SETIAP gadis yang berhasil terpilih menjadi maid istana dipulangkan oleh kerajaan dengan kereta kencana.
Posisi maid di Kerajaan Atalaric cukup penting. Derajat mereka bagaikan selir kerajaan. Karena, para raja dan pangeran tidak diperkenankan memiliki selir. Hanya boleh menikah dengan bangsawan atau pun puteri kerajaan negeri seberang.
Meskipun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan, jeleknya reputasi maid di Kerajaan Atalaric. Para rakyat maupun bangsawan Kerajaan Atalaric menganggap maid adalah simpanan raja dan pangeran. Yang bisa diperbudak dan diperlakukan seenaknya.
Audrey merasakan tatapan mereka rakyat dalam kereta kencana itu. Audrey menutup tirai kereta kencana dengan cepat.
Ia mendesis pelan, "Sialan, aku harus cepat sampai ke rumah, aku tidak mau jadi tontonan rakyat kerajaan ini,"
"Cepat, Pak!" perintah Audrey pada sang kusir.
Sang Kusir mencambuk kudanya sehingga kereta kencana miliknya berjalan lebih cepat.
Mendengar suara kaki kuda, keluarga Frankie keluar dari rumahnya. Kereta kencana itu berhenti di depan rumah keluarga Frankie.
Melihat Audrey pulang diantar kereta kencana, Barsha langsung memeluk anaknya.
"Syukurlah, kamu berhasil! Kamu lolos!"
Barsha tidak henti-hentinya mengecupi kepalanya.
Audrey melepaskan pelukan Ibunya dengan cepat. Ia sungguh membenci dirinya yang menjadi maid bodoh ini.
"Kepala Pelayan mengatakan pada kami untuk pulang. Mereka mengizinkan kamj bertemu dengan kalian. Sebelum aku terpenjara di istana itu,"
"Audrey!" Barhsa memekik. Pasti karena ucapan Audrey. Namun, Audrey tidak peduli.
Ia hanya masuk ke dalam rumah. Di rumah kecilnya yang hanya memiliki dua kamar. Rumahnya juga hanya memiliki dapur yang merangkap sebagai ruangan keluarga, ruang makan, dan juga ruang tamu.
"Hei, Kakak." Pruistine memanggilnya. Pruistine dan Nissim masih mengunyah roti gandum super keras itu.
"Cih," Audrey merasa kesal dengan rumahnya sendiri yang begitu sumpek.
Gadis itu menghambur ke dalam kamar.
Ternyata, Pruistine dan Nissim mengikutinya masuk ke dalam kamar.
Sumpah! Audrey tidak ingin diganggu malam itu. Akan tetapi, kedua adiknya itu malah ada di kamarnya.
Pruistine, adik keduanya berumur tujuh tahun. Sementara Nissim, satu-satunya anak lelaki di rumah ini, berusia lima tahun.
"Kakak akan ke istana?" tanya Nissim dengan polos.
Audrey membuang napasnya. Sabar, sabar. Adik-adiknya ini tidak mengerti apa-apa.
Dipaksakan sebuah senyuman di bibirnya, "Iya, aku akan ke Istana Pangeran Rhysand. Dan bekerja di sana."
"Wah..." Pruistine dan Nissim berdecak kagum.
"Bagaimana bagian dalam istana kerajaan? Bukankah hanya orang penting saja yang bisa masuk ke sana?" tanya Pruistine dengan gigi gupisnya.
"Iya, hanyalah orang tertentu saja yang bisa masuk sana. Kau ingin tahu seperti apa dalamnya?"
"YA!!!" Pruistine dan Nissim menjawab serempak.
"Baiklah, akan kuceritakan bagaimana istana itu..."
*
AUDREY menguap lebar. Semalaman, ia mendongeng untuk Pruistine dan Nissim. Tatkala kedua bocah itu terlelap, barulah ia ikut tidur.
Audrey memeriksa kembali barang bawaannya. Ia membawa beberapa pakaian -yang sebenarnya itu tidak penting-. Dan juga perlengkapan mandinya.
Ia memasukkan beberapa helai pakaian itu ke dalam buntalan tas kain. Lalu, menggendongnya di punggung.
Keempat anggota keluarganya sudah berdiri di depan kereta kencana. Pruistine dan Nissim tidak henti-hentinya terperangah atas keindahan kereta pembawa pelayan ini.
"Ayah, apakah kita bisa memiliki kereta seperti ini, kelak?" tanya Nissim pada Loye.
"Tentu saja, kalau kakakmu sukses di kerajaan, dia akan membeli kereta sekeren ini untuk kita,"
Audrey mendecak dongkol.
"Ya, aku akan beli semua kereta di dunia ini dan menjadi bangsawan kelas sultan. Tunggu saja," jawab Audrey menyindir kedua orang tuanya.
"Audrey, ini adalah momentum perpisahan kamu dengan keluarga ini. Apakah kamu ingin mengakhirinya dengan penuh amarah?" tanya Barsha dengan lembut.
Mendadak, dada Audrey memberat.
Benar juga, ini kali terakhirnya bersama dan memandangi keluarganya satu per satu.
Sebab, seorang maid hanya boleh pulang selama lima tahun sekali. Ia akan terkungkung dalam istana itu selama lima tahun penuh.
Barsha memeluknya secara impulsif. Suara ibunya itu berubah serak. Ia mulai terisak.
"Sayang, maafkan Ayah dan Ibu yang menukar hidup dan kebahagiaanmu. Kamu tidak lagi memiliki kebebasan. Jiwa dan ragamu sudah dimiliki oleh istana. Ayah dan Ibu meminta maaf."
Gugusan kalimat yang terlontar dari mulut Barsha membuat Audrey melunak. Perlahan, air mata merembes dari pelupuk matanya.
Ia harus meninggalkan keluarganya.
Hidup sendirian di istana. Melayani titah sang pangeran.
"Audrey... Sekali pun kehidupan di istana itu berat, jaga dirimu. Selalu jaga dirimu."
Audrey mengangguk. Ia berusaha untuk menjaga keselamatan dirinya sendiri.
"Audrey, bolehkah Ibu meminta sesuatu padamu?"
Audrey melepaskan pelukan sang ibu. Disekanya titisan bening yang melesak keluar dari mata sang ibu.
"Audrey, ibu meminta padamu, jangan pernah sekali-kali, kamu melawan perintah Pangeran."
Audrey hanya terdiam. Air mata masih membanjir.
"Jangan sampai, kami melihatmu hanya tinggal kepala di tengah kota."
Tangis Audrey merebak. Hanya tinggal kepala...
Kalau ia memberontak, ia bisa dipancung. Kemudian, kepalanya akan digantung di tengah kota.
"Jangan sampai."
Audrey menghapus air matanya.
Jangan sampai dia mati. Ia tidak boleh mati.
*
GERBANG istana Pangeran Rhysand terbuka lebar. Para maid baru menyeret koper mereka dan mulai masuk ke dalam istana.
Seorang gadis berusia dua puluh lima tahun, berdiri menjulang di depan mereka. Gadis itu menantikan seluruh maid berkumpul di depannya.
"Selamat datang di istana Pangeran Rhysand. Perkenalkan, aku Edeva. Aku adalah kepala pelayan wanita di sini. Aku bertugas mengatur dan memberikan tugas kepada kalian selama di istana. Jadi, kalian semua harus patuh kepadaku. Kalian mengerti?!!!"
Nada Mademoiselle Edeva berjengit. Wajahnya begitu kaku.
"Setelah kami mempertimbangkan, setiap maid di istana akan menandatangani pakta kerajaan. Pakta kerajaan itu tersemat dalam pakaian kalian dalam tas-tas itu."
Mata Audrey beralih kepada tas yang berada di ujung ruangan.
"Di sana, tertulis semua aturan berpakaian, hingga bertutur kata. Jadi, taatilah peraturan itu. Atau kalian, akan diasingkan dihukum."
Pelayan yang lain, Hugo membagikan tas kepada mereka. Sekaligus membagi kamar mereka semua.
Tatkala mereka hendak masuk ke kamar, Mademoiselle Edeva memanggil Audrey.
"Audrey Frankie, aku memintamu untuk ke ruangan Pangeran. Pakailah seragammu."
Audrey membeliak. Oh, astaga! Padahal, baru saja, ia datang!!!
Ia ingin menikmati kasurnya sejenak!
Tetapi, apa katanya?! Ia dipanggil oleh Rhysand?
Dasar bayi besar! Audrey menggendong tas pemberian Hugo tinggi-tinggi. Dengan langkah yang lebar, ia berjalan cepat menuju kamarnya.
*
AUDREY TERPERANGAH.
Ia berhasil menemukan kamarnya cepat dibandingkan dengan maid lainnya.
Ketika ia membuka tas dari Hugo, ia shock.
Ada beberapa buntalan pakaian sekaligus buku super tebal yang memuat peraturan.
Mulut Audrey menganga. Buku itu sekitar 500 halaman, bahkan lebih.
Audrey memandangi pakaiannya. Ia harus memakai pakaian yang mana? Ia buta aksara. Tidak tahu apa-apa.
Mata Audrey memandang ke arah maid yang berseliweran di luar kamar. Mereka mengenakan pakaian hitam putih.
Maka, bukanya buntalan itu.
Ketika membuka buntalan itu, Audrey tidak percaya dengan apa yang di depannya.
Ternyata.... Di dalam tas itu, bukan hanya pakaian luar saja, pakaian dalam mereka juga di atur!!
Kali ini, ia harus mengenakan pakaian dalam hitam berenda.
Astaga! Semesum sebenarnya pangerannya itu?!
*
Selamat, selamat, selamat! Kalian sudah membaca bab 4! Bagaimana perasaan kalian ketika baca bab ini?
Waw! Isi juga kolom review di bawah, ya! Terima kasih!