webnovel

Nasehat

Dengan cepat Benny mengalihkan perhatiannya kepada anak tanpa memperdulikan Bianca yang menatap keheranan melihat anak bosnya sudah menangis.

"Berlyn, kenapa nangis, Nak? Daddy tidak memarahi mu. Ayolah kemari peluk Daddy," ucap Benny sambil mengusap rambut anaknya.

Dengan memanyunkan bibirnya sambil sesenggukan Berlyn memeluk papanya lalu berkata. "Dacy, beli mau cama taaka itchu," ucap anak kecil itu dengan suara yang belum jelas sambil menunjuk kearah Bianca.

"Maksudnya Berlyn mau sama kakak itu ya? Tapi, dia bukan Mommy, Sayang. Berlyn cukup sama Daddy aja ya," sahut Benny sembari melirik kearah Bianca.

Mendengar ucapan sang papa. Berlyn kembali menangis bahkan ia menangis lebih keras hingga membuat Benny kewalahan mendiamkannya. Namun, dengan memberatkan hati akhirnya Benny melambaikan tangan kearah Bianca untuk mendekatinya.

"Sepertinya Berlyn mau denganmu. Main bersamanya sekarang, tapi di dalam ruangan ini jangan bawa keluar. Dan satu lagi saya tidak jadi memecat mu karena anak saya bukan karena kinerja mu. Ingat itu," cakap Benny sembari memperingatkan lalu memberikan Berlyn kedalam gendongannya Bianca.

"Terima kasih, Pak," sahut Bianca sambil mengulum senyumnya dan menyambut Berlyn kedalam pelukan.

Di dalam gendongannya Berlyn tersenyum sambil memegangi rambutnya Bianca. Hingga ia hampir membawa masuk kedalam mulutnya. Namun, saat itu juga Benny tidak sengaja melihat anaknya hampir memasukkan rambut hingga akhirnya ia menegur Bianca untuk menggulung rambut ke atas.

Bianca membawa Berlyn duduk di atas sofa. Ia mengajaknya bermain sambil membuat Berlyn tertawa lepas. Berkali-kali membuat anak itu tidak hentinya tertawa apalagi saat ia sengaja menggelitik Bianca.

Benny yang sedang fokus bekerja beberapa kali sempat melirik kearah Bianca bersama sang anak. Ia tersenyum akhirnya ia bisa melihat tawa pecah dari sang anak. Hingga hatinya berkata.

Berlyn pasti merindukan sosok ibunya. Dia pasti sangat ingin bisa bermain setiap saat. Tapi, bagaimana caranya? Aku bahkan tidak bisa percaya jika orang lain mengasuhnya. Aku takut kejadian dua tahun silam akan terulang kembali. Apalagi kudengar Aland masih berada di kota ini. Tentu saja aku semakin takut jika dia menyakiti anakku. Arabella, apa yang harus kulakukan untuk anak kita? Batin Benny sambil mengusap rambutnya dengan kasar.

Dua tahun silam, tragedi yang cukup tragis sampai membuat Benny harus kehilangan sang istri. Penembakan yang akan tertuju kearahnya di halangi oleh sang istri. Masa itu orang yang bernama Aland, adalah suami pertama dari istrinya. Itulah mengapa Benny begitu posesif terhadap sang anak.

Saat sedang bermain bersama Berlyn. Bianca tidak sengaja melirik Benny. Sepertinya dia sedang berpikir sesuatu. Harusnya dia membayar baby sitter untuk anaknya tapi, sangat aneh dia sangat posesif padahal anaknya begitu lucu bahkan sangat suka bermain dengan siapapun. Batin Bianca.

Lirikan Bianca justru di ketahui oleh Benny. Hingga membuatnya salah tingkah lalu mengalihkan pandangannya. Benny pun begitu, ia kembali melanjutkan pekerjaan tanpa mau menatap kearah anaknya bersama Bianca.

(Kediaman Benny)

Tiba di kediamannya. Benny langsung membawa anaknya ke kamar untuk tidur. Namun, saat itu seorang pelayan berdiri di depan pintu sembari menatap Benny yang sedang menidurkan anaknya.

Kasian, Tuan. Semenjak kematian Arabella. Dia bahkan menjaga anaknya sampai dua tahun seorang diri. Apa sebaiknya saya saranin aja buat carikan seorang istri? Lagipula kalau sama pelayan di sini Tuan masih enggak terima buat anaknya di asuh. Coba aja deh kali aja berhasil, batin Lena, sebagai ketua dapur berumur 54 tahun.

Tok tok tok.

Pelayan itu mencoba memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar tuannya. Benny langsung berpaling. Ia pun kebingungan menatap Lena berada di depan pintunya.

"Maaf, Tuan. Makan malam sudah saya siapkan," cakap Lena sembari menundukkan kepalanya.

"Baik, Bik. Terima kasih sebentar lagi saya akan turun."

Tak berapa lama pun Benny langsung pergi meninggalkan kamarnya saat menatap sang anak sedang tertidur pulas.

Tiba di meja kamar. Benny melahap makanannya tanpa berpikir apapun. Namun, tiba-tiba Lena memberanikan dirinya untuk berdiri di dekat tuannya sambil menunggu tuannya selesai makan. Tapi, saat itu Benny merasa heran menatap pelayan itu tiba-tiba terlihat aneh dan tidak biasanya.

"Bik, kamu kenapa? Laper? Kalau capek nungguin ikut makan aja bareng," ucap Benny.

"Anu, Tuan. Saya tidak lapar, nanti saja saya makan. Hanya saja saya menunggu sampai Tuan selesai makan karena ada beberapa hal yang ingin saya beritahukan," sahut Lena sembari menundukkan kepalanya.

"Oh ... begitu, ya sudah katakan saja tidak masalah. Jika menunggu saya selesai makan nanti saya akan langsung naik keatas. Jadi mau bilang apa?"

"Baiklah, Tuan. Sebelumnya saya minta maaf jika terlalu banyak ikut campur, tapi karena saya sudah mengabdi kepada keluarga ini dari Tuan kecil jadi saya merasa sedih saat saya melihat atasan saya seorang diri merawat Berlyn. Padahal Tuan masih muda bahkan diluar sana begitu banyak wanita-wanita yang mau menjadi istrinya Tuan. Namun, saya mengerti jika Tuan belum bisa melepaskan kepergiannya Nyonya. Tapi, kasian Berlyn. Dia juga membutuhkan seorang Ibu. Apa tidak sebaiknya Tuan mencarikan Ibu sambung untuknya?"

Saran dari Lena sampai membuat Benny terdiam bahkan ia menghentikan makannya. Lalu dirinya menatap Lena dengan tatapan tajam.

Saran dari Lena sampai membuat Benny terdiam bahkan ia menghentikan makannya. Lalu dirinya menatap Lena dengan tatapan tajam.

"Bik! Sejak kapan aku membayar mu hanya untuk memberikan nasehat?" sahut Benny dengan tatapan penuh kekesalan.

"Maaf, Tuan. Saya tahu jika tidak berhak terlalu jauh ikut campur, tapi saya hanya merasa kasihan melihat pertumbuhan Berlyn sampai dia besar nantinya pasti dia juga menginginkan sebuah keluarga yang lengkap. Meski memang Arabella adalah Ibu kandungnya. Jadi saya rasa hanya itu yang bisa saya sampaikan sebaiknya tolong Tuan pikirkan apa yang sudah saya katakan. Permisi, Tuan."

Lena menundukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan Benny yang masih menatap tajam kearahnya. Ia bahkan tidak lagi selera makan. Lalu melangkah pergi naik ke kamarnya Berlyn.

Tiba di kamar, ia menatap sang anak yang masih tertidur begitu pulas. Ia lalu mengusapkan kepala anaknya sembari berkata.

"Nak, apakah kamu memang menginginkan seorang Ibu sambung? Tapi, Daddy masih belum bisa untuk membawa wanita lain kedalam kehidupan kita. Daddy tidak mau membuat ibumu marah melihat kita dari sana. Sebaiknya Daddy perlu mencarikan baby sitter untukmu," gumam Benny lalu mengecup kening anaknya dengan sangat pelan agar tidak membuat tergganggu.

Masih menatap sang anak dengan penuh kasih sayang hingga akhirnya rasa kantuk menghampirinya. Benny pun memutuskan untuk tidur.

Benny sedang berjalan kesebuah tempat yang cukup luas layaknya seperti padang pasir. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah danau yang cukup indah di tengah-tengah tandusnya padang pasir.

Ia merasa heran sambil melirik kearah lain. Aneh, kenapa tiba-tiba bisa ada danau bahkan ditumbuhi dengan tanaman yang begitu cantik. Di mana aku sebenarnya? Batin Benny.

Saat dirinya sedang kebingungan ia mencoba untuk mendekati danau tersebut sampai tiba-tiba sebuah cahaya datang entah dari mana asalnya. Betapa tercengangnya ia menatap cahaya itu tiba-tiba berubah menjadi seorang wanita cantik yang tidak lain adalah istrinya sendiri. Mata Benny berkaca-kaca menatap sang istri di depan.

次の章へ