webnovel

VIBES

Sepeninggalan Leonardo —pergi ke kantor, Jasmine tengah berada di dalam ruang ganti. Tangannya sibuk menyibak isi di dalam lemari, ia sedang memilih pakaian apa yang akan ia pakai pada saat melamar kerja di kantor suaminya nanti.

Jasmine tak menghubungi Relia, karena tentunya bukanlah baju dengan harga selangit yang ia butuhkan saat ini. Cukup baju yang bersih, rapi, dan sopan seperti kebanyakan pegawai kantoran. Akhirnya Jasmine memilih celana panjang kain hitam model kulot high weist dipadukan dengan blouse putih lengan panjang, dengan renda di bagian dada.

Saat Jasmine hendak mengganti pakaian, sudut mata Jasmine menangkap bayangan tubuhnya yang terpantul pada kaca. Ia mengamati tubuhnya dan melihat ke bagian perut. Pada bagian itu sama sekali belum ada perubahan apapun di bulan kedua kehamilanya ini. Jasmine mulai mengelus perutnya yang rata.

"Kau sehat-sehat saja di dalam sana kan, Nak?!" Jasmine bergumam seakan sedang berbicara dengan calon bayinya.

Jasmine sama sekali tidak merasakan mual dan muntah setelah pulang dari rumah sakit. Jasmine kadang merasa heran kenapa dia sama sekali tidak mengalami gejala yang sama ketika pertama kali mengetahui bahwa dia hamil dulu. Benarkah semua ini karena pertolongan dari vitamin itu?

Ibunya pernah mengatakan kalau dulu ia sama sekali tidak muntah saat hamil Jasmine. Ia juga mengatakan kalau perutnya pun tidak terlalu terlihat menonjol saat hamil anak pertama.

"Nanti juga akan terlihat saat usia kandungannya mencapai tiga bulan, Jas." Rossie meminta Jasmine untuk tidak terlalu khawatir dengan hal-hal kecil seperti ini karena itu hanya akan mempengaruhi janin yang ada di dalam kandungannya.

Jasmine semula menurut ia mulai menepis pikiran-pikiran buruk yang mulai berkembang dalam benaknya. Namun, belakangan ini Jasmine mulai kembali cemas. Saat ini bahkan ia tidak merasa pegal, berwajah pucat, nyidam, atau bahkan punya nafsu makan berlebih seperti kebanyakan wanita hamil muda lainnya. Mana mungkin Jasmine tidak mengalami perubahan apapun? Sebagus apapun vitamin yang diberikan Alexiana padanya, tetap saja itu adalah hal yang aneh.

"Sehat ya, Nak. Kau harus tumbuh kuat di dalam sana. Mama janji akan makan banyak dan bergizi." Jasmine kembali mengelus perutnya.

Jasmine kembali bersiap-siap, memoleskan sedikit make up sederhana, menata rambut hitamnya yang kini mulai memanjang, tak lupa sedikit wewangian yang kalem. Ia harus terlihat segar saat wawancara bukan? Meskipun sudah pasti suaminya sendiri yang akan mewawancarainya. Jasmine menyahut tas jinjing berwarna putih dan sepatu heels setinggi lima cm, lalu bergegas untuk berangkat ke kantor perusahaan milik suaminya itu. Tak lupa tas kertas berisi bekal buatannya.

ooooOoooo

Di ruangan kerja Leonardo, Kesya membawa Hilda masuk ke dalam. Wanita bersuara indah itu sengaja diundang agar Leonardo bisa memanas-manasi hati istrinya. Leonardo masih belum menyerah, karena ... selama ini bukannya Jasmine yang menderita, Leonardolah yang kalah.

"Duduklah, sebentar lagi pasti istriku datang. Kau cukup beracting saja." Leonardo menyuruh Hilda duduk di sofa. Hilda mengangguk paham, dengan pakaian seksi yang mengikuti lekukan tubuhnya, Hilda berjalan gemulai seakan memang hendak menggoda Leonardo.

Tak lama Jasmine memasukki gedung pusat perusahaan Wijaya. Gedung tempat suaminya memimpin perusahaan itu terlihat padat dan sibuk di jam kerja. Semua mata melirik ke arah Jasmine. Dengan wajah cantik, tubuh indah, kulit putih, lembut, dan berkilau Jasmine berhasil memukau siapa pun yang berpapasan dengannya.

Benar, Jasmine bukan lagi wanita kucel dan tak terawat seperti dulu. Dengan sihir yang diberikan Ny. Oh dan Relia, Jasmine telah bertransformasi menjadi wanita dengan penampilan sempurna. Bahkan lalat pun akan terpleset bila hinggap di atas kulitnya.

Kini hanya dengan pakaian sederhana dan make up tipis pun Jasmine tetap terlihat begitu mempesona.

"Kalian tunggu di sini! Aku naik sendiri." Jasmine mengusir dua orang pria yang mengawalnya semenjak turun dari mobil.

"Baik, Nona."

Jasmine masuk ke dalam lift, dulu ia pernah tak bisa naik ke atas gara-gara tak memiliki kartu pegawai. Kini Jasmine bisa dengan mudah naik ke lantai 17 berkat kartu pemberian Leonardo. Kartu itu bahkan bisa membuka lift khusus milik Leonardo, hanya saja Jasmine enggan memamerkan bahwa ia adalah istri si pemilik perusahaan.

Leonardo menatap layar monitor, ada beberapa gambar tayangan dari cctv di lantai 17. Leonardo menunggu Jasmine datang ke ruangannya.

"Siapa wanita cantik itu?" tanya Leonardo sambil senyam senyum pada Kesya. Jemarinya mengetuk sosok Jasmine yang baru saja keluar dari lift.

"Itu istri Anda, Tuan," jawab Kesya datar, Kato menahan tawa.

"Kau benar, Kesya, dia kini istriku yang cantik." Leonardo mengangguk senang lalu bangkit menghampiri Hilda.

Dasar gila, pikir Kesya sambil memutar bola matanya. Atasannya itu sungguh aneh, bila memang secinta itu pada istrinya kenapa harus sampai bersandiwara untuk menyakiti hatinya seperti ini? Leonardo bahkan menggiring benak Jasmine bahwa ia telah mengkhianatinya dengan berduaan tiap malam bersama Hilda, padahal Leonardo hanya lembur di kantor karena banyak pekerjaan. Apalagi Leonardo memang mencalonkan diri sebagai Walikota, banyak persyaratan dan juga persiapan program yang mesti ia selesaikan sebelum tenggat waktu pengajuan calon Walikota di tutup.

Yah, cinta memang rumit, perasaan memang tak bisa diselami. Leonardo berharap bisa menghukum Jasmine, membuat wanita itu merasakan rasa sakitnya kehilangan, penolakan, dan mengurung Jasmine dalam penjara cintanya. Namun pagi ini, justru Jasmine membalik hukuman menjadi tantangan. Tantangan untuk mendapatkan hati Leonardo kembali. Hidup berdua dengan bahagia seakan tak pernah terjadi hal menyesakkan apapun di antara mereka.

Leonardo langsung merasa semua yang ia lakukan saat ini belum cukup untuk menghukum Jasmine, maka ia memanggil Hilda untuk bersandiwara di depan istrinya.

"Apa Leon ada?" tanya Jasmine pada Kesya.

"Tuan Leon sedang ada tamu, Nona."

"Siapa? Apa itu hal penting? Dia berjanji menemuiku saat makan siang. Aku juga sudah membawakan bekal untuknya. Masakanku sendiri, hlo." Senyumnya hangat. Jasmine menenteng bungkusan berisi wadah makan untuk Leonardo. Kesya hampir-hampir tak bisa mengerti juga dengan pemikiran Jasmine. Harusnya sebagai wanita dia akan sakit hati dan menangis saat diperlakukan dengan dingin oleh suaminya. Namun, Jasmine. Wanita itu justru bertekat baja ingin merebut kembali cinta sang suami.

"Tuan Leon bersama Nona Hilda." Dengan kelu Kesya mengabarkan siapa tamu itu seperti perintah Leonardo.

"Ah, begitu." Bahu Jasmine langsung melemas, senyuman yang tadinya manis berubah. Menjadi seulas senyum kecut.

Dada Jasmine bergemuruh, ia merasa sesak akibat rasa cemburu yang menggelora di dalam dada. Namun lagi-lagi Jasmine berusaha untuk tenang, berusaha untuk menyimpan amarah dan kekecewaan. Bukankah sudah jadi keputusannya untuk mendapatkan cinta Leonardo kembali? Sesakit apa pun itu, sesulit apa pun, Jasmine harus bertahan demi keluarga kecilnya, ia harus memperoleh kebahagiaan untuk anaknya, menghadirkan keluarga yang utuh dan harmonis.

"Aku akan kembali lagi nanti." Jasmine berusaha kabur. Berat rasanya harus melihat langsung perkara ini terjadi di depan mata.

"Tuan Leon menyuruh Anda masuk, Nona." Kesya menatap Jasmine sendu.

Kesya sudah membukakan pintu untuknya. Ingin kabur dari sana pun percuma, sudah tak ada alasan baginya untuk mundur saat ini. Jasmine dengan ragu melangkah masuk, getaran hebat menjalar ke sekujur tubuhnya, entah apa yang akan terjadi begitu ia melangkah masuk ke dalam sana?

ooooOoooo

Hmmm gimana rasanya jadi Jasmine pas masuk ke dalam sana. 🤔🤔🤔

次の章へ