Setelah Vivian merasa perasaanya sudah membaik, ia memberanikan diri menatap Rian kembali. "Baiklah kalau begitu, aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu Rian, jika kau mencurigaiku, kenapa kau memberitahuku ini semua, bukankah akan lebih baik jika kau merahasiakan ini dariku, dan menggali informasi dariku tanpa aku ketahui ?"
Rian lalu tersenyum geli mendengarkan semua perkataan itu keluar dari mulut Vivian.
"Hahaha, ya kurasa memang seharusnya begitu, namunku rasa itu bukanlah gayaku Vi," jawab Rian dengan tenang. "Lagipula aku merasa dengan begitu akan lebih banyak keuntungan, jika kau memang pelakunya, setelah aku mengatakan hal ini, pastinya kau akan panik atau setidaknya akan mengambil tindakan tertentu untuk menjatuhkan diriku, dan jika memang itu yang terjadi pastinya aku akan mengetahui itu dan mengambil keuntungan dari situ. Dan jika bukan dirimu pelakunya, maka setidaknya tidak ada kebohongan diantara kita, karna aku sudah mengatakan yang sejujur-jujurnya, dan bukankah akan lebih mudah bagi kita untuk bekerjasama tanpa adanya kebohongan yang ditutup-tutupi ?" Ucap Rian seraya tersenyum kepada Vivian.
Vivian lalu tertawa lepas mendengarkan hal itu. "Kau memang benar-benar hebat Rian, tak salah aku mengidolakanmu." Puji Vivian dengan sangat bahagian.
Seketika pipi Rian memerah, ia merasa jika ia telah mendapatkan pujian oleh Vivian, ia pun lalu mengalihkan pandanganya seraya berkata. "Terimakasih."
"Tapi Ri, masih ada beberapa hal yang inginku tanyakan kepadamu, boleh ?"
Rian menganggukan kepalanya seraya tersenyum ia menjawab. "Ya, tentu saja boleh Vi, silahkan, tanyakan apa saja yang mengganggu pikiranmu Vi."
Vivian menempelkan tanganya didagunya seraya berpikir sejenak. "Tadi kau bilang kau mempercayaiku dan tidak mempercayaiku, artinya ada kemungkinan 50% aku tidaklah bersalah menurut pandanganmu, jikalau memang begitu, aku ingin mengetahui, siapa saja orang yang berkumungkinan menjadi tersangka selain diriku, atau simpelnya, siapa saja orang yang kau curigai selain aku Rian, jika kau berkenan, bolehkah aku mengetahuinya ?"
Dengan penuh senyuman suka cita Rian pun menjawabnya dengan tanpa beban sama sekali. "Oh ayolah Vivian, kau berhak untuk mengetahui hal itu, dan tentu saja aku dengan senang hati akan memberitahukanya, seperti apa yang telahku katakan sebelumnya, tidak ada lagi yang ditutup-tutupi," jawab Rian dengan tegas.
Vivian memandangi Rian dengan pandangan mata tajam menatap tajam matanya.
"Baiklah, jika kita melihat dari semua kasus-kasus yang telah ada, total telah ada 5 kasus yang mana dua kasus setelah kasus pertama ada sedikit keanehan—"
Belum selesai menyelesaikan kata-katanya Vivian yang mulai merasa tertarik untuk membahas pembahasan ini pun memotong ucapan Rian tersebut. "Tunggu Ri, apa yang kau maksud dengan keanehan, ada apa dengan kasus ke 2 dan ke 3 ?"
Rian memejamkan matanya sejenak, lalu ia memiringkan kepalanya kekiri dan kekanan secara bergantian sebelum kemudian ia membuka matanya kembali. "Hmn... bukankah sudah jelas Vi, bahwa kedua kasus itu seperti tidak memiliki 'kode' yang berkaitan kepada kasus sebelumnya, jujur saja pada awalnya kupiri kode-kode yang diberikan memang seperti itu, memang digunakan sengaja untuk menghilangkan jejak mereka, untuk mengoceh para pihak kepolisian, namun entah kenapa dikasus ke-empat, setelah sekian lama ia tidak beraksi, akhirnya ia menaruh kode yang memiliki makna terhadap pembunuhanya, yaitu kode painted yang telah kau temukan itu Vi. Lalu setelahnya pada kasus ke 5 pun kodenya memiliki hubungan dengan ke 4, yang artinya kali ini ia mengubah polanya. Kenapa, kenapa ia mengubah polanya ?" Tanya Rian seraya melirik tajam kepada Vivian, seolah-olah meminta jawaban darinya.
Vivian kembali berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Rian tersebut, karna mungkin jawabanya akan menjadi bahan pertimbangan Rian terhadap kecurigaanya kepada dirinya. "Mungkin ia merasa terancam." Jawab Vivian sedikit ragu-ragu.
Namun bukanya membantah, justru Rian terlihat sangat menyukai dan sangat antusias terhadap jawaban yang dilontarkan oleh Vivian tersebut. "Ho... jadi menurutmu seperti itu ya, ternyata kita memang memiliki kesamaan Vivian," Sahut Rian tersenyum menyeringai. "Kupikir juga begitu, pada kasus ke 2 dan juga 3, ia sengaja menghilangkan jejaknya dikarnakan ia merasa ada kesalahan yang ia buat pada kasus pertamanya, lalu setelah ia merasa aman, dan juga telah menghilang cukup lama, membuat kepercayaan dirinya kembali lagi, dan pada akhirnya dikasus ke 4 dan juga 5 ia menaruh kode-kode yang saling berkesinambungan, dan dari sini aku dapat menyimpulkan dua hal." Lanjut Rian menjelaskan.
"Apa itu ?" Tanya Vivian penasaran.
"Pertama, pada kasus ke 4 dan 5 ia benar-benar sengaja membuat dirinya dalam bahaya, sedangkan pada kasus ke 2 dan 3 ia seakan menghindar, itu artinya kemungkinan besar ia ingin bermain-main dengan kita, dia ingin ditemukan layaknya serial killer pada umumnya, lalu yang Kedua adalah mengingat dia bisa mengubah temponya sesuai keinginannya, seolah-olah ia sungguh memahami setiap detail situasinya dari sudut mana pun, itu artinya kemungkinan besar the blue bird adalah seseorang dari anggota kepolisian, yang sampai saat ini masih berhubungan dengan kasus ini. Itulah perkiraanku, lalu untuk dirimu sendiri, bagaimana tanggapanmu tentang itu ?"
Vivian menundukan kepalanya, merenung memandangi lantai putih bersih diruangan tersebut. "Entahlah, aku masih sulit mempercayai jika the blue bird adalah salah satu dari anggota kepolisian, mau bagaimana pun mereka itu tetap teman-temanku, aku tidak bisa membayangkan hal itu, sedikit pun tidak bisa.
"Baiklah kalau begitu, biarku bantu kau sedikit, dengan menjelaskan kepadamu beberapa kemungkinan maksud lain dari kode-kode yang sebagian telah kau pecahkan itu Vi."
Vivian memiringkan kepalanya sedikit kekiri. "Maksud lain ?" Tanya Vivian bingung.
"Ya, memang benar kau telah menyelesaikan kode-kode yang telah diberikan oleh the blue bird didalam setiap kasusnya itu, akan tetapi alasan kau belum menemukan pelakunya, atau bahkan tidak sedikit pun medekatinya, mungkin itu dikarnakan kau salah menafsirkan dari kode-kode tersebut." Ucap Rian menjelaskan dengan ekspresi wajah yang sedikit menunjukan kekecewaan.
"Tunggu, jadi menurutmu aku memang berhasil memecahkan kodenya, namun aku salah menafsirkannya, lalu menurutmu, bagaimana yang seharusnya ?"
Rian memasang wajah polos seraya menghirup teh miliknya secara perlahan layaknya seorang bangsawan inggris, Rian menanggukan kepalanya. "Ya tentu saja, karna jika apa yang kau tafsirkan itu benar, sangatlah tidak mungkin bahwa pelakunya sedikit pun tidak tercium olehmu," ucap Rian seraya menaruh gelasnya di meja dengan perlahan nan elegan. Lalu ia kembali memandangi wajah cantik Vivian dengan cukup serius. "Jika memang seperti itu, berarti hanya ada dua kemungkinan bukan ?" tanya Rian seraya mengacukan dua jari berbentuk peach kepada Vivian.
Sementara itu Vivian masih hanya terdiam dan mencerna setiap ucapan yang keluar dari mulut Rian. "Yang pertama tentu saja seperti yang telahku katakan sebelumnya, penafsiranmu salah, dan yang kedua adalah, jika penafsiranmu tidak salah, berarti kau tidak berhasil memecahkan kode-kode tersebut."
Vivian pun sedikit terkejut mendengarkan hal tersebut, meski awalnya sempat terkejut, ia mencoba menenangkan dirinya dan mencoba menanggapi itu sewajar mungkin. "Hmn... sepertinya aku mulai mengerti, karna ketika aku memecahkan kode-kode tersebut itu benar, dengan dibuktikannya bahwa kode yang telah kupecahkan selalu berhubungan dengan kasus-kasus selanjutnya, maka itu berarti aku telah berhasil memecahkan kodenya, bukan begitu Rian ?" Tanya Vivian seraya mengelus-elus jidatnya guna mempermudah pikirannya.
Rian lalu tersenyum lebar, dan mulai bertepuk tangan. "Yeah... kau benar, 100 untukmu Vi." Ucap Rian memuji Vivian.
"Lalu jika tafsiranku salah, bagian mana yang salah, dan apa yang benar seharusnya ?"
"Simpel, kode-kode tersebut bukanlah kode untuk kasus selanjutnya, melainkan kode untuk mendeskripsikan pelakunya, atau dengan kata lain kode itu adalah petunjuk dalam sebuah game yang dia buat!" Cetus Rian dengan sangat percaya dirinya.
"Sebuah petunjuk ya..., sungguh tidak terpikirkan olehku." Pikir Vivian seraya kemudian ia langsung menundukan kepalanya dan merenungkan itu semua kembali.
"Aku pun baru menyadarinya baru-baru ini, ketika aku menemukan fakta bahwa ada sebuah struk belanja dari salah satu kedai kopi, dan dari situ aku pun langsung sadar ketika melihat kode pada pembunuhan pertama yaitu, apa yang kau lakukan ketika membeli secangkir kopi, itulah katanya dalam pesan yang ia tinggalkan. Awalnya aku pun bingung, karna jika itu yang ditulis dan kode tersebut seharusnya menunjukan pembunuhan selanjutnya, maka korban selanjutnya setidaknya berhubungan dengan kopi bukan begitu Vivian ?" Tanya Rian mencoba mencari topik diskusi yang menarik.
"Ya kurasa kau ada benarnya juga, akan tetapi bukankah kau sendir yang bilang bahwa kasus kedua dan ketiga tidaklah memiliki hubungan sama sekali dengan kasus pertama atau keempat ?"
"Ya memang, tapi itu jika penafsiranya adalah
kode tersebut sebagai ciri-ciri untuk kasus selanjutnya, akan tetapi jika penafsiranya adalah petunjuk mengenai pelakunya, maka semua itu bisa berhubungan."
Vivian seketika langsung tertarik dengan arah pembicaraan diantara mereka berdua. "Ini menarik, tolong jelaskan kepadaku semua yang kau tau, aku ingin mendengarkan pendapat darimu Rian."
Dengan wajah sombongnya Rian berkata.
"Baiklah, akan aku lakukan. Lagipula aku akan mengatakannya juga meski kau tak ingin mendengarkannya," seru Rian. "Seperti yang telahku bilang sebelumnya, aku sadar ketika melihat struk dari kedai kopi tersebut, nah dari situ maka semua bisa jadi maka menjadi masuk akal kenapa ia menulis kode serandom itu, apa yang kau lakukan ketika membeli secangkir kopi, kau ingat bukan bahwa Grace adalah Vegan ?"
Vivian menanggukan kepala secara cepat dengan tatapan wajah begitu ingin tau.
"Jadi karna Grace Vegan, artinya kode tersebut bisa memiliki makna yang lebih masuk akal yaitu, menunjukan bahwa the blue bird mengetahui bahwa Grace Vegan, dan itu semua jadi masuk akal kenapa ia menghilangkan alat bukti terpenting dari kasus ini, yaitu struk tersebut. Itu karna ia ingin menunjukan kepada orang tertentu bahwa meski ia tua bahwa Grace adalah Vegan, akan tetapi ia baru mengetahuinya, atau ia simpelnya ia baru mengetahuinya ketika ia hendak membunuhnya. Nah maka dari itu, dari situ kita bisa membayangkan sedekat apa hubungannya dengan Grace, yang mana nantinya mungkin ini bisa menjadi salah satu kunci untuk menemukan the blue bird."
Vivian menundukan kepalanya dan sedikit memegangnya menggunakan tangan kanannya. "Entah kenapa aku menjadi sedikit pusing memikirkan itu semua Rian." Rian lalu hanya tersenyum dan mengabaikan ucapan Vivian, dan mulai melanjutkan lagi penjelasnya itu.
"Lalu kita masuk kedalam kasus kedua, yang mana kodenya adalah, I'ts Me atau jika kita artikan dalam bahasa Indonesia artinya adalah itu aku. Tentu saja jika kita melihat secara kesat mata, maka kode itu sangatlah tidak jelas dan memiliki makna yang luas, akan tetapi jika kita melihat kode kasus sebelumnya yang menunjukan jati dirinya, artinya kode tersebut memiliki makna menunjukan siapa itu the blue bird, dan karna itu adalah kodenya menyatakan burung biru maka aku dapat menyimpulkan dua hal yaitu orang terkenal dan bebas---"
Belum selesai menjelaskan, Vivian yang merasa penasaran memutuskan untuk mengintrupsi pembicaraan Rian tersebut.
Dengan mimik wajah yang sangat kebingungan Vivian mengangkat kedua tanganya, dan meluruskannya kedepan. "Tunggu, tunggu, tunggu, apa yang kau maksud dengan terkenal dan bebas, bagaimana bisa tiba-tiba kata itu muncul ?! aku benar-benar tidak mengerti, bisakah kau jelaskan secara perlahan."
Rian dengan kecewa menggelengkan kepalanya. "Huh... baiklah, dengarkan baik-baik," seru Rian yang agak sedikit kesal. Vivian pun kemudian mengganguk. "Terkenal yang bebas..., itu semua sejujurnya berasal dari blue bird itu sendiri. Blue, jika kita menaruh kode komputer pada warna biru yang selalu digunakan oleh serial killer kesayangan kita semua ini, maka akan muncul kode #87CEEB CELLEB. Dan karna hanya kata Celleb Dan karna hanya kata Celleb yang bisa dibaca, maka blue itu sendiri dapat diartikan sebagai Celleb atau orang yang terkenal. Lalu untuk burung itu sendiri, karna burung selalu menggambarkan sebuah kebebasan, maka aku berpendapat bahwa burung melambangkan bebas, alhasil jadilah Orang terkenal yang bebas."
Dengan begitu seriusnya, Vivian yang merasa belum puas pun mulai mengajukan sebuah pertanyaan, guna meyakinkan dirinya sendiri. "Bolehku tanya sesuatu Ri ?"
"Tentu saja." Jawab Rian dengan senyuman lebar terpampang diwajahnya.
"Kenapa kau mengambil referensi kode komputer untuk warna biru, bukankah kau bisa menggunakan sebuah makna warna biru itu sendiri, atau bahkan bisa menggunakan nama latin sebagai jawabannya, jadi kenapa harus kode komputer ?" Tanya Vivian heran.
Senyum Rian justru semakin lebar ketika Vivian bertanya hal tersebut. "Bukankah itu sudah jelas ? Itu karna kau memperhitungan point of compas code. Bukankah point of compas code juga merupakan kode yang menggunakan salah satu font di komputer untuk membacanya ? nah maka dari itu aku jadi terpikirkan kesitu."
"Baiklah, akhirnya aku sedikit mengerti." Sahut Vivian seraya menaruh tanganya didagu miliknya, dengan mimik wajah yang serius.
Rian lalu tersenyum simpul. "Baiklah aku akan menjelaskan kembali tentang kode-kode yang lainya, Ledakan. Itulah kode pada kasus pembunuhan ketiga. Untuk yang satu ini aku juga tidak begitu yakin, akan tetapi aku rasa karna dia adalah seorang pembunuh maka sebuah ledakan dapat kita artikan menjadi sebuah seni, yang artinya the blue bird, kemungkinan mengerti akan seni, atau setidaknya mempunyai ketertarikan dengan hal tersebut, dan setidaknya jika itu benar, maka dapat menjelaskan pada kasus selanjutnya, yaitu kasus ke-empat yang berhubungan dengan kode lukisan. Yang mana pada kode lukisan itu tulisannya adalah, apa itu kebenaran, lihatlah kedalam kaca dan kau akan melihatnya. Lalu untuk kode selanjutnya adalah hasil terjemah dari point of compas code, yaitu aku adalah kau, dan kau adalah aku namun kita adalah dua sisi yang berbeda, yang mana itu bisa kita artikan layakna sebuah dua sisi coin yang berbeda." Ucap Rian mengutarakan pendapatnya tentang kode-kode yang telah ditinggalkan the blue bird tersebut.
"Lalu apa maksud dari kode-kode itu semua Ri ?"
Rian tersenyum kembali. "Jika memang kode-kode itu untuk menunjukan siapa dirinya, maka dari kode pertama aku dapat menyimpulkan bahwa orang tersebut setidaknya memiliki hubungan dengan Grace, meski tidak terlalu dekat. Lalu pada kode kedua dia adalah seseorang yang cukup terkenal dan memiliki kebebasan, untuk kode ketiga seperti yang telahku bilang sebelumnya ia setidaknya memiliki ketertarikan akan seni, dan dikode keempat adalah hal yang paling menarik, yaitu kode ini menunjukan bahwa blue bird memiliki hubungan dengan orang yang ia tuju dalam penyampaian pesan ini, entah siapapun itu maka blue bird adalah orang yang sama dengan orang yang ia tuju, namun sedikit memiliki perbedaan dalam pandangan mereka, layaknya dua buah sisi coin."
"Jadi seperti itu ya Ri, aku mulai melihat gambarannya. Berarti semua ini tergantung dari siapa yang dituju oleh blue bird pada pesan ini bukan ?, jika kita menemukan siapa yang dituju, maka kita bisa menemukan pelakunya!" Cetus Vivian yang mulai semangat.
"Yap benar, kurang lebih seperti itu, dan karna itu jugalah aku mencurigai dirimu. Karna jika semua pesan itu ditujukan kepadaku maka jawaban yang paling memungkinkan adalah kau Vivian. Seperti yang telah aku bilang padamu, aku dan kau itu sama, namun disi lain kita juga berbeda, layaknya dua sisi koin. Kemudian kau itu sangat terkenal, dan juga kau itu terlihat sangat bebas, belum lagi jika dilihat dari dirimu yang dapat mengetahui kejanggalan dalam sebuah lukisan, itu sudah cukup membuatku untuk berpikir bahwa kau memiliki ketertarikan akan dunia seni, selain itu yang paling penting kau juga mengenal Grace, artinya semuanya berhubungan, maka dari itulah aku mencurigaimu Vi, karna jika semua kode itu ditunjukan kepadaku, maka pelakunya yang paling memungkinkan adalah kamu Vi." Ucap Rian menjelaskannya panjang lebar. "Tetapi tentu saja, itu hanya spekulasiku belaka, maka dari itu aku masih ingin bekerjasama denganmu Vi, karna masih ada kemungkinan bahwa justru ini adalah sebuah jebakan yang memang sengaja ia lakukan agar kita saling menjatuhkan. Tapi tetap saja, aku ingin mengetahuinya, jika semua kode ini ditujukan kepadamu, siapa orang yang cocok menurutmu Vi ?" Tanya Rian dengan sorotan mata yang tajam dan senyuman menyeringai menekan.
Vivian lalu memejamkan matanya, mencoba berpikir menemukan jawabanya, setelah cukup lama ia berpikir kemudian ia menghelakan nafasnya sejenak, lalu kemudian ia menelan air ludahnya sendir, dengan sedikit berkeringan dingin ia berkata. "Kurasa jika kode itu ditujukan kepadaku, itu mungkin Jony." Ucap Vivian dengan sangat berat hati. Lalu beberapa detik kemudian Vivian menampar dirinya sendiri menggunakan kedua tanganya dengan cukup kuat. "Haduh... apasih yang kupikirkan!, Jony tidak mungkin melakukan semua itu." Grutu Vivian kesal.
Rian pun cukup terkejut mendengarkan Vivian menyebutkan nama Jony, ia pun mulai tertarik membahas hal tersebut dengan Vivian, dengan memulai menanyakan sebuah pertanyaan yang mungkin dapat membantunya menemukan benang merahnya. "Tunggu dulu, Jony yang kau maksud itu Jony dari tim forensik bukan ?" Tanya Rian mencoba memastikan dengan tatapan wajah yang serius.
Vivian lalu dengan sedikit keraguan dihatinya menganggukan kepalanya perlahan. "Ya- ya... itu dia." Jawab Vivian sedikit terbatah.
Rian terlihat begitu serius berpikir, tanganya mulai memegangi dagunya yang lancip itu, ia sejenak memejamkan matanya seraya pikirannya melayang membayang kode-kode tersebut jika dicocokan dengan sosok Jony. Tak lama kemudian Rian mulai membuka matanya. "Bukankah Jony juga memiliki hubungan cukup dekat dengan Grace, karna kalau tidak salah aku pernah mendengarkan Grace membicarakan tentang dirinya bersamaku." Seru Rian yang mencoba menghubungan semua kode itu dengan Jony.
"Ya, Jony memang dekat dengan Grace, aku rasa dia sudah cukup kenal lama dengan Grace," jawab Vivian dengan wajah yang masih tertunduk. "Itu jugalah yang membuatku menaruh namanya dalam pikiranku... aku benar-benar tidak mengerti." Grutu Vivian yang masih bingung dengan sikap apa yang harus diambilnya saat itu.
"Hmn... begitu ya," seru Rian mencoba menelaah. "Kalau kau tidak keberatan, bisakah kau jelaskan kepadaku, jika kode-kode itu ditujukan kepadamu, kenapa kau berpikir kalau orang itu adalah Jony ?" Lanjut Rian mencoba menanyakan alasan dibalik jawaban dari Vivian tersebut.
Vivian tertunduk menatap karpet merah berkualitas tinggi yang berada dibawah kakinya itu. "Pertama, dia adalah teman dari Grace, dan bahkan tidak hanya berteman dengan Grace, tetapi ia juga berteman dengan Jaka, selain itu Jony itu kristian sama seperti Grace yang artinya sangat normal untuk Jony berkunjung kerumah Grace pada malah hari raya, karna mereka tidak merayakannya, dan jika itu Jony, kemungkinan besar ia akan mengajak pacarnya yaitu Lili, dan kau tau apa yang membuatku semakin yakin ?" ucap Vivian mencoba menjelaskan. "Lili sangatlah menyukai Red Valvet!, menarik bukan...." Cetus Vivian yang masih terus tertunduk dengan senyum menyedihkannya.
"Jadi menurutmu, jika Jony pelakunya maka ada kemungkinan pacarnya, Lili ikut ambil andil dalam kasus ini ?" Vivian lalu menganggukan kepalanya perlahan. "Hm... entah kenapa aku kurang setuju dengan ide dua orang pelaku ini," seru Rian mencoba menyampaikan pendapatnya. "Memang jika mereka melakukannya dengan dua orang akan lebih mudah, akan tetapi pekerjaan serapih ini jika dilakukan dengan dua orang justru memiliki resiko yang jauh lebih tinggi, itulah kenapa pembunuh profesional biasanya bekerja sendiri-sendiri, meski mereka memiliki kelompok tersendiri. Jadi hanya ada kemungkinan 20% menurutku untuk melakukan pembunuhan serapih ini dengan dua orang."
"Mungkin kau benar Ri, lagi pula Lili adalah sosok perempuan ceria yang bahkan aku ragu jika ia bisa membunuh seekor semut sekali pun."
Rian kemudian mencoba mencemili nastara dalam toples yang berada dihadapanya itu.
"Lalu, hal apalagi yang membuatmu bisa mencurigai Jony."
Vivian menatap kedalam mata Rian tajam, ia sejenak ia terlihat murung. "Kau terlalu jahat Rian, jika mengatakan aku mencurigainya, aku tidak sama sekali mencurigainya. Aku hanya menyimpulkan kode-kode itu saja." Ucap Vivian yang sedikit kesal dengan pernyataan Rian barusan.
Rian lalu tertawa geli melihat tingkah sikap Vivian saat itu. "Hahaha, maaf-maaf, aku tidak bermaksud untuk menyudutkanmu, akan tetapi menurutku itu sama saja. Tapi jika kau tidak ingin aku mengatakan itu, maka aku tidak akan mengatakan itu."
"Jadi, apa lagi ?" Tanya Rian penasaran.
Vivian menarik nafas dalam-dalam, dan lalu membuangnya. "Yang kedua, jika kau perhatikan lagi pada kasus kedua berdasarkan dengan penafsiranmu maka petunjuknya adalah pelakunya adalah seorang yang terkenal dan bebas, itu sangatlah cocok dengan Jony yang sangat terkenal dikalangan anggota kepolisian, ditambah meski ia anggota kepolisian ia sangatlah terkesan bebas, dan hidup tanpa beban."
Sementara itu Rian masih sibuk dengan kue nastarnya, namun meski begitu, ia tidak kehilangan fokusnya sama sekali dalam mendengarkan penjelasan Vivian.
"Lalu persoalan yang ketiga, aku masih ingat betul bahwa Jony begitu teropsesi terhadap seni, semangatnya begitu meledak-ledak jika membicarakan tentang seni, meski pun faktanya ia tidak begitu mengerti tentang seni." Ucap Vivian menyampai semua yang ingin ia sampaikan. Lalu sejenak ia terdiam melirik kearah Rian yang sedang asyik mencemili kue nastarnya itu. "Hei, apakah kau mendengarkanku Rian ? Jujur saja aku merasa sangat kesal padamu sekarang !" Cetus Vivian kesal melihat tingkah Rian yang terlihat tidak memperhatikan dirinya itu.
"Tenang saja, aku 100% mendengarkanmu Vi," Seru Rian dengan santai menjawab pertanyaan Vivian yang sedang emosi. "Oh iya jika aku tidak salah, Jony juga pernah datang ke galeri beberapa hari sebelum kejadian pembunuhan terjadi bukan ?" Lanjut Rian mencoba menanyakan sesuatu yang ia rasa sedikit janggal.
Vivian mengangguk. "Ya, dia sempat datang ke galeri seni Indonesia beberapa hari sebelum kejadian, bahkan dia juga yang mengatakan kepadaku bahwa lukisan tersebut memiliki makna tentang kepemimpinan." jawab Vivian seraya melirik keheranan kearah Rian. "Jangan bilang---"
"Ya." Ucap Rian dengan tegas memotong ucapan Vivian.
"Jika itu benar, maka semua menjadi masuk akal, karna pada kasus ke-3 kode yang tertulis adalah, lihatlah kedalam cermin, dan kau akan melihatnya. Disaat itu, Jony sempat melewati diriku yang saat itu sedang menatap satu-satunya cermin yang ada disana, dan tepat di depan cermin tersebut terpajang sebuah lukisan karya Ian Roberth."
"Dan jika benar kode-kode tersebut adalah untuk menunjukan jati dirinya, itu artinya kode tersebut merujuk kepada seseorang yang dapat dilihat pada kaca yang berada didalam rumah itu, itu artinya Jony yang sempat menampakan dirinya pada kaca itu, memiliki kemungkinan yang sangat tinggi sebagai dalang dibalik semua ini," seru Rian menimpali pendapat Vivian. "Hmn... kurasa aku mulai mengerti kenapa Jony bisa menjadi pilihanmu Vivian." Sambung Rian santai.
Seraya menarik nafasnya dalam-dalam, Vivian melanjutkan lagi mengutarakan pemikirannya itu. "Lalu untuk yang terakhir, kode yang berhasil ditafsirkan didalam point of copas code adalah, kau adalah aku dan aku adalah kau, kita berbeda namun tetap sama, kita bagaikan dua sisi coin yang berbeda," Vivian lalu menatap tajam Rian. "Aku dan Jony memiliki banyak kesamaan, namun kita memiliki pandangan yang berbeda, bagiku, aku dengannya bagaikan dua sisi coin yang berbeda."
"Baiklah sekarang aku sedikit mengerti, mengapa kau menganggap bahwa itu adalah Jony, terlebih jika itu memang Jony, maka akan semakin masuk akal, karna posisinya sama sepertimu, dia memiliki kemampuan untuk memutar balikan fakta-fakta dilapangan sama sepertimu, aku merasa dia adalah kandidat terkuat selain dirimu didalam listku." Ucap Rian dengan nada bercanda.
"...." Vivian hanya terdiam menatap Rian sinis.
"Oh ayolah Vivian,
beri aku tanggapan lebih dari itu...." Sahut Rian yang nampak kecewa dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh Vivian.
"Ya..., entah kenapa sebagian diriku mengatakan bahwa kau akan berkata demikian. Seperti seolah-olah aku sudah mengetahui itu."
Rian lalu berdiri dari duduknya. "Ya, bagaimanapun itu, kurasa semua memiliki kemungkinan yang sama besar, terlepas dari itu semua, setidaknya kita telah membeberkan segala informasi yang masing-masing kita ketahui, sudah tidak ada lagi rahasia diantara kita."
Vivian pun ikut berdiri seraya mulai tersenyum tipis menatap Rian. "Kurasa juga begitu, dan kuharap semua ini berjalan lancar."
Rian mengganggukan kepalanya dengan penuh semangat. "Ya, semoga."
Setelah itu Rian lalu mengantarkan Vivian kembali ke markas besar kepolisian pusat.