webnovel

The Dangerous Love Zone - 10

Tap.. Tap.. Tap.. Tap..

Azami yang sedang berlari kecil menyusuri trotoar jalan menuju rumah milik Juza menghentikan larinya saat melihat lima buah mobil hitam melaju memasuki perkarangan rumah.

Dilirikan matanya kearah jam tangan yang saat ini sudah menunjukan pukul empat pagi.

"Sepertinya mereka selalu pulang di jam-jam seperti ini." Gumam Azami yang kembali melangkahkan kakinya menuju rumah Juza.

Sesampainya di depan gerbang rumah, Azami dapat melihat beberapa anggota gangster yang dirinya ketahui bukanlah anggota inti, kini sedang bercengkrama sembari menghisap rokok mereka masing-masing.

"Yoo Azami-kun! Kau sudah kembali!" Sapa salah seorang anggota gangster yang tadi dirinya lihat tengah bercengkrama sambil melambaikan tangan kearahnya.

"Ya. Kalian juga. Bagaimana dengan pertemuan kali ini? Apa berjalan lancar seperti biasanya?" Tanya Azami yang kini sudah bergabung dengan para anggota gangster.

"Ya seperti biasa. Aku sangat kagum dengan Juza-san, dia selalu bisa menghadapi para pembisnis yang memiliki jalan fikiran licik." Jawab sang anggota gangster yang di sahuti oleh rekannya yang lain.

"Apa lagi kali ini kita melakukan pertemuan dengan salah satu petinggi industri hiburan."

"Jika tidak salah, nama perusahaan yang dipegangnya itu adalah A&Y Group."

Azami terdiam sesaat mendengar perkataan salah seorang anggota gangster. Sebelum dirinya bertanya untuk memastikan lagi "A&Y Group?"

"Ya, perusahaan terbesar di industri hiburan yang baru-baru ini pemimpinnyadi gantikan karena pendiri perusahaan itu mengalami kecelakaan pesawat bersama sang istri."

"Oh ya, aku juga mendengar jika pemimpin yang sekarang ini adalah Ken Furuichi kakak kandung dari mendiang Yusuke Furuichi pendiri perusahaan."

Azami mengerutkan dahinya. "Ehm, kalian mendapatkan informasi itu darimana?"

Para anggota gangster dihadapan Azami kompak mengalihkan tatapan mereka kearahnya.

"Berita itu beredar dimana-dimana Azami-kun. Mulai dari media cetak, sosial media dan juga televisi. Itu adalah berita paling menggemparkan."

"Benar-benar, bahkan di media sosial banyak yang mempertanyakan mengapa perusahaan itu tidak diambil alih langsung oleh anak kandung mendiang Yusuke Furuichi."

"Tapi kau tahu? Perusahaan itu dengan cepat menjawab jika anak kandung mendiang Yusuke saat ini masih mengenyam pendidikan di luar negeri dan masih belum siap untuk mengambil alih perusahaan."

"Sayangnya mendiang Yusuke semasa hidupnya tidak pernah terbuka mengenai penerusnya. Jadi ada banyak spekulasi yang beredar di khalayak publik mengenai jati diri penerusnya."

"Ah, Azami-kun. Jika kau tertarik dengan pemberitaan itu, kau bisa membacanya di koran edisi kemarin yang aku letakan di ruang makan. Karena berita itu sampai saat ini masih cukup menggemparkan."

"Belum lagi kabarnya, beberapa jadwal para artis nauangan mereka yang sudah di susun oleh mendiang Yusuke akan mengalami perubahan."

Azami menganggukan kepalanya merespon perkataan para anggota gangster. "Baiklah. Kalau begitu aku masuk dulu kedalam."

"Yoo. Nanti jika ada waktu lagi kita bisa bercengkrama bersama." Sahut salah satu anggota gangster sebelum Azami pergi memasuki rumah.

Selama perjalanan memasuki rumah, perkataan para anggota gangster cukup mengusik pemikirannya. Terutama saat mengetahui jika pamannya baru saja menemui Juza, itu merupakan hal yang paling menganggu dirinya. Ada kepentingan apa sang paman sampai menemui Juza yang merupakan ketua gangster?

Azami menghela nafas dalam. Dirinya berpikir untuk segera menghubungi Renji dan mengkonfirmasi mengenai hal ini bagaimanapun caranya.

***

"Azami-kun! Tolong antarkan pesanan ini untuk meja nomor lima!"

"Azami-kun, ini pesanan untuk meja nomor dua tujuh."

"Azami-san, tolong berikan ini untuk meja nomor satu."

"Azami-kun! Tolong, ini pesanan meja nomor tiga puluh dua. Maaf jika merepotkan mu!"

Azami menganggukan kepalanya saat Toshiro mengulurkan segelas milkshake strawberry kepadanya. Dirinya pun segera mengantarkan minuman tersebut kemeja pelanggan.

Setelah memberikan pesanan itu, Azami menghela nafas. Meski dirinya sudah disibukan dengan pekerjaan di kafe, namun informasi yang dirinya dapatkan dari para gangster dan berita yang dirinya baca di koran mengenai perusahaan keluarganya masih sangat menganggu fikirannya.

Azami tidak ingin langsung mempercayai berita itu jika bukan bersumber langsung dari Renji. Tetapi jika apa yang diberitakan di koran benar, maka dirinya harus segera mengambil tindakan.

"Selamat siang Azami-kun."

Azami yang terlalu fokus dengan fikirannya, sama sekali tidak menyadari jika kini berdiri seorang perempuan yang sedang mengulas senyuman manis dihadapannya.

"Ah, ya selamat siang juga." Balas Azami sambil menganggukan kepalanya.

"Apa kau baik-baik saja? Aku sedari tadi memanggil mu, tetapi kamu tidak merespon ku."

Azami menganggukan kepalanya lagi. " Ya, aku baik-baik saja. Maaf sudah membuat mu khawatir."

Perempuan di hadapan Azami menggelengkan kepalanya. "Ah tidak. Syukurlah jika Azami-kun baik-baik saja."

"Sebentar, namamu Akiko Hoshimiya bukan?" Tanya Azami pada perempuan di hadapannya yang jika dirinya tidak salah ingat adalah perempuan yang pernah memberikannya nomor ponsel beberapa hari lalu..

"Ya benar. Kau bisa memanggil ku Miya-chan." Jawab perempuan dihadapan Azami sambil mengulaskan senyuman cerah diwajahnya.

Azami pun menganggukan kepalanya pelan. "Baiklah Miya-chan."

"Azami-kun, apa yang sedang kamu lakukan di depan kafe? Mengapa kau tidak ikut bekerja melayani pelanggan didalam sana?" Tanya perepuan dihadapan Azami yang bernama Akiko.

"Hari ini aku mendapat shift untuk menyambut pelanggan yang datang." Jawab Azami yang membuat Akiko menganggukan kepalanya dua kali.

"Azami-kun, apa kamu masih belum memiliki ponsel juga? Jika belum , aku bisa meminjamkan mu salah satu ponsel milik ku."

Azami yang mendengar perkataan Akiko sedikit terkejut. Dirinya menatap heran Akiko yang dengan senang hati menawarkan untuk meminjamkan ponsel milik perempuan itu sendiri.

"Tidak perlu, aku akan membeli ponsel sendiri setelah mendapatkan bayaran dari kafe." Balas Azami dan dirinya dapat melihat ekspresi kecewa diwajah Akiko.

"Begitu rupanya. Baiklah, aku akan terus menunggu sampai Azami-kun memiliki ponsel dan mengubungi ku." Ujar Akiko dengan tersenyum manis.

"Miya-chan, apa kau datang kr kafe ini hanya untuk menyapa diriku saja?" Tanya Azami dan membuat Akiko terdiam sesaat sebelum perempuan itu memekik senang.

"Tentu tidak! Aku datang ke kafe ini untuk memesan makanan dan minuman agar Azami-kun dapat segera memiliki ponsel baru."

"Baiklah kalau begitu, selamat menikmati." Balas Azami, membuat Akiko menjadi gugup lalu berjalan memasuki kafe.

Setelah memasuki kafe, Akiko membalikan tubuhnya untuk melihat kearah luar kafe dimana Azami kini memunggunginya dan melayangkan tatapan kagum.

"Aku akan berusaha agar kau menyadari perasaan ku, Azami-kun."

***

Juza yang baru selesai membersihkan dirinya berjalan mendekati tempat tidurnya dimana terdapat paperbag kecil diatasnya, lalu membuka paper bag itu dan melihat isinya.

"Apa dia akan menyukainya?" Gumam Juza sambil menatap sebuah kotak merk ponsel yang saat ini sedang sangat terkenal.

"Seharusnya dia akan menyukai ini. Karena ponsel adalah benda yang sangat penting." Gumam Juza lagi yang kembali memasukan kota ponsel kedalam paperbag.

"Aku akan memberikan ini padanya. Seharusnya dia sudah pulang."

Juza menolehkan kepalanya ke arah jam dinding yang kini menunjukan pukul enam pagi.

"Baiklah aku akan menghampiri kamarnya."

Setelah memakai baju santai, Juza berjalan keluar dari kamarnya menuju kamar Azami. Baru dirinya hendak mengetuk pintu kamar Azami, namun harus terhenti saat sebuha suara memanggil namanya.

"Juza-san?"

Juza yang namanya di panggil pun membalikan tubuhnya untuk melihat siapa yang memanggil namanya.

Juza cukup terkejut melihat Azami yang kini sedang berdiri tidak jauh darinya.

"Kau, apa yang terjadi pada mu?" Tanya Juza yang melihat luka di wajah serta telapak tangan Azami dan juga pakaian laki-laki itu yang terlihat kotor.

"Ah, ini karena aku kurang berhati-hati saat sedang berolahraga tadi." Jawab Azami sambil mengusap tengkuknya pelan.

Juza memilih diam tidak merespon, namun kini kakinya melangkah menghampiri Azami.

Greb.

"Ikutlah keruangan ku. Aku akan bantu mengobati luka mu."

Azami tersentak saat pergelangan tangannya di cengkram oleh Juza dan kini dirinya di tarik untuk ikut memasuki ruangan pria itu.

Setelah memasuki ruangannya, Juza meletakan paper bag yang dirinya bawa tadi di atas sofa. Lalu dirinya menuntun Azami untuk duduk diatas tempat tidurnya.

"Tunggu lah, aku akan mengambil kotak medis." Ujar Juza yang kemudian berjalan memasuki kamar mandinya, meninggalkan Azami yang masih terduduk heran diatas tempat tidurnya.

"Kau tdak perlu repot mengobati ku Juza-san. Dikamar ku juga terdapat kotak medis." Balas Azami yang merasa tidak enak kepada Juza.

"Apa kau akan membiarkan Yuri-chan melihat luka mu itu dan membuatnya khawatir?"

Azami terdiam mendengar pertanyaan Juza saat pria itu kini sudah berjalan menghampirinya dengan sebuah kotak medis.

"Apa yang sudah kau lakukan sampai mendapatkan luka-luka seperti ini?" Tanya Juza tanpa memperhatikan Azami dan fokus untuk membersihkan luka di telapak tangan Azami.

"Ehm, itu bukan hal yang terlalu besar. Hanya saja aku kurang berhati-hati." Jawab Azami sambil menahan rasa perih saat Juza mengoleskan obat pada lukanya.

"Dekatkan wajahmu. Aku akan mengobati luka itu." Ucap Juza yang sudah siap untuk mengolekan obat pada luka yang terdapat diwajah Azami.

Dengan patuh, Azami mendekatkan wajahnya pada Juza. Sebuah ringisan kelur dari bibir Azami yang membuat Juza kini melirikan matanya kearah mata Azami yang melihat kearah lain.

"Apa kau yakin tidak ada luka lain selain di telapak tangan dan wajah mu?" Tanya Juza setelah dirinya mengobati luka di wajah dan juga kedua telapak tangan Azami.

"Tentu. Aku tidak merasakan sakit di tubuhku yang lain." Jawab Azami cepat.

Juza terdiam sesaat memandang Azami dalam diam, sebelum dirinya berjalan menuju sofa dan mengambil paper bag miliknya.

"Ini untuk mu." Ucap Juza mengulurkan papar bag itu di hadapan Azami.

Azami yang di ulurkan sebuah paper bag oleh Juza, mengerutkan dahinya heran.

"Untuk ku?" Tanya Azami memastikan lagi pada Juza.

"Tentu, aku mendapat informasi dari mereka jika kau tidak memiliki ponsel. Itu akan sangat merepotkan saat kau sedang bekerja tetapi tidak memiliki ponsel." Jawab Juza sambil melihat Azami yang sudah membuka paper bag itu.

"Kau tidak perlu repot. Aku bisa membeli ponsel ini sendiri saat kau memberikan ku gaji nanti." Gumam Azami menatap ragu kotak ponsel yang ada digenggamannya saat ini.

"Tidak ada bedanya saat kau membeli setelah menerima gaji dari ku atau pun saat ini." Sahut Juza tidak terima karena dirinya dapat menebak jika Azami akan menolak ponsel itu.

Azami memilih terdiam lalu membuka kotak ponsel itu. Dirinya tidak dapat berbohong jika saat ini dia merasakan perasaan lega, karena memang pada kenyataannya dia memang sedang membutuhkan sebuah ponsel untuk berkomunikasi dengan Renji.

"Baiklah, aku akan menerima ponsel ini dan akan membayarnya saat kau sudah memberikan ku gaji." Ujar Azami yang tanpa dirinya sadari membuat Juza merasa lega karena dirinya tidak menolak pemberian ponsel itu.

Juza mengerutkan dahinya saat Azami menyodorkan ponsel baru itu kehadapannya.

"Kurasa aku harus menyimpan nomor ponsel mu pertama kali, Juza-san." Ucap Azami yang melihat ekspresi heran di wajah Juza.

Juza yang mengerti pun, menerima ponsel itu lalu mengetikan nomornya.

Drrtt.. Drrttt..

Ponsel milik Juza bergetar karena sebuah panggilan masuk.

"Aku sudah memasukan nomor ponsel ku."

Juza menyodorkan kembali ponsel itu kepada Azami.

"Terimakasih banyak Juza-san. Suatu saat aku pasti akan membalas semua kebaikan mu yang tidak dapat dihitung dengan nominal uang."

Juza menganggukan kepalanya. "Terserah kau, meski aku menyuruhmu untuk tidak perlu membalasnya, kau pasti akan tetap melakukan itu.

Azami terkekeh pelan. "Tentu saja. Karena aku tidak ingin memiliki hutang budi pada siapa pun."

Juza memilih tetap terdiam memperhatikan Azami yang kini sedang mengulaskan senyum kecil diwajahnya dengan tatapan menerawang menatap ponselnya.

"Kurasa semua orang juga tidak ingin memiliki hutang pada siapapun."

次の章へ