"Sini gue bantu."
Shelina menoleh ke belakang. Wajahnya langsung saja berhadapan dengan dada bidang seorang pria yang tengah berdiri di depannya.
"Aduh, ini pasti Fayez. Kok gue deg-degan, ya," batin Shelina termangu.
"Nih, berkasnya udah gue ambilin."
Shelina menengadah dan memelototkan kedua bola matanya.
"Kok lo?," pekik Shelina spontan.
"Maksud lo?," tanya Andrea menaikkan sebelah alisnya.
"Gak!."
Shelina kembali dan duduk di depan Fayez yang sedang memainkan ponsel.
"Gue kira tadi si Fayez," batin Shelina kesal.
"Oke, kita mulai aja," ucap Fayez memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
Fayez berbicara dengan tegas dan lugas. Selain cerdas, ia juga memiliki kemampuan publik speaking yang luar biasa.
Andrea dan Shelina fokus mendengarkan perkataan Fayez tentang kegiatan yang akan mereka lakukan di acara ulang tahun SMA Kencana minggu depan.
"Jadi, gue mau kalian berdua fokus sama foksi kalian masing-masing. Misal, lo Shelina. Lo harus fokus bikin proposal untuk ini. Buat serapi dan semaksimal mungkin. Ini acara besar, jadi gue mau kalian jangan sampai leha-leha," ujar Fayez pada Shelina.
"Kalau gitu, gue butuh data dari masing-masing bidang secepatnya. Apalagi bendahara, supaya proposal itu bisa gue kerjain secepat mungkin," balas Shelina.
"Gue ngerti. Jadi sore ini kasih pengumuman kalau kita ada rapat," pungkas Fayez.
"Dan lo, Ndre, lo harus tetep di samping gue."
"Ogah. Ngapain juga gue harus di samping lo? Gue juga masih normal, kali," jawab Andrea.
Fayez berdecak. " Lo itu wakil ketua osis. Gue nggak mau kalau lo diem aja. Kita yang paling kerja keras di sini," ujarnya.
"Iya-iya. Gue becanda doang, kali. Lo mah susah di ajak becanda," kata Andrea menatap Fayez sinis.
"Gue udah kirim pesan di grup appwhats kita, jadi nggak ada alasan lagi mereka buat gak dateng," potong Shelina.
"Oke. Rapat kali ini selesai."
Kedua pria itu beranjak dan siap untuk ke luar. Namun Shelina tiba-tiba saja menahan tangan Fayez.
"Apa?," tanya Fayez datar.
Shelina mengedarkan pandangannya, untuk memastikan kalau Andrea benar-benar pergi.
"Gue mau ngomong sama lo," ujar Shelina.
"Gue nggak ada waktu."
"Fayez, ih! Tunggu dulu. Gue mau ngomong serius sama lo."
Fayez menarik napas dalam-dalam dan duduk kembali di tempatnya. Hal itu membuat Shelina mengembangkan senyumnya.
"Lima menit," ucap Fayez.
Shelina segera menarik napas untuk menetralkan detak jantungnya.
"Gue suka sama lo."
Pengakuan Shelina membuat kening Fayez mengkerut.
"Iya. Gue suka sama lo," ulang Shelina dengan senyum yang ia buat semanis mungkin.
"Gak jelas."
"Fayez, tunggu!," panggil Shelina sebari memegang pergelangan tangan laki-laki itu.
"Gue serius. Gue suka sama lo," lanjutnya.
"Dan gue enggak."
Fayez pergi. Menyisakan Shelina yang tengah menahan sesak sekaligus rasa sakit bersamaan.
Gadis itu tersenyum hambar. Ia kira, Fayez selama ini juga menyukainya.
"Ternyata gue salah. Gue kira dia juga suka sama gue," kata Shelina sebari menyeka air mata yang keluar beberapa tetes.
***
Fayez keluar dari ruangan osis dengan wajah dan perasaan biasa saja. Ia sama sekali tidak merasa bersalah karena telah menolak Shelina.
Padahal semua lelaki yang ada di SMA Kencana sangat ingin menjadi kekasih dari seorang Shelina. Lalu, siapa yang tidak normal?
Di tengah perjalanan, ia tidak sengaja melihat Dania yang sedang berbincang dengan salah seorang siswa laki-laki yang mungkin adalah teman sekelas gadis itu.
Tiba-tiba saja ia menggeram, dengan kedua tangan yang sudah mengepal.
"Ngapain Dania ngobrol sama dia? Pake ketawa-ketawa, lagi," batin Fayez kesal.
Kini ia melihat Dania yang tertawa lepas karena laki-laki itu. Sayang sekali, Fayez tidak mengenali orang yang sedang bersama Dania.
"Dia siapa, sih? Kenapa Dania bisa ketawa lepas gitu? Emang mereka lagi ngobrolin apa?."
Fayez tak hentinya menggerutu dalam hati. Ada rasa tidak rela ketika melihat Dania tertawa dan bahagia dengan laki-laki lain.
"Mending gue pergi. Hati gue sakit kalo terus-terusan liat Dania."
***
Dania masih tertawa lepas bersama Andy. Salah satu teman sekelasnya yang sangat akrab dengan siapa pun.
"Jadi, lo pernah di selingkuhin?," tanya Dania setelah tawanya tidak seheboh tadi.
"Sering! Emang ya, cewek-cewek itu nggak ada bersyukurnya. Dikasih cowok secakep dan setampan gue malah di selingkuhin!," gerutu Andy dengan wajah tidak bersahabat.
"Bukan cewek lo yang gak bersyukur, mungkin lo ada kesalahan. Nggak mungkin kan tiba-tiba dia selingkuh," sahut Dania.
Andy berdecak dan mengubah posisi duduknya menghadap Dania. "Nih ya, Dan, kurang apa gue? Kalau dia minta apa-apa, gue kasih. Dia pengen ke salon, buat lurusin rambutnya yang keriting, gue turutin."
"Keriting? Emang rambut mantan lo keriting?."
"Iya. Segitu juga gue udah nerima dia apa adanya walau dengan rambut yang keriting."
"Hahahaa..." Dania tak bisa menahan tawanya. Wajah Andi yang kesal sekaligus pasrah terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
"Lo ketawa mulu dari tadi? Ngetawain apa lo?," tanya Andy sinis.
"Nggak.. Aduh, sakit perut gue," kata Dania dengan sisa-sisa tawanya.
"Makanya, Dan, mantan-mantan gue waktu pacaran sama gue itu buluk banget, gue yang permak mereka. Rambut mereka gue lurusin, muka mereka gue bikin glowing, tapi kenapa malah selingkuh, coba?."
"Ya bagus dong," jawab Dania.
"Kenapa bagus?." Andy menaikan sebelah alisnya.
"Karena Tuhan ngasih petunjuk sama lo, kalau dia bukan yang pacar yang baik," jawab Dania.
"Iya sih. Masa, buluk sama gue glowingnya sama orang lain."
Dania lagi-lagi tertawa. Baru kali ini ia berbincang dengan Andy, ternyata ia tahu kalau lelaki juga bisa memiliki unek-unek.
"Hmm.. Dan?."
"Ya? Lo manggil gue?," tanya Dania sebari menoleh pada Andy di sampingnya.
"Kalau lo yang jadi cewek gue, mau nggak?."
Dania menaikkan sebelah alisnya, bibirnya tersenyum sinis dan keadaan hening beberapa saat.
"HAHAHAHA," Dania lalu tertawa dengan sangat kencang sebari memukul bahu Andy yang saat ini tengah merasakan sakit.
"Astaghfirullah, Dania, lo gila, ya? Ngapain lo pukul bahu gue?," tanya Andy yang masih mengusap bahunya.
"Lagian lo aneh, sih. Ini ceritanya lo lagi nembak gue?," tanya Dania sambil terkekeh.
"Iya. Harusnya lo jawab iya atau enggak. Jangan mukul kayak gini." Andy menekuk wajahnya. Sudah jatuh, ditimpa tangga pula.
"Sori, deh," ucap Dania.
"Jadi gimana, lo mau jadi pacar gue?," tanya Andy memastikan.
"Hmm.. Gimana, ya?." Dania mengusap dagu sebari mengedarkan pandangan. Tidak sengaja bola matanya menangkap Fayez yang sedang berdiri dan berbalik meninggalkan tempat itu.
"Fayez," gumam Dania pelan.
"Apa, Dan?," tanya Andy yang mendengar Dania menyebut nama Fayez.
"Ah, gak. Itu tadi gue kayak ngeliat Fayez di tembok sana."
Andy menoleh ke arah tembok yang ditunjuk Dania.
"Nggak ada siapa-siapa, tuh. Lo suka ya sama si Fayez?."
"Gak lah! Mana ada gue suka sama dia." Dania membenarkan rambutnya untuk mengalihkan rasa canggung, gugup dan gerogi yang berkumpul jadi satu.
"Kalau gitu, gimana jawaban lo? Lo mau nggak jadi pacar gue?."