mengatuhi jika tante Inggrid yang menelponya.

Menarik napas dalam-dalam, lalu Aden hembuskan secara perlahan. Setelah itu ia menggeser tombol jawab, dan menempelkan HP itu di telinganya.

"Halo tante," sapa Aden setelah telponnya tersambung.

"..."

"Iya tante maaf mundur terus," suara Aden terdengar sangat datar, wajahnya juga murung.

"..."

Aden terdiam, ia mendengarkan suara tante Inggrid yang sedang meminta kepastian dan mendesaknya. Setelah berpikir beberapa saat, Aden kembali mengehela napas sebelum akhirnya Aden memutuskan.

"Yaudah tante, saya mau jadi assitennya tante," ucap Aden dengan separuh hati, dan nada suara yang tidak ikhlas.

"..."

"Iya tante besok saya dateng di acaranya tante."

"..."

"Baik tante, saya datang sendiri, cafe Amanda ya tante?"

"..."

Beberapa saat kemudian Aden memasukan kembali HPnya kedalam saku celana, setelah tante Inggrid memutus sambungan telfonnya. Terlihat Aden menggunakan punggung tangannya untuk mengusap air mata yang tiba-tiba mengalir di pipinya. Setelah itu Aden kembali menghidupan mesin motor, lalu meluncur meninggalkan kosannya.

Sedangkan ibu Veronica yang belum sempat mendekati Aden, ia hanya bisa menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, setelah mendengar percakapan Aden dengan orang yang disebut tante sama Aden. Namun ibu Veronica sangat yakin, jika orang yang disebut tante itu, adalah Inggrid.

Ibu Veronica akhirnya kembali menemui Pandu, setelah Aden sudah tidak terlihat lagi. Sambil melangkah ke kamar kosan Pandu, terlihat ibu Veronica seperti sedang menelpon sesorang.

"Pak tolong ikuti anak yang suka jualan cilok itu." Perintahnya kepada Parmin melalui telfon.

Sementara nun jauh di sana, senyum kemenangan tersungging di bibir merah tante Inggird. Setelah menutup telfonnya dengan Aden, terlihat jari-jari lentik tante Inggrid sedang mengetik sebuah pesan, lalu ia kirim pesan itu melalui grup arisan berondongnya.

Layar HP tante Inggrid.

"Pesta daging segarnya besok di mulai ya say. Cafe Amanda pukul 20.30. Room private. Password daging segar lokal." 

~♡♡♡~

Aden sudah kembali lagi di kontarakan milik Anis dan Dadang. Sore itu di dalam kamarnya Aden sedang berdiri di depan cermin yang menempel di lemarinya. Wajahnya terlihat murung saat ia sedang memasang satu demi satu kancing baju kemeja, sambil menatap wajahnya sendiri di dalam cermin.

Pikiran Aden melayang, membayangkan beberapa hari saat ia masih tinggal berdua bersama Pandu. Sebenarnya masa-masa itu adalah masa yang sangat menyenangkan baginya. Ia sudah merasa sangat nyaman berteman dengan Pandu. Namun sayang, pertemanan yang ia tawarkan harus hancur karena Pandu membalasnya dengan sebuah perasaan yang sulit ia terima dengan akal sehatnya.

"Aden kamu teh yakin mau dateng ke sana?" Suara Anis yang baru saja masuk ke kamarnya membuat Aden tersentak dari lamunannya.

"Iya teteh gimana lagi?" Jawab Aden sambil menyelesaikan mengaitkan kancing kemejanya. "Si Pandu teh enggak bisa ngumpulin uang sebanyak itu." Imbuh Aden berbohong.

Entahlah, Aden tidak ingin memberitahu kejadian yang sebenarnya.

Anis menghela napas, matanya menatap iba pada adiknya. "Tapi teteh khawatir kamu kenapa napa."

"Aden bisa jaga diri teh, semoga Aden betah tinggal di sana." Aden mencoba membuat hati Anis tenang.

"Iya semoga aja dia beneran orang baik, teteh takut aja."

Tiin... tin... tin...!

Suara klakson mobil dari luar sana, membuat Aden dan Anis mendongakan kepala ke arah jendela. Kemudian keduanya melihat sebuah mobil sedan mewah sudah terpakir di depan rumah kontrakan Anis.

"Itu mobil tante Inggrid." Ucap Aden memberi tahu Anis.

Mulanya tante Inggrid menyuruh Aden datang sendiri ke cafe yang sudah ia siapkan untuk arisan berondong bersama teman-temannya. Lalu karena tante Inggrid merasa khawatir jika Aden tidak datang sendiri, oleh sebab itu ia meminta sopir untuk menjemput Aden. Sekaligus menghemat waktu supaya Aden bisa lebih cepat sampai ke cafe.

"Yaudah teteh Aden berangkat dulu," ucap Aden sambil mencium punggung tangan Anis.

"Hati-hati Aden, maafin teteh enggak bisa bantu." Anis meluk sambil mencium pipi kanan dan kiri Aden.

Aden hanya tersenyum simpul saja.

Beberapa saat kemudian Aden dan Anis keluar kamar menuju mobil yang sudah menunggu di depan rumah Anis.

"Hati-hati Den," pesan Anis setelah mereka sudah berada di dekat mobil.

Beberapa saat kemudian, terlihat Aden masuk kedalam mobil, setelah seorang sopir membuka kan pintu untuknya. Tidak menunggu lama sopir yang membawa mobil langsung meluncur meninggalkan Anis yang masih berdiri mematung melepas kepergian adik kesayangannya.

Di dalam mobil, Aden menyandarkan punggungnya di jok, sambil menghela napas panjang. Kemudian ia menoleh ke arah sopir yang sedang menyetir di sampingnya.

"Kita ke rumah tante Inggird dulu apa gimana pak?" Tanya Aden memecah keheningan.

"Langsung ke cafe dek," jawab supir tanpa menoleh karena ia sedang fokus mengemudi.

"Oh..."

次の章へ