webnovel

Permintaan 2

Ravi terbangun dari tidurnya karena beban berat yang menekan tubuh bagian depannya, dia hendak bergerak menyamping, tetapi tidak ada yang terjadi. Ravi diam-diam membuka matanya dan dia justru di hadapkan dengan dada telanjang dari Raymond tengah memeluk Ravi erat.

"Ravi sudah bangun?" Ravi kembali ditarik pada kenyataan dia hendak mendorong Raymond menjauh, akan tetapi tampaknya hal itu hanya sebuah hal yang sia-sia.

"Apa yang kamu lakukan Raymond?" Ravi mendongak menatap Raymond yang sekarang justru tersenyum lebar dengan matanya yang berseri terlalu banyak. Hal ini justru membuat Ravi bertanya-tanya apa yang sebenarnya Ravi lakukan sebelumnya sehingga membuat dia terperangkap dalam kondisi seperti ini.

"Memeluk Ravi. Ravi kedinginan, kita tidak punya selimut lagi."

"Kita punya dua, di mana itu sekarang?" tanya Ravi yang kali ini telah lolos dari pelukan Raymond dan menyadari bahwa Ravi tidak mengenakan apapun sekarang sementara Raymond mengamati Ravi dari ujung ke ujung.

"Selimutnya jatuh ke lantai, jika aku mengambilnya, Ravi akan kedinginan." Raymond berkata sambil menggeser badannya mendekati Ravi. Ravi tidak ingat apa yang dilakukannya semalam dan dia takut jika Ravi melakukan perbuatan itu kembali. Dia bahkan tidak mabuk sama sekali hingga membuatnya lupa seperti ini.

Ravi menahan diri untuk tidak memutar matanya, dia bangkit berdiri untuk segera menuju kamar mandi dan terkejut mendapati pangkal pahanya yang terasa lengket saat sesuatu mulai ke luar dari sana.

Mata Ravi melebar, mengarahkan pandangannya pada Raymond dalam gerakkan kaku. Jantungnya telah berdetak cepat seperti telah berlari berkilo-kilo meter jauhnya. "Apa yang sebenarnya kita lakukan sebelumnya?"

Raymond seperti tidak merasakan kecemasan yang tengah Ravi alami, pria dewasa itu justru tersenyum makin lebar, ikut bangkit berdiri menuju ke hadapan Ravi. "Tengah malam, Ravi bangun karena kesakitan. Aku mencium Ravi, ternyata rasa sakit Ravi tidak berkurang, jadi aku melakukannya danRavi tidak sakit lagi. Itu sangat enak."

Ravi tercengang mendengarnya, dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan Raymond tampak mudah dan juga tak bersalah. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tetap diam. "Bagaimana kamu melakukan hal itu tanpa persetujuanku lebih dahulu, Raymond?"

Mata Raymond membesar tangannya hendak menjangkau Ravi, tetapi langsung berhenti di udara. "Ravi mengizinkannya, aku tidak akan melakukannya jika Ravi melarangku. Maaf, Ravi."

Raymond menunduk setelah sebelumnya Ravi melihat matanya yang telah dipenuhi air mata. Dia tidak mengingat apapun, tidak merasakannya saat itu, serta sekarang perasaan lelahlah yang mendominasi. Perasaan penuh di bagian bawahnya dan cairan itu terkadang masih mengalir di sana membuat Ravi berpikir telah berapa banyak dan lama mereka melakukan itu. Dia malu untuk bertanya, tetapi kecurigaan tiba-tiba melintas di dalam kepalanya.

Seperti hal yang suda-sudah, Ravi menduga bahwa itu adalah karena seseorang lain yang selama ini mengusiknya. Tidak salah lagi. Seseorang yang membuat Ravi kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Namun, Ravi tidak mengatakan apapun pada Raymond saat ini membiarkan hal itu berlalu sekali lagi.

"Raymond, lupakan apa yang terjadi semalam pada kita." Ravi berkata sangat pelan, mungkin memang tidak masalah untuk hanya melakukannya dengan Raymond. Dia bukan orang asing lagi baginya, Ravi tahu bahwa dia masih normal dengan melakukan ini tidak akan mengubah apapun dari dirinya. "Itu adalah sebuah kesalahan."

"Melupakannya?" tanya Raymond seperti bisikkan lirih. "Jadi itu adalah salah?"

"Benar, itu salah," jawab Ravi mantap dan juga tegas. Sisi lain dari dirinya menyesali itu apalagi ketika melihat kekacauan di mata Raymond. Pria itu bahkan tidak mengatakan apapun lagi dia hanya berdiri kaku di sana, membiarkan air matanya yang jatuh begitu saja.

Ravi berbalik, berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan berharap apa yang terjadi padanya hanyalah sebuah mimpi yang tak benar-benar menjadi kenyataan seperti sekarang.

***

Raymond masih berada di depan jendela setelah Ravi mandi dan mengenakan pakaian, dia sendiri telah mengenakan pakaiannya tampak tidak terganggu dengan udara dingin yang masuk ke kamar mereka. Ini masih terlalu pagi untuk bertemu dengan Liam.

"Raymond, apakah kamu ingin ikut denganku untuk sarapan di luar?" tanya Ravi berjalan mendekat ke arah Raymond. Dia untuk sekian kali bersikap seperti tidak pernah terjadi apapun di antara mereka.

Raymond menoleh ke arahnya, pria itu menutup mulutnya, lantas mengangguk. Ravi merasakan keanehannya, tetapi dia berjalan pergi membuat Raymond mengikuti di belakang.

"Kamu ingin makan apa?" Tidak ada jawaban apapun dari Raymond. "Apakah kamu ingin roti?"

Raymond masih bungkam, tetapi Ravi masih bisa mendengar langkahnya.

"Kamu tidak bisa berjalan jauh di belakangku seperti itu?" Ravi menoleh ke belakang, dia berjalan mendekat untuk berada di sampingnya.

Namun, Raymond justru masih mengambil langkah untuk menjauhi Ravi. Dia berjalan mendekat kembali, tetapi lagi-lagi Raymond menjauhinya seperti Ravi terkena virus mematikan dan takut tertular. "Mengapa kamu menjauhiku sekarang?"

Raymond masih setia untuk mengunci mulutnya, Ravi menghela napas kasar. "Jadi, kamu tidak suka untuk berjalan di sebelahku?"

Raymond tidak menjawab apapun, dia bahkan tidak menatap Ravi kembali. "Baiklah, lakukan seperti yang kamu inginkan."

Ravi berjalan cepat meninggalkan Raymond, dia tahu bahwa Raymond akan mengikutinya. Marah tidak benar-benar bisa menyatu dalam kehidupan Ravi, kepalanya terasa sakit dengan lonjakan itu. Rasa sakit yang sebelumnya menghilang kini muncul kembali untuk mencengkeram dada Ravi kuat-kuat hingga membuat Ravi terhenti sejenak, tangannya bertumpu pada dinding kokoh di sampingnya. Saat tahu bahwa Raymond semakin dekat dengannya Ravi segera bejalan kembali menjauhinya, tidak ingin Raymond tahu bahwa dia kesakitan sekarang.

Sesuatu yang basah mengalir menyentuh bibir Ravi, dia telah menduganya hingga cepat-cepat mengeluarkan sapu tangan untuk menyeka darah yang keluar dari hidung. Kepalanya semakin sakit dari waktu ke waktu, tetapi dia tidak bisa begitu saja pulang tanpa membelikan Raymond sesuatu untuk sarapannya.

Ravi melihat penjual scotch eggs yang merupakan makanan kesukaan Ravi, dia berjalan mendatanginya, membeli satu porsi untuk Raymond. Tiba-tiba saja napsu makan Ravi menghilang, dia tidak bisa makan dengan semua rasa sakit di tubuhnya. Dia berbalik, tetapi sebelum kembali pada Raymond untuk memberikan bungkusan yang berada di tangannya, dia membeku sambil menoleh ke kanan juga kiri dengan kaku.

Dia segera melesat ke arah Raymond memberikan bungkusan itu padanya. "Makan itu. Kamu bisa pulang jika kamu mau atau jika kamu benar-benar muak padaku pergilah kemanapun yang kamu inginkan."

Ravi bergerak cepat menjauhi Raymond, tujuannya buyar. Dia tidak mengira bahwa Raymond ternyata tidak mengikutinya, tetapi bukankah itu yang Ravi inginkan sekarang? Mengapa terasa mengecewakan? Ravi tidak tahu apa yang akan terjadi padanya nanti, tetapi dia yakin itu pastilah sesuatu yang buruk.

次の章へ