webnovel

39.Lelah

Zahra menatap Alfred yang berada di sampingnya setelah mendengar perkataan Fernando padanya.

"Doakan saja kawan." Alfred menepuk lengan Fernando yang tersenyum penuh arti padanya.

"Segeralah, jangan sampai orang lain yang lebih dulu mendapatkannya!" Alfred tersenyum mendengar ucapan Fernando yang membuatnya semakin ingin memiliki Zahra.

"Ayo kita makan, aku yakin kamu belum makan." Zahra mengikuti langkah Alfred menuju jamuan. berbagai menu tersedia disana. bahkan makanan kesukaannya tersedia di sana.

"Aku tau yang kau pikirkan Jasmine. baiklah aku jelaskan padamu, ayah Fernando berasal dari Korea Jerman dan ibunya sudah kamu tebak dari mana karena menu makanan yang sama denganmu." Zahra menganggukkan kepalanya kini dirinya mengerti kenapa dalam pesta terdapat hidangan yang sama dengan kesukaannya.

Mereka mengambil makanan sesuai selera masing-masing dan membawanya ke sebuah meja yang terdapat di pinggir taman yang indah.

"Aku harap kau tidak bosan berada disini Jasmine?" Alfred tidak ingin jika Jasmine merasa tidak nyaman berada di pesta.

"Tentu tidak Tuan Alfred, bukankah ini bagian dari pekerjaanku sebagai sekertaris pribadi Anda Tuan!" Zahra menekan setiap kata yang di ucapkan pada Alfred. sebenarnya dirinyalah tidak ingin meninggalkan putra semata wayangnya sendiri meski ada Erna yang setia menjaganya.

"Maaf Jasmine, lebih baik kamu panggil aku dengan nama saja bukankah kita berada di luar kantor."

"Baiklah Tuan Alfred."

"Alfred maksudku maaf tidak terbiasa," Lanjut Zahra.

"Tidak apa-apa, Jasmine boleh aku bertanya tentang pribadimu?"

Mendengar pertanyaan Alfred membuat Zahra tanpa Sengaja menjatuhkan garpu yang berada di tangannya.

"Jasmine. jika kamu keberatan tidak apa-apa. maaf atas kelancangan pertanyaan ku."

"Tidak apa-apa Alfred, tapi maaf. aku tidak bisa menceritakannya padamu." Ucap dengan senyum kecut.

Dering ponsel milik Alfred membuat sang pemilik mengalihkan pandangannya dari wanita yang berada di depannya.

"Maaf, aku angkat dulu."

"Silahkan, Tuan."

Usai menghabiskan makanannya, Zahra melangkahkan kakinya ke arah taman yang berada di sampingnya, suasana yang di samping jauh lebih tenang, karena para tamu memilih di dalam meski sebagian tamu memilih berada di taman, Zahra memandang hamparan bunga yang bermekaran di taman membuat hatinya terbawa tenang. namun suara bariton di belakangnya membuat ia memalingkan wajahnya kearah pemilik suara.

"Zahra. maafkan aku,"

"Sudah berapa kali saya katakan. saya bukanlah Zahra Tuan Brian yang terhormat!" Zahra meninggalkan Brian yang menatapnya, namun langkahnya terhenti saat tangan Brian menahan pergelangan tangannya.

"Jik kamu bukan Zahra. lalu kenapa saat aku memanggilmu dengan nama Zahra, kamu menoleh padaku?" Zahra tersenyum sinis menatap wajah Brian yang terlibat sendu.

"OH ! jadi Anda berfikir seperti itu Tuan Brian? baiklah Tuan Brian akan saya jelaskan kenapa saya menoleh saat Anda memanggil nama Zahra pada saya. itu karena saya mengenali suara Anda Tuan Brian itu sebabnya saya menoleh pada saat Anda memanggil saya dengan nama Zahra. sepertinya Anda terobsesi sekali dengan wanita yang bernama Zahra? atau jangan-jangan, wanita yang anda sakiti di masa lalu Tuan Brian!" Ucapnya penuh penekanan di setiap kata-kata yang diucapkan olehnya.

"Katakan jika kau Zahra? Aku minta maaf atas kesalahan yang telah aku berbuat Zahra. aku ingin memperbaikinya dan aku ingin bertemu dengan anakku,"

Mendengar kata-kata anak, membuat tubuh Zahra menegang. tidak di pungkiri jika Brian adalah Ayah dari Putra tunggalnya.

"Lucu sekali Anda Tuan Brian. bagiamana mungkin saya memiliki anak dengan Anda. sedangkan saya tidak mengenali Anda Tuan Brian!" Zahra berlalu dari hadapan Brian, dia tidak ingin identitasnya terbongkar. semakin dirinya mengelak semakin besar kemungkinan identitas dirinya terbongkar.

Merasa Brian tidak mengikutinya, Zahra menyandarkan tubuhnya ke dinding air matanya mengalir tanpa bisa di tahan. Ingatan masa lalunya kembali hadir, bagaimana seorang Brian yang menghancurkan hidupnya hanya karena balas dendam. bahkan Nenek tercintanya meninggal tanpa Zahra di sampingnya.

"Aaaaggghhhhh .... Tuhan apa yang harus aku lakukan, sejauh mana lagi aku harus pergi dari bayang-bayang laki-laki brengsek itu Tuhan. Nenek aku sangat merindukanmu, saat seperti ini hanya Nenek yang bisa membuatku tenang. Zahra merindukan Nenek hiks hiks bawa Zahra pergi Nek." Suara Isak tangis Zahra yang memilukan, bagi siapapun yang mendengarkannya. tidak terkecuali pria yang berada di balik tembok yang tidak jauh dari Zahra menangis, hatinya merasakan nyeri melihat wanita yang di cintainya tidak berdaya di hadapannya. namun ia tidak bisa berbuat apapun demi menolongnya. berlahan ia pergi dari tempat persembunyiannya dengan hati yang teriris perih.

Zahra yang merasa lebih baik bergegas menuju toilet, sikapnya yang dingin mampu menutupi dirinya yang rapuh. setelah mencuci wajahnya Zahra kembali ke pesta dimana Alfred menunggunya, atau sebaliknya Alfred meninggalkannya di pesta sendiri.

"Jasmine. kau dari mana? aku mencari mu kemana-mana. apakah kau ingin pulang sekarang?"

Zahra memaksakan senyumnya, dirinya tidak mungkin mengajak Alfred pulang, atau menerima ajakannya untuk pulang lebih dulu. dirinya tidak segois itu.

"Bukankah, pestanya belum selesai Alfred?"

"Tidak apa-apa, ibu ku tiba-tiba ingin bertemu denganku. ayo kita pulang sekarang."

Zahra mengikuti langkah Alfred menuju mobil yang sudah siap di depan pintu gerbang.

"Silahkan Jasmine," Alfred membukakan pintu untuk Zahra dan memakaikan safety belt, tanpa sengaja wajah Meraka saling berdekatan. tatapan mata mereka terkunci berapa saat, Zahra yang lebih dulu sadar memutus pandangan mereka.

"Maaf !"

Alfred melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju Apartemen mewah milik Zahra. dia menyadari wanita yang di sampingnya tidak baik-baik saja. sikap dinginnya hanyalah tameng untuk menutupi betapa rapuh dirinya. tidak lama kemudian mobil mewah milik Alfred telah sampai di parkiran Apartemen. Zahra membuka pintu dengan cepat dia tidak ingin Alfred membukakan pintu untuknya.

"Jasmine, tunggu!"

Zahrah menghentikan langkahnya, berbalik menatap Alfred yang berada di belakangnya.

"Terima kasih," Ucap Alfred.

"Sama-sama Alfred, kalau begitu saya permisi." Tanpa menunggu jawaban dari Alfred, Zahra melanjutkan langkahnya dengan sikap dinginnya.

Alfred menatap punggung Zahra yang menghilang di balik pintu lift.

Sesampainya Zahra di Apartemen, dia bergegas menuju kamar utama dan mengganti pakaian. melihat Putra tunggalnya tertidur lelap, membuatnya senyum. berlahan dia menaiki tempat tidur Al dan memeluknya. air matanya kembali mengalir.

' Haruskah aku pergi jauh dari sini, ketempat dimana tidak satu orangpun yang mengenali ku. mengenali Putraku, aku tidak ingin dia mengetahui Putraku. apa yang harus aku lakukan sekarang. aku lelah dengan keadaan ini. aku lelah berpura-pura menjadi wanita yang kuat.' Setelah mengecup kening putranya, Berlahan matanya terpejam menyusul putra tercintanya menjemput mimpi yang indah. dan membuang semua rasa lelah di tubuhnya.

Seorang pria beranjak dari tempatnya saat melihat lampu kamar Jasmine telah padam. senyum indahnya kini berganti dengan senyum yang misterius.

次の章へ