webnovel
avataravatar

Tersiksa Rindu

Setelah melaksanakan solat Asar, keluarga Kiai Fattah berhenti disebuah warung makan halal, yang mana di tempat itu disediakan memancing, dan ikan yang didapat yang nanti akan dimasak. Sofil dan Fatih memancing untuk berbuka puasa.

"Lanjutkan Gus pintu-pintu surga," pinta Sofil, Fatih tersenyum.

"Kalau membahas surga banyak keindahan dan Allah sangat memudahkan. Pintu pertama bertulis, Laa ilaaha illallaahu Muhammadur Rosuulullaah, pintu para Nabi, Rosul, Syuhada dan dermawan. Pintu kedua untuk orang-orang yang mengerjakan solat dengan sempurna dan menyempurnakan whudlunya," belum selesai.

"Waduh aku sering ninggal sunnah, hanya mengerjakan wajib rukun yang penuhi ada enam, niat, membasuh wajah, kedua tangan sampai sikut, sebagian kepala dan kaki sampai mata kaki, dan tertib, aku jarang sekali berkumur, baiklah akan ku lakukan sunnahnya whudu, ini demi diriku sendiri ya Allah," sahutnya, Fatih menepuk bahunya.

"Aku juga masih belajar Sofil," ujar Fatih, Sofil mengangkat pancing dan dapat.

"Alhamdulillah ... Sebenarnya kasian ikan ini,bibirnya terluka, maaf ya kan. Lalu Gus?"

"He he he, MasyaAllah kamu tuh, setelah bicara sama ikan. Tanya aku ... Sedikit lupa, pintu untuk orang-rang yang mengeluarkan zakat hartanya, pintu keempat, pintu untuk orang yang memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran. Pintu kelima, pintu untuk orang yang mengekang hawa nafsunya dari hal yang menyenangkan,"

"Weh ... Aku banget ini, ya Allah terkena ...." teriaknya terkena kail pancing. Fatih segera membersihkan darah dijari adiknya. "Jangan so sweet Gus," tegur Sofil, Fatih menatap adiknya lalu tertawa.

"Ha ha ha, Sudah ayo ...." ajak Fatih berjalan dan mengambil ember, lalu diberikan kepada chef.

"Gus, yang keenam?" tanya Sofil, Fatih duduk digazebo diatas kolam. Sofil ikut duduk.

"Pintu keenam pintu untuk orang-orang yang beribadah haji dan mengerjakan umrah. Pintu yang ketujuh adalah pintu untuk orang yang berjihad di jalan Allah, maksudnya hijad dijaman sekarang ini adalah belajar agama tanpa berperang. Hijad memerangi hawa nafsu bukan memusuhi sesama manusia,"

"Benar Gus, ngeri kalau melihat sesama manusia tapi saling mengunggulkan agama masing-masing. Ah ... Lebih baik perbaiki diri sendiri jangan berkomentar kalau tidak tau landasan, lalu yang kedelapan Gus?" tanya Sofil.

"Yang kedelapan itu pintu untuk orang-orang yang memejamkan pandangannya dari hal-hal haram dan mengerjakan kebaikan serta kebajikan, berupa taat kepada orang tua, silaturrahmi dan amalan-amalan baik yang lain. Allah memudahkan hambanya, Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur. Ayat 185 Al-Baqarah. Kamu tidak punya hutang puasa kan?"

"Ada Gus satu," pengakuan Sofil tanpa malu, Fatih menggelengkan kepala.

"Astagfirullah ...."

"Saat menyusul Gus, aku tidak tahan sebenarnya waktu magrib saat itu kurang tiga menitan paling, tapi apa daya, bisikan setan menyiksaku, aku minum air keran, tapi aku berniat membayarnya Gus," ucapan Sofil penuh sesal, Fatih tersenyum.

"Ya ... Harus diqodo', jangan hanya ungkapan menyesal dari bibir," tegur Fatih, "Sebentar ke kamar mandi," pamit Fatih. Sofil mengambil ponselnya.

"Bagaimana aku bisa tersiksa rindu yang teramat berat, padahal wajahnya saja tidak pernah lihat. Ada kobaran api didalam dsini, ya Allah ...." merasa bergejolak tak karuan, Sofil mencoba mengchat motifator muda itu.

[Assalamualaikum]

tulisnya singkat.

[Wa'alaikumsalam, persiapan berbuka puasa Mas, nanti ya, kalau ada kepentingan tanya saja, nanti aku jawab,]

Balasan chat yang singkat dari Nasya.

"Gadis ini semakin membuat aku penasaran, bagaimana kalau nanti setelah tau wajahnya? Apa aku akan terima? Bagaimana kalau dia berjerawat? Sofil ... Ayolah jangan memandang orang dari fisik, fisik cantik kalau kelakuan seperti badak ngamuk ya tidak baik juga," keluhnya ngomong sendiri tanpa henti. Sofil teringat sesuatu saat merogoh sakunya, Ia tertawa sendiri.

"Mas tertawa boleh, tapi jangan sendiri," tegur pemuda mengantar makanannya, Sofil malah tertawa pemuda itu merasa ngeri.

"He he he, Astagfirullah ...." sadarnya, Fatih dari kejauhan melihat kekonyolan saudaranya.

"He he he, aku malah ketularan, Astagfirullah ..." ia melangkah mendatangi Adiknya. "Ngetawain apa?" tanya Fatih duduk, kedua pemuda ini mendengar azan, lalu memulai berbuka puasa.

"Ngetawain Gus, suara deg deg deg, detak jantung gus kedengeran," jawab Sofil sambil makan. Fatih heran dan hanya geleng-geleng lalu berdoa, "Nih gus di simpan di tempat yang aman, dekat dengan hati,biar tidak kemana-mana," ujar Sofil memberi kertas kecil ke Fatih, Fatih membukanya.

"He he he, foto sekecil ini," Fatih tidak jadi makan setelah foto Bilqis sekecil kuku Fatih, Fatih memasuk kan ke saku atas kanan baju."He he he MasyaAllah wajahnya tidak terlihat, dapat dari mana?" tanya Fatih.

"Tidak terlihat tapi disimpan, nemu dan aku gunting foto khaul dari kamar Umi," jawab Sofil ringan dan enak makan.

"Payah, he he he, dimarah Umi kamu nanti, sudah solat dulu," ujar Fatih beranjak lalu berjalan cepat sambil senyum-senyum sendiri.

"Ciye ... Tapi di simpan dekat dengan hati ...." ledek Sofil yang mengkuti langkah Fatih, kedua anak manusia ini whudlu dan melaksanakan solat di Musola depan Resto.

Solat hanya tiga raka'at, Sofil keluar lalu.menatap langit yang mulai gelap. "Aku merindukanmu Nasya, tanpa tau alasannya apa? Apa yang aku rindukan darinya, padahal kita tidak pernah bertemu. Aku sangat tersiksa," gumam Sofil. Tidak lama keluar semua keluarga dan melanjutkan buka.

"Fatih Sofil, sekalian terawih disini ya," ajak Kiai Fattah, Sofil dan Fatih mengangguk tidak keberatan. Mereka makan beda tempat, ponsel Sofil berdering.

"Duh duh Mbak Husna," Sofil tidak biasa berbicara dengan Kakak perempuannya, ia melempar ponselnya ke Fatih.

"Assalamualaikum ... Hai Rafka ..."

"Wa'alaikumsalam, kapan pulang? Aku dan Masmu di Pekalongan ini, pada kemana sih?" tanya Husna.

"Baru ta'arufan Neng," sahut cepat Sofil, Fatih menginjak kaki adiknya. Sebutan Neng kalau di pesantren artinya Mbak.

"Alhamdulillah ... Akhirnya aku mendengar suara Sofil.

"Neng Kakiku diinjak," keluh Sofil.

"Baru sepuluh hari Mbak nanti syawal tanggal tiga berangkat lagi," jelas Fatih.

"Kalau Sofil bagaimana sama Neng Ainun?" tanya Husna, Sofil yang mendengar nama itu seketika lemas.

"Semaput aku ...." gumamnya, Fatih tertawa.

"He he he. Kita lihat nanti saja Neng, pada siapa hati putra sang Kiai berlabuh, katanya masih butuh titik putih diatas warna hitam," jawab Fatih memakili Sofil.

Bersambung.

次の章へ