webnovel

MSL - After Three Days

Aku sengaja membuat Elina tidak memiliki akses untuk bisa bicara langsung dengan Christ, bahkan saat makan malam. Aku meminta pelayan mengantarkan makanan Elina kedalam kamar dan praktis tidak ada akses untuk wanita itu menemui suamiku dan bicara dengannya.

"Hai . . ." Aku terkesiap karena tiba-tiba Elina masuk kedalam kamarku, kamarku dan Christ.

"Apa yang kau lakukan di situ?" Tanyaku, aku baru saja bersiap untuk pergi dan sedang merapikan diri didepan cermin.

"Toilet di kamarku tersumbat." Ujarnya.

"Toilet?" Alisku bertaut. "Panggil pelayan dan minta mereka mengurusnya."

"Aku bukan pemilik rumah ini, jadi aku tidak enak hati."

Aku menghela nafas dalam, Elina cukup manis selama tiga hari tinggal di rumah kami. Dia mulai menjaga bicaranya dan juga tidak melanggar aturanku. Mungkin aku harus sedikit melunak padanya.

"Akan ku periksa." Kataku. Aku bergegas keluar dari kamar dan menuju kamarnya. Elina mengikutiku dibelakangku. Aku masuk ke kamarnya dan melihat toilet benar-benar tersumbat.

"Aku akan memanggil pelayan." Kataku sambil berbalik ke arahnya, tapi aku melihat tangannya dengan cepat membekap mulutku. Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu.

***

-Author POV-

Elina mengambil ponsel dari saku Bella dan membukanya. Sayang sekali karena Bella tidak memberikan password apapun pada ponselnya jadi gadis itu bebas mengakses ponsel Bella.

Elina berlari ke arah pintu dan mengunci pintunya dari dalam. Dia segera memberikan plester di mulut Bella dan mengikat tangan dan kaki Bella, kemudian menyeret gadis itu masuk kedalam lemari pakaian.

"Sorry." Elina menyeringai pada Bella yang masih pingsan dan tampak meringkuk didalam lemari pakaian itu.

Elina segera keluar dari kamar itu dan memastikan situasi aman sebelum akhirnya berjalan dengan cepat ke kamar Bella untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian Bella. Setelah bertemu dengan Bella beberapa kali, tentu ini hal yang mudah bagi Elina untuk menirukan cara Bella bicara dan berpikir.

Elina keluar dari kamar Bella dan turun ke lantai satu.

"Jangan antar makanan lagi, Elina sudah pergi dari rumah ini tadi pagi." Katanya pada seorang pelayan dan pelayan itu mengangguk meski alisnya sedikit berkerut, dia merasa ada yang janggal dengan cara Bella berbicara dengannya. Biasanya Bella jauh lebih ramah dari hari ini.

Elina benar-benar masuk ke kehidupan Bella karena dia menyempatkan diri ke kedai walaupun tak lama, sayang sekali dia tidak sempat bertemu Ze, karena Zevanya pasti akan langsung tahu kalau wanita ini bukan Bella, sahabatnya.

Elina menggunakan kartu kredit milik Bella untuk berbelanja banyak barang dan pulang kemudian mengepaknya dalam koper untuk segera kabur dari rumah itu begitu dia mendapatkan apa yang dia ingikan. Elina bahkan datang ke bank untuk memindahkan sejumlah besar uang dari rekening Bella pada rekening Evan Robert, kekasih Elina.

Siapa bilang gadis itu dibesarkan di keluarga kaya? Elina diadobsi oleh gembong narkoba dan hidup sebagai criminal yang berpindah-pindah. Berita tentang Isabella Stuart dia dapatkan dari seorang temannya yang adalah hecker atau peretas. Elina datang untuk menguras harta saudari kembarnya itu dan kabur.

"Sir, aku Benjamin dari Swis Bank." Sapa seorang pria di telepon.

"Ya Mr. Ben, ada masalah?" Tanya Christ, pria ini sangat jarang menghubunginya jika bukan hal penting soal uangnya di bank itu.

"Isteri anda datang dan ingin memindahkan uang dalam jumlah besar."

Alis Christ bertaut, "Bisakah aku bicara dengannya?" Tanya Christ.

"Sebentar Sir." Ujar Benjamin. Dia memberikan ponsel itu pada Elina yang menyamar sebagai Bella.

"Sayang, kau butuh uang?" Tanya Christ.

"Ya." Elina tidak ingin banyak bicara, karena Christ mungkin menyadari bahwa dia bukan Isabella, isterinya.

"Untuk apa."

"Aku tidak punya banyak waktu." Ujar Elina.

"Kau akan pergi dariku?"

"Christ kumohon."

"Berikan ponselnya pada Benjamin."

Elina mengembalikan ponsel itu pada Benjamin.

"Ben, tahan beberapa saat. Aku harus mengkonfirmasi pada orang-orangku."

"Baik Sir."

"Carilah cara untuk membuatnya menunggu." Ucap Christ sambil berjalan dengan cepat keluar dari ruangannya dan menuju mobil untuk segera menuju Swiss Bank tempat Bella berada.

Dalam perjalanannya menuju Swiss Bank, Christ menghubungi Simon, pengawalnya yang ada dirumah dan menanyakan dimana keberadaan Isabella.

"Nyonya pergi dengan mobilnya Sir."

"Dia tidak mengajak supir?" Tanya Christ.

"Tidak Sir."

"Ok."

Setengah jam kemudian Christ sampai dan menemui Benjamin juga Bella yang adalah Elina.

"Sayang." Christ memeluk Bella palsu itu sekilas, dan tentu saja dalam hati Elina dia sangat kesal, mengapa pria ini begitu pelit bahkan pada isterinya sendiri.

"Ben, berikan aku waktu bicara dengan isteriku." Ujar Christ, dan pria itu meninggalkan mereka berdua.

"Ada apa sayang, mengapa kau tidak bicara padaku sebelum datang ke bank?"

Elina bukan gadis bodoh, dia bahkan sangat cerdas dan sudah mempersiapkan semua kemungkinan terburuk termasuk jika Christ menggagalkan rencananya.

"Aku merasa kasihan pada Elina." Ujarnya.

"Elina? Apa yang terjadi padanya?"

"Dia terlibat kasus peminjaman uang pada mafia dan sekarang mereka menahan Elina." Ujar Bella palsu itu.

"Elina pergi dari rumah?" Tanya Christ.

"Ya sayang, aku sangat khawatir padanya. Dia satu-satunya keluargaku." Elina benar-benar pandai bersandiwara, dia bahkan dengan mudah berkaca-kaca dihadapan Christ.

"Sayang . . ." Christ menarik tubuh Elina dan dengan satu sentuhan telunjuknya dia menyibakkan lengan gaun yang dikenakan gadis itu. Ini memang gaun Bella, tapi Christ tahu apa yang tidak diketahui gadis ini. Sejak mendengar berita Bella ingin menarik uang dalam jumlah besar, Christ sudah curiga dan dia datang bukan untuk menyetujui penarikan itu melainkan untuk mencaritahu siapa gadis yang berada di hadapannya saat ini.

"Sayang apa yang kau lakukan? Ini tempat umum, lagi pula aku sedang buru-buru." Ujar Bella sedikit marah. Bella tidak akan marah saat Christ menyentuhnya, kapanpun dan dimanapun. Christ melirik tahilalat di dekat tulang selangka Bella, seharusnya ada disana dan cukup besar untuk terlihat, tapi di tubuh gadis ini, tidak ada tanda lahir itu.

Rahang Christ mengeras sekilas. "Kita akan menemukan cara untuk menyelamatkan saudarimu itu." Christ sudah tahu bahwa gadis yang ada di depannya bukanlah isterinya.

"Tunggulah disini, aku akan mengurus pencairannya bersama Ben didalam ruangannya." Ujar Christ. Elina tersenyum, menurutnya itu adalah senyum kemenangan.

"Dasar pria bodoh, kau memang cukup tampan, tapi sangat bodoh." Gumam Elina dalam hati.

Beberapa menit kemudian Christ keluar dengan tas besar.

"Ini yang kau butuhkan?" Tanya Christ.

"Ya." Angguk Elina, dia bahkan memeluk Christ dan berterimakasih pada pria itu. "Aku tidak tahu apa jadinya jika bukan kau suamiku, mungkin nyawa saudariku akan melayang."

"Kita akan menemui mereka bersama."

"Tidak sayang, mereka tidak ingin aku melibatkan siapapun."

"Tapi aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendiri."

"Aku akan pergi dengan taksi, tunggu aku, aku pasti kembali." Bella palsu menyerahkan kunci mobil Bella asli pada Christ dan membawa rangsel besar itu dan segera turun kemudian memanggil taksi.

"Anda membiarkannya pergi begitu saja Sir?" Tanya Benjamin.

"Orang-orangku sudah mengawasi nomor polisi taksinya, dan aku sudah menghubungi pihak kepolisisan. Terimakasih Ben atas kerjasamamu. Sekarang aku harus mencari tahu keberadaan isteriku."

Christ mengambil kunci mobil Bella kemudian segera berkendara pulang. Sebelum masuk mobil dia bahkan menghubungi pengawalnya untuk menggeledah seluruh ruangan dan memeriksa cctv di rumah.

"Temukan isteriku!" Perintah Christ, dengan gusar sambil berkendara menuju kediamannya. Sesampai dirumah semua orang masih sibuk mencari Bella.

"Aku melihatnya pergi Sir." Kata seorang pelayan.

"Itu bukan isteriku." Ujar Christ sambil berlari ke kamar yang sebelumnya di pakai Elina. Dia membuka pintu kamar itu yang ternyata dikunci dari luar. Christ bahkan harus mendobrak pintunya dengan sangat keras. Tiga kali mencoba dan dengan dibantu seorang pengawal akhirnya pintu terbuka. Christ masuk, kemudian berlari ke kamar mandi dan tidak menemukan siapapun disana, bahkan tidak ada petunjuk atau tanda-tanda. Dia menyisir seluruh ruangan dan tidak menemukannya.

"Honney . . ." Christ berteriak dan tiba-tiba suara mengetuk-ngetuk terdengar dari dalam lemari. Christ segera membukanya dan melihat Isabella dengan mulut terikat dan kaki juga tangan terikat. Didalam dia mengetuk-ngetuk dinding lemari dengan kepalanya dan berharap ada yang datang, hingga dia menjadi sangat pusing.

Untunglah sebelum benar-benar pingsan dia mendengar Christ berteriak dan bisa merespon dengan kembali membenturkan kepalanya ke lemari untuk kesekian kalinya. Itu satu-satunya anggota tubuhnya yang bisa bergerak karena kaki dan tangannya diikat.

Christ membuka tali pengikatnya dan melihat memar ditangan dan di kaki Bella. Kepalanya juga memar, entah sudah berapa kali dia membenturkan kepalanya ke dinding.

Christ membopong Bella keluar dan membaringkannya di ranjang.

"Sayang. . . " Christ memegangi tangan Bella dan memastikan isterinya itu cukup sadar.

"Kita akan kerumahsakit." Ujar Christ tapi Bella menggeleng. "Aku hanya butuh istiharat." Jawb Bella lirih dan Christ mengalah, dia meminta pengawal memanggil dokter dan pelayan membawakan Bella segelas air.

Setelah cukup tenang, Christ membopong Bella ke kamar dan membaringkannya di sana. Dia sudah sempat bicara dengan dokter pribadinya dan mengikuti langkah-langkah pertolongan pertama sebelum sang dokter datang.

"Ini benar-benar kejam, kau harus melaporkannya pada polisi kurasa."

"Aku tinggal menunggu hasilnya, wanita itu tidak akan bisa lolos." Geram Christ.

"Sepertinya isterimu cukup kuat, dan hanya luka luar. Oleskan saja salepnya, memarnya akan mereda."

"Ok, terimakasih Dok."

"Sama-sama Mr. Hudson."

Dokter itu pergi dari rumah Christ diantar oleh salah seorang pengawalnya sementara Christ tetap didalam kamar dan kembali ke sisi ranjang, duduk mengamati wajah isterinya yang tertidur karena obat yang diberikan oleh sang dokter.

Christ tidak mengatakan apapun, dia hanya terus memandangi isterinya itu. Sekitar dua menit kemudian ponsel Christ bergetar dan dia menerima panggilan masuk di ponselnya. Christ sengaja keluar kamar agar tidak menimbulkan kegaduhan didalam kamar, dia tidak ingin istirahat Bella terganggu.

"Apa yang terjadi?" Christ membuka percakapan.

"Apa?" Christ mendengar sesuatu yang membuatnya sangat terkejut.

"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi." Gumamnya. "Berikan aku kabar terbarunya."

Christ menutup panggilan itu dan berdiri tertegun sekilas. Apa yang tidak pernah dia duga ternyata terjadi, dan itu membuatnya justru memiliki alasan kuat untuk menyerang balik.

次の章へ