webnovel

SEMBILAN

Pagi minggu.

Gelanggang Olahraga Candra Bhirawa Elise duduk di tribun sambil bertopang dagu, wajahnya terlihat jelas sedang bosan. Ia hanya melihat beberapa orang yang berlari marathon mengelilingi stadion. Bahkan Alea dengan semangat melambaikan tangan padanya dari lapangan.

"Kau tidak ikut!!"Tanya Andy yang baru selesai berlari dan beristirahat di samping Elise.

"Ingin! Tapi jika aku ikut kalian akan repot!".

Mendengar itu Andy tertawa "Kenapa repot memangnya apa yang kau lakukan? Di sini tidak ada air yang akan membuatmu tenggelam lagi..". canda Andy.

Elise menatap Andy dengan tatapan datar "Kau tidak akan mengerti! Di sini memang tidak ada air yang bisa menenggelamkan aku. Tapi lapangannya yang akan membuatku kehabisan napas."

Andy masih tidak mengerti. "Aku masih tidak paham". Katanya. Tapi Elise memilih diam.

Merasa di abaikan Andy juga diam "Eh! Itu, tumben Arsen terlambat biasanya dia selalu menjadi yang pertama jika berhubungan dengan olahraga."

Elise menoleh dan seketika itu pula dia menyesal, mata mereka saling bertemu, mata Arsen menyipit saat pemuda itu tersenyum, dia melambai pada Elise tapi yang membalas lambaian tangannya adalah Andy.

Arsen melanjutkan larinya mengelilingi lapangan. Dan Elise mengikuti setiap gerakan Arsen, tanpa terasa sebelah tangannya menyentuh pipinya yang di cium Arsen di bawah langit sore waktu itu. dan sialnya dia masih memiliki hutang janji dua hari lagi untuk pemuda tampan itu. padahal dia ingin menjaga jarak dengannya.

Karena dekat dengan Arsen membuat jantungnya tidak sehat. Selalu berdetak tidak normal dan itu menyakitkan, meskipun ia sedikit menyukai perasaan bahagia yang terselip di antara sakitnya.

Elise termenung tapi tiba-tiba Andy menariknya ke lapangan "Aku tidak tahu kenapa kau menolak untuk lari pagi seperti mereka, tapi kau bisa melakukan jalan pagi, kan?"

Elise tersenyum "Kau tidak kehabisan akal ya?"

Andy tersenyum bangga "Tentu saja!"

"Baiklah! Tapi aku hanya bisa berjalan jika lelah aku akan berhenti! Kau mengerti!"

Andy mengangguk.

Mereka akhirnya berjalan mengelilingi lapangan yang luas itu, orang yang lari marathon telah melewati mereka beberapa kali. Begitu pula dengan Arsen, akhirnya memilih berjalan bersama Andy dan Elise.

"Kau tidak lari? Bukankah masih kurang?" tanya Andy.

"Aku takut kau merebut, calon pacar masa depanku.." balas Arsen dengan senyum menawannya pada Elise.

Andy terbatuk hebat, sebenarnya bukan batuk hanya pura-pura batuk untuk menggoda Arsen dan Elise.

"Kalau begitu aku pergi saja! Aku tidak berani melangkahi raja di atasnya raja!" ujar Andy dramatis.

Elise mengabaikan mereka dan terus berjalan, keringat perlahan terbit di pelipisnya, tapi dia belum merasakan lelah.

Arsen menggapai tangan Elise dan menggenggamnya, tangan gadis itu dingin. Elise ingin menyingkirkan tangan Arsen tapi kata-kata pemuda itu kembali menahannya. "Aku masih ulang tahun, tidak bisakah kau membuatku bahagia? aku merasa sangat malang dan menyedihkan."

Elise akhirnya mengalah dan membiarkan Arsen mengenggam tangannya.

"Apa kau marah padaku?"

Elise diam gadis itu merasakan genggaman di tangannya semakin erat "Tidak! Untuk apa! Semua sudah terjadi!" kata Ara dingin.

Arsen tersenyum, pandangan matanya tidak pernah lepas dari wajah Elise.

"Tanganmu sangat dingin!"

Elise diam lagi. mereka berjalan sampai ke tribun tempat Elise duduk sebelumnya, Nesa dan Alea tersenyum-senyum, Alea bahkan mengacungkan jempolnya pada Arsen. Entah sudah berapa banyak jempol yang dia berikan pada pemuda tampan itu.

"Ciee..ciee..yang gandengan tangan! Aku juga mau dong?" goda Alea sambil menggandeng tangan Nesa.

"Uhuk..uhukk.. ayo pegang tanganku saja! Kita para jomblo memang selalu menjadi obat nyamuk untuk orang yang sedang jatuh cinta."

Elise hanya menatap dua orang itu datar, ia masih berusaha melepaskan genggaman tangan Arsen tapi pemuda itu semakin mengeratkan genggamannya. Elise mengernyit tidak suka.

"Jangan mengerutkan keningmu seperti itu!" ujar Arsen lembut sambil mengusap kening Elise menggunakan tangannya yang lain.

Nesa dan Alea semakin menggila. Dalam hati Elise menatap Alea sedih. Sahabatnya itu terlihat kembali ke usia belasan tahun tanpa ada wibawa seikitpun. Dan tidak tahu malu. Elise mulai merasakan pandangannya berkunang-kunang, keringat dingin membasahi wajahnya, tanpa sadar ia mengenggam tangan Arsen dengan erat membuat pemuda itu tersenyum dan membalas genggaman tangan Elise sama eratnya. Arsen berpikir jika gadis itu mulai menyukainya.

Mereka asyik saling menggoda tiba-tiba tubuh Elise oleng ke samping. Arsen yang merasa aneh segera menarik gadis itu kedalam pelukannya. Perlahan Arsen membaringkan Elise dengan bertumpu padanya.

Arsen menatap Alea bingung "Apa yang terjadi, kenapa dia tiba-tiba pingsan?" tanya Arsen panik.

Tapi Alea tidak mengatakan apa pun selain mencoba membangunkan Elise.

Beberapa orang yang mengenal mereka mulai mendekat dan bertanya, Andy yang tadi sedang meregangkan kakinya di lapangan berlari mendekati Arsen.

"Kenapa dengannya, apakah karena aku mengajaknya berjalan mengelilingi lapangan" tanya Andy khawatir "Padahal dia sudah memperingatiku tapi aku masih saja keras kepala."

Alea berkata "Bukan itu, Elise hanya kelelahan dia tidak pernah melakukan olahraga sekalipun!"

Seketika Andy menganga tidak percaya, bahkan Arsen pun juga akan berekpresi sama seperti Andy jika tidak ingat imegnya sebagai cowok tampan. Arsen menatap Alea curiga. Tapi gadis itu mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Kita bawa Elise pulang dulu.." kata Arsen kembali menggendong Elise seperti dia menggendongnya waktu di kolam.

***

Ruang tamu bulek sedikit penuh oleh tamu, bulek yang melihat Arsen datang sambil mengendong Elise berteriak kaget dan langsung membentang kasur santai.

"Ayo, rebahkan dia di sini.."

Gerakan Arsen sangat pelan saat meletakkan badan Elise di kasur.

Ruang tamu kos adalah ruangan kosong yang hanya dilapisi karpet permadani besar. Elise dibaringkan diruang tamu tersebut beberapa anak kos mencuri-curi pandang melihat apa yang terjadi karena Alea yang terus-terusan meminta Elise bangun.

Perlahan Elise membuka matanya Arsen yang duduk lebih dekat dengannya membantunya untuk duduk. "Bagaimana perasaanmu! Apakah kau merasakan sakit? Dimana saja!"Tanya Arsen berturut-turut.

Elise menggeleng lemah dengan senyum tipis dibibir pucatnya. Sesaat ia menatap Alea rasanya ia ingin tertawa melihat sahabatnya itu. Akhirnya dia terlatih untuk tidak terlalu heboh.

"Kenapa kau sangat berisik!"Tegur Elise "Lihatlah penampilanmu, kau sangat jelek, aku baik-baik saja! Hanya lelah saja dan.. Aku lupa sarapan!" Mendengar ucapan Elise semua orang yang menunggunya diruangan tersebut menghela nafas lega. Bahkan buklek mulai ngomel-ngomel karena Elise tidak menjaga dirinya dengan baik.

"Sebaiknya kita bawa kekamar saja biar dia bisa istirahat dengan tenang!"Kata Alea kemudian.

Arsen yang mengerti segera mengendong Elise kembali menuju kamarnya dilantai dua.

"Hei bocah! Aku bisa jalan sendiri turunkan aku!".

Kening Arsen berkerut "Berhenti bergerak nanti kita bisa jatuh!".

Elise mengembungkan pipinya kesal "Aku tidak sakit! Kau bisa menuntunku keatas dari pada mengendongku seperti ini".

"Digendong lebih cepat sampai dari pada dituntun!". Protes Arsen "Sudah sebaiknya kau diam saja! Padahal banyak gadis yang ingin berada di gendongan ku kenapa kau sepertinya sangat menolak saat aku gendong"

"Bocah! Kau sedang tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan kan?".

Arsen menggerutu mendengar pertanyaan Elise "Kenapa kau sangat cerewet setelah pingsan!".

"Mungkin karena aku banyak tenaga untuk bertengkar denganmu!".

Alea yang mengikuti mereka dari belakang menggeleng kepala, mendengar dua orang itu saling bertingkah kata. Sampai dikamar Alea dengan cepat memperbaiki bantal membiarkan Arsen meletakkan Elise ditempat tidur.

"Nah! Kau boleh pergi!". Kata Elise tiba-tiba membuat Arsen ternganga tak percaya.

"Kau mengusirku!". Tanya Arsen tak percaya.

Elise mengangguk dengan senyum puas sedangkan Alea hanya berdiri disudut menjadi penonton seperti biasa. Arsen ingin membalas tapi ponselnya berdering nyaring, ia mengambilnya dari saku celana. Melihat nama yang tertera dilayar wajah Arsen berubah muram. Alea mendekat "Kenapa?"meski sekilas ia bisa melihat nama dilayar ponsel 'Nadia'.

"Bukan apa-apa!"Arsen menolak panggilan tapi nama yang sama kembali terlihat dilayar ponsel.

"Angkat aja! Mungkin penting!".

Arsen menatap Elise dengan tatapan sedih "Kenapa kau tidak membantuku saja! Katakan pada bocah ini kalau kau pacarku!". Arsen menyerahkan ponselnya pada Elise.

Ahra terdiam wajahnya berubah kaku dengan senyum dipaksakan terukir dibibir pucatnya ia berkata "Untuk permintaan ini aku tidak bisa membantu! Kau sebaiknya selesaikan sendiri!". Elise berbaring menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tanda ia tidak ingin bicara dan diganggu.

Tapi Arsen tidak mau kalah "Ini masih Ulang tahunku.."

Elise berdecak kesal gadis itu langsung duduk di tempat tidur, merebut ponsel Arsen dan berteriak ke telpon "Siapa ini! Jangan ganggu Arsen dia sedang sibuk denganku!"

"Siapa kau! Dimana Arsen..!

Elise menjauhkan telpon dari telinganya dan melihat nama di layar 'cewek' bisiknya pada Arsen dan di jawab anggukan kepala oleh cowok itu. Akhirnya Elise mengerti.

"Siapa aku? Tentu saja kekasihnya! Sudah jangan ganggu Arsen lagi"

"..Hei! Dimana Arsen!" teriak suara itu tidak terima.

Elise mulai jengah "Dia di kamarku! Sedang tidur! Puas!"

Elise menutup telpon kemudian melemparkannya pada Arsen sambil berkata "Sudah! Sekarang pergi lah, aku ingin tidur!".

Dengan senyum lebar Asren pergi meninggalkan kamar Elise.

Alea yang melihat itu terkekeh. "Hei kau seperti nya sedikit berubah.."

"Tidak! Apa yang harus aku rubah!"sahut Elise.

"Biasanya kau tidak mau ikut campur urusan orang lain,tapi kenapa kali ini kau membantunya?".

"Kebetulan saja! Lagi pula aku tidak tahan melihatnya merengek seperti anak anjing kelaparan padaku terus menerus!"

"Ku rasa kau memang telah berubah! Lebih terlihat manusiawi!" kekeh Alea.

Elise berteriak kesal "Apakah selama ini aku tidak manusiawi?".

Alea menggeleng "Tidak! Kau seperti patung es! Dingin tidak ada ekpresi dan ambisi!"

"Sialan! Pergi sana aku mau tidur!"

次の章へ