webnovel

Bertemu Septi di Halte Busway (Part 2)

Sebelum memulai ke alur ceritanya, aku mau ngomong terlebih dahulu sama Authorku, terkait masalah chapter kemarin.

Bentar ya, guys!!

"Thor, Wey! Sini kamu!"

"Ada apa ya?" ucap Author muncul di pikiranku.

"Ada apa-ada apa! Keterlaluan kamu ya! Aku disangka gila sama semua karakter di alur chapter itu, tau gak!?" Marahku kepada Author, mengingat kejadian di chapter 12.

"Yaelah, Wan, gue kira ada apa, ternyata cuman gitu doang," ucap Author dengan entengnya.

"Ya, kamunya gak kayak aku! Coba kalau kayak aku, pastinya disangka gila kamu!" Marahku kepada Author.

"Yaelah, lagian juga emang jalan ceritanya begitu kok. Coba lu cek di note, di footer naskah lu sendiri. Di situ tertera, bahwa Author bebas muncul kapan aja dan mau ngelakuin apa aja." Ucap Author, yang menyuruh memeriksa footer naskahku.

"Bentar! Aku cek dulu!" Ucapku kepada Author, sembari mengambil serta mencari note di footer naskah.

"Monggo diperiksa, terlebih dahulu."

"Lah?! Kok ada sih? Padahal seingatku gak ada sama sekali?" Ucapku yang bingung dengan adanya note di footer.

"Makanya itu, di cek dulu sebelum ngomong ya!" Tegur Author kepadaku.

"Hem... Ya udah deh kalau gitu." Ucapku yang menerima omongan Author dengan terpaksa.

"Ya udah, kamu bacain ceritanya gih!" Author menyuruhku untuk melanjutkan membaca naskah kembali.

"Oke deh."

Maaf ya, guys... tadi aku marahin Authorku. Soalnya aku masih kesal sama kelakuannya.

Oke deh, kita lanjut ke ceritanya!

Setelah kami berempat sudah masuk ke dalam busway, kini busway mulai beranjak pergi menuju ke halte busway selanjutnya. Di sepanjang perjalanan menuju ke halte busway selanjutnya, kami berempat terpaksa berdiri di kabin penumpang. Karena tempat duduk di dalam kabin penumpang sudah diisi semua sama penumpang lain. Jadinya, mau gak mau kami berempat berdiri dengan penuh kecapekan.

---Beberapa menit kemudian---

Setelah beberapa menit kami menunggu dan mencari adanya bangku kosong untuk kami duduki, akhirnya tersedia juga bangku kosong yang kami inginkan. Kebetulan bangku kosong yang kami lihat, berjumlah empat bangku. Sontak kami pun langsung bergegas menuju ke bangku kosong tersebut untuk segera duduk.

Di saat menunggu pemberhentian halte berikutnya, yaitu pemberhentian halte Cawang Uki. Kami berempat hanya terdiam seribu bahasa. Entah kenapa kami berempat hanya terdiam begini, apakah merasa canggung karena adanya Septi? Atau karena kecapekan belajar di sekolah, atau karena gak ada topik pembicaraan yang menarik untuk dibahas? Aku kurang mengerti masalah ini. Jadinya yah... aku cuma diam, dan melihat jalanan dari jendela busway.

"Sombong lu yeee, Wan!! Gak mau cairin suasana! HUUUU!!" ucap Authorku secara tiba-tiba sembari menyorakiku.

"Bisa diam gak, THOR!!" ucapku kesal kepada Author.

"HAHAHAHAHAHAHA." Author tertawa dengan perasaan yang puas mengejekku.

"Si bajigurr ini!!!" gerutuku yang kesal diolok sama Author.

Di saat aku menikmati pemandangan jalanan, yang penuh dengan kendaraan lalu-lalang. Tiba-tiba Septi menepuk bahuku. "Kamu sedang ngapain, Wan?"

"Oh, ini... aku cuman lihatin jalanan aja, Sep." Ucapku sedikit kaget karena tepukan tiba-tiba dari Septi, sembari menunjuk ke arah jendela busway.

"Oh, gitu... kukira kamu ngelamun gitu." Ucap Septi dengan perasaan lega.

"Gak kok, cuman liatin kendaraan lalu-lalang aja." Ucapku dengan tersenyum kepada Septi.

"Hm... gitu. Hehehehe,"

"Kenapa, Sep, ada perlu apa?"

"Gak kok, cuman mau minta nomor HP-mu aja..." ucap Septi dengan perasaan malu saat meminta nomor HP-ku.

"APAAAAAA!!! DIA MAU MINTA NOMOR HP-KU!!! AP-APAKAH DIA SUKA SAMA AKU??" batinku yang kaget mendengar permintaan Septi.

"Soalnya aku udah minta kontaknya Alvan dan Rusya gitu, tinggal kamu aja, Wan," ucap Septi seraya menunjuk ke arah Rusya dan Alvan.

"Hem?? Ada apa Septi?" ucap Rusya yang bingung, karena dirinya ditunjuk oleh Septi.

"Kukira ada apa, ternyata...." batinku yang kecewa, melihat Septi hanya meminta kontak untuk pertemanan.

"Ha-ah, Ya udah. Mana sini." Ucapku dengan pasrah.

"Oke, bentar! Aku mau ambil HP di kantongku." Ucap Septi seraya mengeluarkan HP-nya dari kantong sakunya.

"Berapa, Wan? Nomor HP-mu?" tanya Septi, yang sudah memegang HP-nya.

"Nih nomor HP-ku 087xx-xxx-xxxx dah ya, Septi." ucapku saat memberi nomor HP-ku kepada Septi.

"Oke, deh. Makasih banyak ya, Wawan." Septi berucap seraya tersenyum sangat manis kepadaku.

"I-imutnyaaaaa!!!" batinku yang menahan perasaan senang, melihat senyuman manis dari Septi.

"Hm?? Wajahmu memerah?" ucap Septi dengan bingung akan mukaku yang memerah.

"G-gak kok. U-udah ya, aku... mau liat kendaraan lagi." ucapku dengan gugup seraya menoleh ke arah jendela busway.

Setelah memberikan nomor HP-ku serta berbincang sedikit dengan Septi, kini aku langsung melihat kembali kendaraan yang lalu-lalang. Yah, sejujurnya sih... agak nyesek juga, mengetahui Septi cuman meminta nomor HP-ku buat pertemanan doang. Kupikir dia minta nomor HP-ku buat... yak kalian taulah... buat pacaran gitu. Tapi, yah... takdir berkata lain. Ha-ah aku jadi kesal.

Pada saat aku termenung kecewa karena kelakuan Septi yang cuman minta nomor HP-ku untuk pertemanan. Tanpa sengaja, aku mendengar pembicaraan Septi, Alvan dan juga Rusya.

"Sepertinya mereka lagi membicarakan rumah mereka, Yah... biarkanlah." Pikirku yang masa bodoh dengan pembicaraan mereka.

"BTW, Septi. Kamu tinggal dimana ?" ucap Rusya memulai pembicaraan.

"Em?? Aku tinggal di Cawang Uki,"

"Kalau kamu, Rusya?" Tanya balik Septi kepada Rusya.

"Aku tinggal di Cibubur, tepatnya di perumahan Joyo Sentoso."

"Oh, di perumahan Joyo Sentoso. Kalau aku di perumahan Laskar Wijaya, Rus." Ucap Septi yang memberitahu juga tempat tinggalnya.

"Owalah, di perumahan Laskar Wijaya. Itu mah rumah tanteku, Sep!" ucap Rusya dengan kaget, setelah mendengar keberadaan rumahnya Septi.

"Iya kah? Masa sih??" ucap Septi tidak percaya omongan Rusya.

"Iya, Sep, itu perumahan tantenya Rusya." Timpal Alvan.

"Oh begitu, aku baru tahu kalau tantemu tinggal di Laskar Wijaya." Ucap Septi yang sedikit terkejut mendengar timpalan dari Alvan.

"Oh iya, kamu di blok mana? Kalau tanteku di blok F11." Tanya Rusya sembari memberitahukan rumah tantenya.

"Oh, begitu. Kalau aku di blok E12." Ucap Septi sedikit terkejut sembari memberitahu blok rumahnya.

"Wah itu mah dekat banget, sama tantemu Rus." Ucap Alvan yang kaget, setelah mendengar lokasi rumahnya Septi.

"Ih kok dekat banget ya, Van!?" Ucap Rusya yang tak percaya lokasi rumahnya Septi.

"Makanya itu, aku sampai kaget dengarnya. Kan itu cuman satu blok aja, Rus?!" Ucap Alvan yang juga tak percaya dengan lokasi rumahnya Septi.

"Emang cuman satu blok aja, Van. Makanya itu aku agak kaget." Ucap Rusya yang masih tak percaya mendengar lokasi rumahnya Septi.

"Hehehe, iya, Rusya, Alvan." Ucap Septi seraya tertawa kecil.

"Nanti kalau aku main ke rumah tanteku, aku mampir ya ke rumahmu?" tanya Rusya kepada Septi seraya tersenyum.

"Eum... tapi rumahku agak berantakan..." ucap Septi dengan suara pelan, sembari menundukkan kepalanya.

Ketika aku sedang asyik memandangi pemandangan kendaraan yang lalu-lalang. Tiba-tiba, aku merasakan aura yang begitu pekat dari belakangku. Kayak aura sedih karena penderitaan gitu. Dan baru kali ini, aku merasakan aura sedih yang pekat banget. Biasanya, aku cuman merasakan aura sedih yang... terbilang lebih lemah dari ini.

Karena penasaran akan aura sedih itu, sontak aku menengok ke arahnya. Ternyata aura sedih pekat tersebut keluar dari tubuh Septi.

"Gapapa kali, Sep, nih... kamarnya si budak satu ini, kamarnya berantakan banget." Ucap Rusya seraya menunjuk ke arah Alvan.

"Enak aja! Kamarku gak sekotor itu ya!" ucap Alvan yang gak terima kamarnya disebut kotor oleh Rusya.

"Emang bener kok, kan kamu kotor banget. Sampai bau begini." Ucap Rusya yang mengejek Alvan seraya tersenyum kecil.

"Dih!! Apaan!" ucap Alvan yang masih gak terima dirinya dikatain.

Di saat Alvan dan Rusya berantem karena olokan Rusya, tiba-tiba dengan spontan Septi pun berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke pintu keluar busway. Melihat Septi yang berdiri secara tiba-tiba dan berjalan menuju ke pintu keluar busway. Sontak kami pun kaget.

"Kamu kenapa, Sep?" ucap Alvan yang kaget melihat Septi yang sudah di depan pintu keluar busway seraya memandang ke arahnya Rusya.

"Udah mau turun?" tanya Rusya kepada Septi.

"...." Aku hanya terdiam dan melihat tindakan Septi.

"Em... aku mau beli bahan-bahan untuk dimasak. Soalnya, ibuku memintaku untuk beli di pasar langganan gitu..." ucap Septi dengan tersenyum, untuk menutupi perasaan sedihnya.

"Oh, begitu. Oke deh, hati-hati ya, Sep!" ucap Rusya seraya melambaikan tangannya.

"Hati-hati ya, Sep!" ucap Alvan kepada Septi.

"Iya." Ucap Septi yang tersenyum untuk menutupi perasaan sedihnya.

"...." Aku hanya terdiam dan simpati karena perasaan sedihnya.

Setelah Septi turun dari busway, untuk membeli bahan makanan. Akhirnya, busway kami pun pergi meninggalkan dirinya.

次の章へ