"Jangan cemberut. Nanti cantiknya ilang."
Tubuh Dania terhenyak karena suara Fayez menghangatkan gendang telinganya. Ia mematung tatkala lelaki itu pergi mendahului langkahnya.
"Dasar cowok nyebelin! Untung gue sayang," batin Dania dan kembali melanjutkan langkahnya.
Gadis itu mengusap kening saat tiba di depan pintu kelas yang tertutup.
"Pasti pelajarannya udah mulai. Gimana, nih? Gue masuk jangan, ya?." Dengan berat hati Dania mengetuk pintu kelas, dan keluarlah seorang guru laki-laki dari dalam.
"Dania? Kenapa kamu baru masuk?," tanya guru tersebut sebari menurunkan kacamatanya.
"Anu, Pak ... Tadi saya ada urusan osis, jadi agak terlambat. Maaf ya, Pak."
"Urusan osis, ya? Oke, tidak masalah. Silakan masuk."
Akhirnya Dania bisa bernapas lega dan masuk ke dalam kelas. Ia duduk di samping Siska sebelum mengeluarkan buku mata pelajaran yang sedang berlangsung.
"Lo dari mana aja, Dan? Hampir setengah jam lo telat," tanya Siska berbisik.
"Biasa."
"Lo dikerjain lagi sama Fayez?."
Dania mengangguk dan menatap lurus ke depan. Fokus pada papan tulis dan guru yang sedang menjelaskan.
"Lain kali, kalau lo butuh bantuan gue, lo tinggal telepon gue. Gue siap membantu, Dan."
***
Sama halnya dengan Dania. Fayez juga terlambat masuk kelas. Dan untungnya ia adalah ketua osis di sekolah itu dan bebas untuk menggunakan jabatannya sebagai jaminan.
"Lo dark mana aja?," tanya Samudera ketika Fayez baru mendudukan bokongnya.
"Ruang osis," jawab Fayez singkat.
"Emang ada apaan di ruang osis?."
"Dania."
Satu nama yang membuat Samudera tersenyum dan mengerti. Ia bungkam hanya dengan jawaban satu kalimat yang diberikan Fayez.
Pelajaran berlangsung hingga jam istirahat kedua nanti. Fayez mengikuti pelajaran dengan baik dan mencatat semua materi yang memang menurutnya penting.
Sangat berbeda dengan teman-temannya yang terlihat malas dan lemas. Apalagi Agus dan Sahroni. Dua sejoli itu ternyata sudah masuk ke alam mimpi masing-masing. Padahal tadi pagi mereka baru saja dikenai hukuman oleh guru mata pelajaran sebelumnya.
"Agus, Sahroni!," panggil seorang guru laki-laki yang sedang mengajar di kelas Fayez.
Semua mata menoleh pada dua insan yang sedang tertidur pulas.
BRAK!
"Woy, apaan nih?." Sahroni langsung berdiri seraya membentak setelah mendengar gebrakan keras di atas mejanya.
"Eh, Bapak .... " Ia menggaruk wajahnya yang terlihat masih berminyak dan mengantuk.
"Kenapa kamu tidur di kelas saya?," tanya guru itu galak.
"Anu, Pak ... Tadi perut saya kekenyangan. Makanya saya ketiduran."
Guru itu menggeleng karena kelakuan Sahroni yang sangat tidak sopan. Bukan hanya satu atau dua kali anak itu membuat masalah di dalam kelas..
"Sekarang kamu keluar dari kelas saya!."
"Tapi, Pak .... "
"Gak ada tapi-tapian!."
Jika Sahroni dipaksa keluar dari kelas, lalu bagaimana dengan Agus? Tentu saja ia masih tertidur pulas bahkan semakin pulas. Tak peduli seberapa kencang teriakan sang guru sang dan gebrakan di atas meja miliknya.
"Agus, Agus ... " Guru itu bergumam sebari menggelengkan kepalanya. Ia duduk di samping Agus yang masih terpejam.
"Si Agus kebo banget, gila!," cibir Galang yang saat ini tengah menahan tawa bersama Samudera.
"Iya. Gue yakin, habis ini dia kena hukuman yang lebih parah daripada tadi pagi," balas Samudera dan bertos ria dengan Galang.
"Yez, anak buah lo tuh!."
Fayez menoleh ke belakang. Itu adalah suara salah satu teman laki-lakinya, yang juga merupakan anggota tim basket.
"Agus .... " Guru itu menepuk pipi Agus perlahan.
"Agus ... Bangun, Nak."
Seisi kelas menahan tawa mereka dan ada sebagian yang mengabadikan momen indah tersebut dengan ponsel mereka.
"Agus .... "
"Apaan, sih? Ganggu mulu." Agus menjawab dengan suara parau dan mata yang masih terpejam. Ia hanya mengubah posisi tidurnya menjadi membelakangi sang guru yang sudah menarik napas panjang.
"AGUS!."
Tubuh Agus tersentak dan langsung berdiri tegak. "Siap, Pak!," katanya dengan posisi hormat.
"HAHAHA .... " Seisi kelas tergelak, termasuk ketiga teman Agus yang menyaksikan kejadian tersebut.
"Berani-beraninya kamu tidur pada jam pelajaran saya. Apa kamu lupa, kalau saya tidak suka dengan murid yang tertidur pada saat saya mengajar?."
Agus diam dan menundukan kepalanya.
"Jawab, Agus!."
"I--iya, Pak. Saya minta maaf. Saya lupa, Pak."
"Halah .... Lupa kok bareng-bareng sama si Sahroni," celetuk Samudera meledek teman karibnya.
"Oh iya, Sahroni ke mana, Sam?."
"Sahroni sepertinya sudah lebih dulu pergi ke toilet," jawab guru menyela.
"Kalau gitu, saya juga izin ke toilet ya, Pak. Mau nyusul Sahroni cuci muka."
"Eits, kata siapa saya nyuruh kalian cuci muka?." Guru itu menahan bahu Agus yang hendak melangkah.
"Lho, terus dia ngapain ke toilet, Pak?."
"Kamu dan Sahroni harus membersihkan semua kamar toilet!."
Sontak Agus membelalakan kedua matanya lebar-lebar. "Pak, serius? Masa cowok seganteng saya disuruh bersihin toilet, sih? Yang lebih cocok buat bersihin toilet itu, tuh si Samudera!."
"Enak aja lo! Orang lo sama Sahroni yang tidur di kelas. Masa gue yang kena hukum?," sahut Samudera tak terima.
"Sudah-sudah. Agus, kamu jangan membantah lagi. Cepat susul Sahroni ke toilet!."
Galang dan Samudera melambaikan tangan pada Agus yang berjalan lemas menuju pintu keluar. Lagi-lagi ia terkena dampak dari ulahnya sendiri.
"Makanya, kalo malem jangan kebanyakan nonton drakor!," teriak Galang ketika langkah kaki Agus telah sampai di ambang pintu.
"Bukan drakor, Lang. Tapi girlband nya."
"Hahahaa .... "
Agus menoleh dan memberikan kedua temannya jari tengah.
"Sudah. Yang lainnya kembali fokus!."
***
"Apes banget hidup gue. Bisa-bisanya orang ganteng di suruh bersihin toilet kayak gini. Huh ... Tapi si Agus kenapa gak di hukum, ya?."
"Apaan lo? Gue juga kena hukuman kali."
Sahroni yang sedang sibuk mengepel pun menoleh ke belakang. Wajahnya melongo karena melihat Agus yang baru saja masuk ke dalam toilet dengan wajah kusut.
"Haha .... Akhirnya semua pekerjaan ini akan cepat selesai," teriak Sahroni sebari tertawa.
"Gara-gara lo nih!," ujar Agus dengan sinis.
"Kenapa gue? Kan lo yang tidur," jawab Sahroni.
"Tau ah. Cepet kita beresin kerjaan ini. Capek banget gue. Pagi tadi di hukum, sekarang juga di hukum."
"Heh, Agus jelek! Emangya lo doang yang menderita? Gue juga sama! Kita selalu bergandengan kemana pun dan di mana pun!."
Agus tak menjawab lagi. "Gila! Hueekkk .... " Agus memuntahkan semua isi perutnya setelah membuka salah satu toilet dan melihat sebuah benda kuning yang mengambang.
"Lo kenapa, Gus?," tanya Sahroni dan langsung menghampiri Agus.
"Jorok banget sih! Gue ogah bersihinnya!."
Sahroni menyelipkan tubuhnya diantara tubuh Agus dan ikut menengok ke dalam toilet.
"Hueeekkk .... Aakkhhhh .... " Sahroni juga melakukan hal yang sama dengan Agus. Ia memuntahkan seluruh isi perutnya.
"Gus, gue gak sanggup. Kalau semua toilet kayak gini, gue bisa pingsan," keluh Sahroni sebari menutup kembali pintu toilet.
"Gue juga, Sah. Gila, ini sih mending di suruh hormat di lapangan," jawab Agus.