"Sera-nee?"
Merlin membelakakan matanya untuk sesaat, sebelum mengedipkannya berulang kali untuk mengonfirmasi apakah yang dilihatnya saat ini nyata atau bukan.
"Merlin-chan, lama tidak bertemu. 2000 tahun, mungkin?" Sera mengatakannya dengan tidak yakin.
"3000 tahun," Merlin membenarkannya sambil memasang ekspresi datar. Dia kemudian melihat sekeliling untuk menemukan dirinya benar-benar ada di gurun. "Ngomong-omong, dimana ini?"
Sera menepukkan dahinya dengan lelah sebelum menggelengkan kepalanya. "Ini adalah ruang jiwa Asheel. Ikuti aku!"
Sera kemudian berbalik dan memimpin, dengan Merlin mengikuti tepat dibelakangnya saat kepalanya terus menengok kanan kiri dengan penasaran.
"Kenapa gurun?" Merlin bertanya, tidak menyadari dirinya telah kembali ke sifat kekanak-kanakannya 3000 tahun yang lalu.
"Aku juga tidak tahu. Tapi ... setiap pasir yang kau injak mengandung kekuatan yang menakutkan. Berhati-hatilah, atau jiwamu akan lenyap."
"Hiiii..!" Merlin yang akan mengambil pasir di tanah langsung menyentakkan tubuhnya, kemudian buru-buru mendekati Sera dengan takut.
"Aku yakin jika dunia luar juga 3000 tahun telah berlalu. Tapi kau sama sekali tidak berubah, Merlin-chan." Sera berkata sambil tersenyum.
"Mana mungkin begitu, aku hanya seperti ini jika bersama kalian. Yang artinya, Merlin-sama yang kamu lihat saat ini merupakan sesuatu yang spesial untuk kalian bertiga, termasuk Ophis-chan." Merlin berkata sambil membusungkan dadanya dengan bangga.
"Apakah itu juga kebanggaan seorang penyihir?" Sera terkekeh.
"Tidak juga. Ini perlakuan khususku untuk kalian, keluargaku."
"Keluarga?" Sera menengok Merlin tanpa ekspresi, membuat yang terakhir ketakutan dan mengira dirinya telah menginjak ranjau.
"B-Bukan itu maksudku...!" Merlin buru-buru berkata dengan panik.
"Hmm, keluarga ya~? Apa peranku jika kamu menganggapku sebagai keluarga?"
"Eh?! Aaaaa ... kakak perempuan, mungkin?" Merlin menggaruk pipinya saat matanya berkeliaran ke segala arah.
"Menurutmu, apakah aku pantas menjadi kakakmu dengan diriku apa adanya?" Sera bertanya tanpa berbalik ke arahnya.
"Sera-nee?" Merlin tidak mengerti kenapa Sera menanyakan hal itu. Padahal mereka sudah lama tidak bertemu, bukankah seharusnya membicarakan pengalaman hidupnya terlebih dahulu? Kecemasan dan keraguan mulai tumbuh di hatinya, tapi dia tetap menjawab dengan senyum penuh kasih di wajahnya: "Selama terdapat kehadiran Sera-nee di rumah, maka kau akan selalu kuanggap sebagai kakakku!"
"Oh, begitu. Tapi sayangnya aku tak pernah menganggapmu sebagai adikku," kata Sera tanpa ampun.
Merlin sangat terguncang setelah dia mendengarnya. Matanya membelalak tak percaya, hatinya sangat menolak menerima kenyataan yang terucap dari mulut Sera. Telinganya juga dengan jelas mendengar nada Sera sangat dingin saat mengatakan itu.
Dia berhenti di langkahnya, menggigit bibirnya saat matanya linglung seolah telah menatap kekosongan.
"A-Apa yang baru saja Sera-nee katakan?" Mulutnya masih bertanya terlepas apa yang dia dengar telah masuk ke sel-sel otaknya, membuat proses memahami kata-katanya menjadi sangat rumit.
"Apakah kurang jelas? Selama ini, aku tak pernah menganggapmu sebagai adikku." Sera juga berhenti dilangkahnya menyesuaikan Merlin, menatap lubang kekosongan di mata Merlin dengan ekspresi acuh. "Memang itu kenyataannya. Kau bukan salah satunya, Merlin-chan. Kau bisa berada di sisi Asheel karena kau seorang gadis yang sangat manis saat itu."
"Jadi begitu...." Nadanya sangat lemah saat Merlin mengatakan itu. Tangannya mengepal didepan dadanya. "Aku seharusnya juga sudah tahu itu, tapi aku tetap pura-pura tidak tahu. Ini sangat menyakitkan, Sera-nee. Aku tidak tahan lagi."
Merlin sangat terpukul oleh kenyataan ini. Fakta bahwa dia hanyalah anak yang dipungut oleh Asheel, orang yang juga ikut campur dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Selama waktu bersama mereka, mungkin hanya Asheel lah yang memperlakukannya paling tulus.
"Jika kau tetap ingin berada di belakang Asheel, aku takkan menghentikanmu. Namun, kau harus tahu siapa jati dirinya yang sebenarnya. Asheel adalah Penguasa Kekacauan, dan sudah takdirku sebagai Void untuk selalu bersamanya."
"Apakah Sera-nee juga....!?"
"Tidak," Sera langsung menyelanya sebelum Merlin bisa menyelesaikan kalimatnya.
Sera tahu apa yang akan dikatakan Merlin: Apakah dia terpaksa berada di sisi Asheel?
Dia yakin Merlin akan menanyakan itu.
Kenyataannya, Sera berjuang untuk menjadi pemegang kekuatan Void hanya untuk bisa selalu bersama di sisi Asheel. Dia harus melenyapkan pengguna Void sebelumnya untuk bisa menerima kekuatan ini.
"Akulah yang menciptakan takdirku sendiri. Aku menganggap keberadaanku hanya untuk ada di sisi Asheel." Sera berkata dengan bangga.
Namun yang menyambut mereka berdua setelah mengatakan kalimat bangga itu hanyalah keheningan dan angin gurun.
Merlin terdiam sesaat saat dia jatuh pada perenungannya, sebelum mendongak dengan mata yang berkaca-kaca karena tekad.
"Aku juga! Kalau begitu, aku juga akan menciptakan takdirku sendiri! Aku ingin kalian bertiga menjadi keluargaku satu-satunya!"
Sera sedikit tertegun sebelum senyum muncul di wajahnya. "Kalau itu lebih tidak mungkin."
Sekali lagi, dia menghancurkan hati Merlin.
Sebelum Merlin bisa mengeluh, Sera sudah menyelanya:
"Karena kami juga memiliki keluarga sendiri."
Merlin membelakakan matanya, tapi kali ini karena cahaya. Cahaya yang hanya bisa dilihat oleh matanya, membuatnya berkilauan akan pemahaman keluarga.
"Begitu." Merlin mengangguk mengerti, kemudian juga menunjukkan senyumannya. "Aku akan berusaha keras untuk bisa bergabung dalam keluarga itu!"
"Tidak perlu."
"Eh?!"
"Karena kamu juga salah satunya."
"Sera-nee..!" Mata Merlin berkaca-kaca.
"Ngomong-omong soal keluarga, Asheel sebenarnya sudah mempunyai anak." Sera menambahkan.
"Eh!?" Merlin terkejut sekali lagi, itu karena Asheel tidak pernah membicarakannya. Kemudian dia menjadi gugup saat menatap wajah Sera yang terlihat tidak senang karena membicarakan hal itu. "Apakah ada masalah dengan itu?"
"Tidak ada, hanya saja itu dari wanita lain bernama Olivia." Sera berkata sambil menggigit jarinya dengan kecewa. "Cih, padahal aku istri pertama. Tapi kenapa bukan anakku yang pertama! Dasar Asheel c*c*ţ@%@$@!!!"
"Oi!" Merlin menepis kutukan itu ke samping. Dia kemudian menggelengkan kepalanya. 'Apakah ini dampak buruk harem? Apakah karena Asheel tidak subur?'
Jika Asheel mendengar pikirannya, dia pasti sudah memoles kepalanya hingga botak seperti batu giok.
...
"Elizabeth-sama, kau tidak harus memaksakan dirimu...!" King berkata dengan khawatir.
"Aku tidak apa-apa." Elizabeth mengusap keringat menggunakan salah satu lengannya saat tangan yang lain terus terulur sambil mengeluarkan sihir «Ark».
Ark tersebut merupakan versi penyembuhan, dan alasan Elizabeth melakukannya karena target dia menyembuhkan adalah Merlin yang berbaring di tempat tidur.
"Selama Merlin-sama bisa sembuh, aku akan mengerahkan semua kekuatanku!" Elizabeth berkata dengan tekad.
Wajah Merlin tampak tenang dan nyaman, tapi meski begitu kondisi tubuhnya kebalikan dari kenyamanan yang dirasakan. Merlin terlihat seperti bisa mati kapan saja.
"Di saat situasi saat ini, apa sih yang dilakukan Danchou?!" Ban mengeluhkan ketidakhadiran kaptennya.
"Anu ... Ban-san? Kalau itu, aku baru saja melihat Danchou sekilas sebelumnya. Tapi aku tidak yakin apakah itu benar-benar dia..." Escanor versi kurus berbicara dengan lambat.
"Hah?! Apa kau yakin!?"
Semua orang langsung menoleh ke arahnya, membuat Escanor lebih gugup:
"Awawawa! Aku masih belum yakin, tapi aku merasa itu benar-benar Danchou!"
"Di mana?!" Ban bertanya dengan menyentak.
"Itu ... saat Merlin-san pingsan sebelumnya, dia sepertinya sedang menggunakan sihir yang membuatnya bisa melihat ke tempat yang jauh. Merlin-san menggunakannya untuk menyelidiki keberadaan Danchou. Aku hanya bisa melihatnya secara sekilas." Escanor menjelaskan, sebelum berkata dengan ragu-ragu: "Dan itu ... aku juga melihat Sepuluh Perintah Tuhan bersamanya, Zeldris dan Estarossa."
"Danchou...! Apa kau benar-benar...!?" Ban menggertakkan gigi.
"Ban, jangan memutuskannya begitu saja. Aku yakin jika Danchou tidak akan berkhianat!" King menyangkalnya.
"Benar! Danchou akan selalu berada di pihak kita!" Diane menambahkan.
"Aku juga percaya pada Danchou!" Escanor berseru, sebelum berkata lagi: "Dan juga, sepertinya Merlin-san mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang Danchou, hanya saja seperti ada sesuatu yang membuatnya sulit untuk mengatakannya."
"Ugh!"
Elizabeth tiba-tiba terhuyung, tapi tetap mempertahankan «Ark» dengan susah payah.
"Apa kau merasa pusing, Elizabeth-chan? Jangan memaksakan dirimu!" Hawk berkata.
"Zanpanchou, kurasa bukan itu masalahnya." Gowther menegur Hawk dengan nama gelarnya.
"A-Aku...! Baik-baik saja....!" Mata Elizabeth semakin sulit untuk terbuka tapi karena tekad kuat, dia berhasil mempertahankannya. Namun tubuhnya yang tidak baik-baik saja itu semakin menurunkan performanya. Dia terhuyung dan akan jatuh.
Diane menangkapnya dengan sigap saat Elizabeth dipastikan juga pingsan.
"Hmm? Aku baru saja melihat kedua mata Elizabeth berubah menjadi mata uniknya, mata Klan Dewi!" King berseru, yang membuatnya mengingat akan pengalamannya selama perang suci dan dia menceritakan semuanya seperti saat dia bertemu Elizabeth versi lain.
King memberitahu jika mata yang baru saja dia lihat sama persis ketika dia melihatnya saat Elizabeth masih menjadi anggota Klan Dewi.
Pembicaraan berakhir setelah Merlin dan Elizabeth dibaringkan bersebelahan.
Untuk topik Asheel mempunyai anak, sebenarnya sudah pernah disinggung di ch1. Saat Arc Kyoto juga.
Thx4