Maniknya menyipit merasakan sinar matahari yang menyinari wajahnya. Sesekali dia melenguh sampai selimutnya di tarik paksa. Hal yang pertama kali dia lihat adalah sepupunya yang menunjukkan sebuah senyuman cerah.
"Pagi Caroline"
Caroline berdecak kesal dan kembali menutup matanya mengabaikan Luis yang tengah menarik koper milik Caroline keluar kamar. Luis yang menyadari Caroline masih tertidur langsung mendekat dan meniup telingga Caroline.
"Yak!! Kau gila!" teriak Caroline dengan tubuh terduduk.
"Tidak"
Hanya itu jawaban Luis, tapi mampu membuat Caroline makin kesal. Dengan raut wajah tanpa dosa Luis menarik tubuh Caroline membawa ke depan pintu kamar mandi.
"Sekarang waktunya mandi, kita akan berangkat sekarang"
Caroline kembali mendengus melihat wajah Luis yang terlihat tidak peduli akan rasa kesalnya. Tapi bukannya masuk Caroline malah mendekati lemari pakaiannya untuk mengambil pakaian dan handuknya.
"Tunggu di luar sana!"
"Baiklah"
Luis keluar membiarkan Caroline bersiap sendiri, merasa sudah tidak ada penganggu lagi Caroline menghela nafas kasar dan langsung masuk ke kamar mandi. Dia tidak mau harus membuat Luis makin bertidak gila. Setelah selesai dia menatap sebuah cermin yang memperlihatkan wajah cantiknya.
Tangannya mengambil sebuah karet dan mengikat rambutnya cepat "lebih baik" ucap Caroline mengukir sebuah senyuman.
Hari ini dia akan pergi, meninggalkan kamar yang sudah dia tempati sejak kecil. Rasanya menyesakkan bagi dirinya, tapi bukan itu yang penting. Di buang oleh ayah kandungnya sendiri membuat dirinya kecewa. Tapi di satu sisi dia juga tau bahwa ayahnya membuang dirinya karena dia cacat.
Andai saja dia tidak cacat pasti dia tidak harus merasakan kejadian seperti ini bukan. Sepertinya dia harus bisa menerima semuanya sekarang. Tida ada yang bisa dia lakuakn untuk menghentikan ayahnya. Dan hari ini adalah hari terakhir dia ada di sini, dengan raut wajah sedu dia menatap ke arah jendela di mana sebuah mobil hitam datang.
"Kenapa ada tamu di hari seperti ini"
Caroline berdecak, menarik tirai jendela sebelum mendengar suara yang mampu membuatnya membeku. Maniknya melebar dengan getaran di tubuhnya yang terlihat begitu jelas. Dia memang tidak bisa berubah menjadi werewolf tapi pendengarannya sangatlah baik. Dia jelas mendengar sebuah sambutan dari kata yang sangat dia harapkan.
Tubuhnya merosot dengan manik menatap ke arah bawah dimana seorang pria paruh baya memeluk pria muda dari mobil itu. Apa dia salah dengar, tidak nyatanya interaksi kedua orang di bawah sangat jelas menunjukkan apa yang dia dengar tadi. Pintu kamarnya di ketuk, Caroline sadar bahwa itu adalah Luis.
Dia tidak mau di buang, padahal di dalam lubuk hatinya masih ada pemikiran bahwa suatu saat nanti ayahnya akan menjemputnya. Tapi sepertinya sekarang harapan itu pupus seketika, air matanya jatuh membasahi pipi Caroline. Apakah sekarang dia memang akan di buang begitu saja.
'Ini gila!'
Tangannya mengepal kuat, dengan air mata yang masih tersisa Caroline bangkit. Dia tidak mau begitu saja di buang, lebih baik dia pergi saja. Dari pada di buang dan masih menyandang sebagai bagian dari kaum werewolf lebih baik dia hidup sebagai manusia biasa saja. Jendela kamarnya dia buka, di bawah sana ada ayah dan ibunya bersama pria seumurannya.
"Kau punya anak huh.."
"Sepertinya aku memang harus membuang jauh-jauh harapan sebuah keluarga yang utuh"
Rasanya sakit, untung saja pintu kamarnya dia kunci tadi sebelum mandi. Bisa saja Luis masuk dan menggagalkan rencananya. Sekarang tanpa Luis atau keluarganya, dia ingin hidup dengan baik. Caroline menghembuskan nafas dan langsung melompat ke arah pohon yang memang berada tidak jauh dari jendela kamarnya.
'Maaf Luis'
Kali ini saja dia ingin egois, kali ini saja dia ingin hidup sesuai keinginannya. Setelah di buang dengan cara seperti ini, apakah dia masih bisa memakai nama keluarga di belakang namanya. Sepertinya itu tidak akan terjadi, bahkan dia merasa tidak ingin hidup seperti ini.
Pintu kamarnya di tendang, terlihat wajah Luis yang memerah dengam manik menatap Caroline kaget. Sepertinya Caroline ketahuan tapi Caroline langsung melompat melewati pagar rumah.
"Caroline!!"
Teriak Luis mendekati jendela kamar Caroline yang terbuka lebar. Dia terlambat harusnya dia langsung membuka pintu kamar Caroline setelah menyadari keanehan yang ada. Dia tau alasan kenapa Caroline kabur, itu semua karena pria di bawah sana. Pria yang berstatus Alpha yang ternyata adalah adik tiri Caroline.
Dengan cepat dia melompat dan mengejar Caroline, dia harus membawa Caroline kembali. Tidak dia harus ikut Caroline jika memang dia ingin kabur. Sejak awal di sudah menganggap Caroline seperti saudara kandungnya akibat umur mereka yang sama. Kenapa juga dia baru mengetahui kebenaran soal adik tiri Caroline sekarang.
Kenapa dia tidak menyadarinya sejak awal, jika dia tau pasti Luis akan mengajak Caroline kabur sejak awal. Manik merahnya bisa melihat Caroline di depan sana, sepertinya Caroline tidak bisa berlari terlalu lama dengan tubuh manusianya.
"Caroline berhenti!"
Caroline menoleh menatap Luis yang sudah semakin dekat, dia tidak ingin tertangkap dan di bawa kembali ke rumah itu. Dia ingin pergi jauh meninggalkan keluarga yang buruk baginya. Tapi Luis terlalu cepat sampai dia merasakan tangan Luis yang berhasil menggenggam tangannya kuat.
Luis menarik Caroline dalam pelukannya, merasakan sebuah air mata yang membasahi kemeja yang tengah dia kenakan. Untung saja dia bisa berlari dengan cepat, jika tidak pasti dia akan kehilangan Caroline. Kehilangan sepupu yang sangat dia sayangi itu.
"Luis.."
Suara Caroline bergetar tapi Luis hanya terus mengatakan tidak apa-apa. Walau nyatanya dia tau bahwa semuanya tidak baik-baik saja. Tapi Luis ingin menjadi sebuah sandaran bagi Caroline sekarang.
"Maaf, harusnya aku membawamu pergi sejak awal" ucapan Luis membuat Caroline mendongak, dia tidak percaya akan apa yang baru saja dia dengar.
"Kau baru tau?"
"Iya, maaf.."
Caroline merasa lega, entah kenapa perasaannya terasa lebih baik sekarang "ayo kita kabur bersama" ucap Caroline dengan sebuah senyuman manis.
"Baiklah, kita kabur" jawaban Luis membuat Caroline makin melebarkan senyumannya.
Keduanya berjalan beriringan sampai di depan halte bus. Mungkin akhirnya memang seperti ini, dia harus meninggalkan hidupnya sebagai Werewolf. Sejak awal dia saja tidak yakin bisa hidup sebagai Werewolf. Bertemu inner woflnya saja dia tidak pernah, tapi kekuatan yang dia miliki adalah kekuatan milik kaum Werewolf.
Ah.. Caroline tidak ingin memikirkan hal itu sekarang, kali ini dia akan pergi bersama sepupunya. Sekarang tidak ada lagi Caroline dari keluarga Edgar, sekarang yang ada hanyalah Caroline yang ingin hidup sederhana bersama sepupunya.
"Kalian berhenti!!"
Keduanya menoleh "paman!!"