Setelah cukup lama hanya berada di mobil tanpa kepastian, Barra memutuskan untuk turun.
"Ayo! Kamu tidak akan 'tidak sengaja' bertemu dengannya jika hanya di sini." Barra mengajak Sesil untuk turun. Perempuan itu agak ragu, namun Barra segera menarik lengannya dan segera mengajaknya berjalan ke sekitar.
"Apa kalian pernah pergi ke tempat ini sebelumnya?" tanya Barra, dia masih menggandeng Sesil diantara keramaian pengunjung.
"Belum. Kami hanya bersama selama tujuh hari, itupun hanya teman terdekatku yang tahu. Maka dari itu kami belum pernah pergi kemanapun karena kami sembunyi-sembunyi," sahut Sesil dengan suara yang rendah.
"Kenapa kalian sembunyi-sembunyi? Apa ada yang tidak menyukai hubungan kalian?" tanya Barra penasaran, namun dia masih fokus dengan jalan yang mereka lewati.
"Banyak. Semua orang membenci kami."
"Kenapa?"
"Karena aku jelek."
Barra menghentikan langkahnya tiba-tiba. Dia merasa seperti sedang déjà vu saat mendengar jawaban dari Sesil barusan. "Karena aku jelek." Itu bukan pertama kalinya dia mendengar ada seorang perempuan yang mengatakan itu.
Sesil spontan memperhatikan Barra yang nampak berpikir. "Apa kamu baik-baik saja? Kamu sakit? Kenapa kamu mendadak pucat begini?" Sesil panik, dia menyentuh dahi Barra yang mulai berpeluh.
Entah, tapi Barra heran kenapa dia bisa berpeluh padahal cahaya matahari adalah sumber energinya.
"Ah tidak, aku mungkin hanya lapar," sahut Barra yang diiringi dengan senyumnya.
Deg!
Sesil mematung sejenak. "Wah senyummu … kamu sangat tampan saat tersenyum," gumamnya membuat Barra kembali bereskpresi dingin.
"Aku tidak akan tersenyum lagi," ujar Barra seraya memalingkan pandangannya.
"Hey jangan. Tetaplah tersenyum, kamu baru saja berhasil mengalihkan duniaku dari Teza."
Barra mengernyitkan dahi saat mendengar nama yang disebut oleh Sesil. "Teza?"
Sesil mengangguk. "Itu nama mantan kekasih yang hendak ku temui. Ayolah tersenyum lagi, mungkin kamu akan menjadi obat mujarab untukku agar segera move on." Sesil menggoyangkan lengan Barra dengan manja.
Barra tidak menggubrisnya. Pandangannya tertuju pada sosok perempuan pendek yang tidak mungil yang sedang berjalan bersama dengan seorang lelaki yang tidak lebih tinggi dari Barra. Kali ini perempuan itu tidak mengikat rambutnya, dia membiarkan rambut ikalnya itu berjuntaian terkena angin yang menyejukkan.
Tawanya menghiasi setiap langkahnya. Barra yakin mereka sedang saling bergurau.
Sesil mengikuti arah pandang Barra yang tak berkedip, dia sangat terkejut kalau mereka benar-benar tidak sengaja bertemu dengan mantan kekasih Sesil. Sesil salah tingkah, namun ia sedikit kesal saat melihat sosok perempuan yang pernah ia tahu kalau itu adalah adik Teza.
"Hey Teza. Ya ampun nggak nyangka ya akan ketemu disini. Kamu tambah keren aja. Lagi liburan? Kapan sampai?"
Barra mendengus mendengar pertanyaan Sesil yang bertubi kepada mantan kekasihnya itu. Pandangannya kembali terarah pada perempuan di samping Teza. Dia juga menatap Barra untuk beberapa saat, lalu mengalihkan pandangannya sesaat sebelum kembali memandang Barra dengan senyuman dan sedikit anggukan pelan.
Deg deg deg
Barra kembali dapat merasakan detakan jantungnya yang nyaring, tubuhnya mendadak kembali menjadi hangat membuat Sesil yang masih memeganginya segera melepas dan memandangi Barra untuk sesaat. "Kamu baik aja?" bisiknya lirih. Barra hanya meliriknya dan mengangguk.
"Oh hay Sesil. Kamu juga berubah banyak, semakin cantik." Teza membalas sapaan perempuan berbibir merah itu ramah. Senyumnya sangat lebar dengan kedua matanya yang menyipit.
"Hemm terimakasih," ujar Sesil yang salah tingkah.
"Eghem," Barra mendeham dengan nyaring membuat semuanya menoleh padanya. Namun Barra hanya mengedarkan pandangan ke aliran sungai besar dengan beberapa perahu jenis kelotok di atasnya.
"Kamu haus?" tanya Sesil dengan sikap seperti sedang menanyai seorang bocah.
Barra kembali menoleh dan menatap lekat Sesil. "Tidak, aku hanya kehilangan genggaman tanganmu."
Sesil tersipu, dia segera menyadari kalau dia sudah tidak lagi menggandeng tangan lelaki di sampingnya. Canggung, Sesil masih belum ingin meggandengnya. Namun Barra segera meraih jemari mungil Sesil dan menggenggamnya erat, hal itu membuat Teza mengangkat kedua alisnya dan sedikit melirik Ameera.
Mereka mengobrol untuk beberapa saat, hingga akhirya memutuskan untuk mencari tempat untuk makan. Kebetulan Barra belum ada memakan apapun sejak malam hingga dia sama sekali tidak keberatan untuk itu.
Kali ini Barra mendapat banyak lirikan kesal dari Sesil karena dia bersikap berlebihan sebagai kekasih sewaan. Awalnya Sesil hanya memintanya untuk menjadi 'teman laki-laki' namun Barra bersikap sangat manis dan penuh perhatian kepada Sesil yang membuatnya merasa bingung dan salah tingkah karena merasa tidak dapat untuk menggoda kembali mantan kekasihnya.
Kling
Masuk pesan dari 'Perempuan 1' di ponsel Barra, dia segera membacanya.
"JANGAN BERLEBIHAN. INGAT! KAMU HANYA MENEMANIKU UNTUK KEMBALI MENDAPATKAN HATINYA!"
Barra menyeringai seraya membaca pesan itu, dia melirik Sesil yang duduk di sampingnya dan sedang mengobrol banyak hal dengan Teza. Lucu, pikirnya.
Sementara itu, tanpa ia sadari. Ameera, perempuan yang sedang bersama dengan Teza sejak tadi memperhatikannya dengan sangat jeli. Dia bahkan sampai menghitung berapa kali Barra tersenyum saat bersama dengan perempuan berbaju merah muda.
"Dia jelas pria yang sangat manis terhadap pasangan. Dia tidak sedingin es saat mengobrol. Lalu kenapa dia sangat kasar denganku?" pikiran Ameera mulai terfokus pada sosok di hadapannya.
Lelaki dengan rambut berwarna coklat itu sedang menikmati makannya dengan tidak mengatakan apapun. Satu potongan dia makan, itu adalah makanan jenis kokoleh yang merupakan khas dari daerah Banjarmasin. Teksturnya yang lembut ditambah dengan kuah gula yang manis sangat nikmat jika dimakan untuk cemilan atau bahkan makan besar.
Ameera sesekali memandangi lelaki berambut coklat yang makan dengan lahapnya. Hingga dia tidak begitu fokus saat Teza menawarinya untuk memesan nasi kuning.
"Kukira kamu akan makan ini," gumam Teza yang baru saja mendapat penolakan dari Ameera.
"Hehe, aku sudah sarapan di rumah. Kakak tahu aku tidak mungkin keluar rumah dengan perut yang kosong, kan?" sahut Ameera dengan tawanya.
Sesil mengatakan dia ingin ke toilet dan kebetulan Teza juga ingin pergi ke sana. Hal itu membuat Sesil antusias karena dia akan memiliki waktu untuk berdua walau singkat.
"Aku ke toilet dulu. Kebetulan dia juga jadi kami akan pergi bersama karena searah," kata Sesil berpamitan.
Barra memandangi perempuan itu beberapa saat lalu mengalihkan pandangannya ke Teza yang tidak bereaksi.
"Hemm hati-hati." Barra meraih tangan Sesil untuk mengelusnya sesaat sebelum perempuan itu pergi.
"Duhh mesranya," ujar Ameera dengan pandangan yang lurus kedepan. Hal itu membuat Barra yang duduk di depannya segera menoleh ke belakang untuk mengikuti arah pandang perempuan berambut ikal itu.
"Kalian! Aku sedang membicarakan tentangmu dan perempuan itu!" sentak Ameera yang membuat Barra segera mengangguk karena baru mengerti.
"Dia kekasihmu kan? Kalian sudah berapa lama bersama? Kenapa kalian selalu mesra? Apakah ada resepnya?" pertanyaan Ameera bertubi membuat Barra urung untuk menyuap makanannya.
"Kenapa kamu sangat ingin tahu?" Barra segera menyuap makanannya tanpa mempedulikan ekspresi Ameera yang kembali kesal dengan responnya.
***