"Hatchii"
"Hachoo, ssrroott" Sejak semalam hidung mancung Lalisa tak henti hentinya mengeluarkan cairan ingus.
"Beginilah karma anak nakal. Nini bilang jangan banyak makan es krim. Tetap saja tidak mau menurut" Ingin rasanya Jennie mengumpat saat Lalisa terus saja membuang bekas tisu ke lantai. Sudah dinasehati berulang ulang, tetap saja Lalisa kembali membuang bekas tisu ke lantai.
"ini semua salah Rojeh" dua lembar tisu sekaligus Lalisa lemparkan asal ke lantai.
"sh*t" umpat Jennie.
"MANOBAL! Sudah berapa kali aku bilang. Buanglah bekas tisu mu ke tempat sampah!" Lalisa terkejut saat melihat Jennie berdiri dengan wajah murka. Namun, tak lama ia tertawa saat melihat tisu yang ia buang ke lantai bertengger di kepala manusia berpipi mandu itu.
"tertawalah, jika kau sudah bosan hidup!"
"hmpftt, mianhae" Lalisa memilih menahan tawanya.
"aku akan ke dapur menyiapkan sarapan dan obat untukmu. Jika aku kembali dan masih melihat tisu berceceran di lantai. Aku pastikan hari ini akan menjadi hari terakhirmu di dunia" Jennie melenggang begitu saja setelah mengucapkan kata-kata sadisnya.
"sudah pergi? Padahal Lili ingin minta tolong ambilkan tisu"
karena malas turun dari ranjang, mau tidak mau Lalisa menggunakan lengan bajunya untuk mengelap cairan ingus yang keluar dari hidung. Tisu yang ia buang tadi adalah tisu terakhir.
Cukup lama Jennie meninggalkan Lalisa dengan hidung yang semakin banyak mengeluarkan cairan ingus. Membuat setengah lengan baju Lalisa sudah basah. Lalisa yang menyadari hanya bisa terkekeh dan takjub dengan hasil karyanya.
"ya ampun Lili" teriak Jennie saat melihat kedua lengan baju Lalisa sudah basah.
"Lengan baju Lili kenapa bisa basah seperti ini?"
"xixixi, tisu Lili habis" masih sempat sempatnya Lalisa terkekeh menjawab pertanyaan Jennie
"kenapa tidak ambil sendiri?"
"Lili malas"
"dasar pemalas" Jennie membuka lemari pakaian Lalisa. Mengambil sebuah hoodie berwarna kuning dan dilemparkannya pada Lalisa.
"Capat ganti pakaianmu"
tanpa menjawab Lalisa melepaskan baju yang ia kenakan. Membuat abs perutnya terlihat jelas oleh mata Jennie.
"sh*t" umpat Jennie di dalam hati melihat pemandangan indah di depan matanya.
"Lili pasti sangat cantik memakai hoodie ini. Nini saja sampai tidak berkedip" sindir Lalisa. Matanya tidak sengaja melihat Jennie menatapnya tanpa terkedip.
"mana ada orang memuji dirinya sendiri" Jennie merasa malu, tapi semua itu ia tutup dengan wajah datar.
"ada. Lili orangnya, xixixi"
"cepat habiskan buburnya. Nini ingin menelepon Jisoo unnie" Jennie pergi meninggalkan Lalisa menuju balkon.
Lalisa hendak mengambil mangkuk bubur di meja nakas, namun perhatiannya teralih saat ponsel di sebelahnya berdering dan tertera nomor asing. Awalnya Lalisa mengabaikan panggilan itu namun ponselnya terus saja berdering. Dengan malas Lalisa mengangkat panggilan dari nomor asing tersebut.
"Yeoboseyo"
"Morning Lili" sahut disebarang sana membuat Lalisa mengernyitkan dahi.
"nuguya?"
"kau tidak menyimpan nomorku? Aku Jungkook" Lalisa menepuk dahi.
Ia teringat beberapa hari yang lalu Jennie menyita ponsel miliknya dan menghapus semua nomor di kontaknya secara sepihak. Bahkan ia sempat beradu mulut dengan Jennie saat mengetahui Jennie menghapus semua nomor teman temannya dan hanya menyisakan nomor keluarga dan sahabatnya.
"ada apa oppa menelepon Lili?"
"Hari ini aku berencana pergi ke petshop membeli beberapa mainan untuk Gureum, anjing peliharaanku. Aku ingin mengajakmu juga, mungkin kau ingin membeli beberapa mainan untuk Leo. Apa kamu keberatan jika aku mengajakmu?" suara Jungkook terdengar sangat antusias di telinga Lalisa.
Cukup lama Lalisa terdiam, memikirkan jawaban atau lebih tepatnya penolakan yang tidak membuat sunbae-nya kecewa.
"mianhae oppa, tapi Lili tidak bisa. Lili sedang tidak sehat. Mungkin lain kali ne" hanya alasan itu yang terlintas di kepala Lalisa saat ini.
"kamu sakit? Sakit apa? Kalau begitu aku akan menjengukmu sekalian menjenguk Leo. Kirimkan aku alamat rumahmu" Lalisa mendengar nada khawatir dari sebrang sana, tapi ia tidak mempedulikan itu.
Saat ini pikirannya sedang bergulat, bisa gawat jika Jungkook datang ke rumah dan bertemu dengan Jennie. Tapi tidak enak juga kalau menolak niat baik Jungkook. Tapi ia juga tidak mau jika nanti akan terjadi perang di mansionnya karena ulah Jennie.
"mianhae oppa. Tapi Lili sedang flu, Lili tidak mau oppa tertular. Lain kali saja ne, jika Lili sudah sembuh" terpaksa Lalisa harus menolak.
Jungkook yang berada di seberang sana memegang dadanya, jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Ia sudah salah tingkah mendengar ucapan Lalisa yang begitu perhatian kepadanya.
"segitu perhatiannya dia padaku. Bagaimana aku tidak jatuh cinta padanya" batin Jungkook sambil senyum - senyum sendiri seperti orang gila.
"kalau begitu, cepat sembuh ne. Aku akan mengajakmu berjalan jalan jika Lili sudah sembuh" Lalisa bernafas lega mendengar respon dari Jungkook. Setidaknya sunbae-nya itu tidak kecewa.
"ne oppa, gomawo. Lili tutup teleponnya ne" tanpa menunggu jawaban, Lalisa langsung mematikan sambungan telepon sepihak.
"Lili berbicara dengan siapa?" tanya Jennie dari arah balkon.
"Kenapa buburnya tidak dimakan?" belum sempat Lalisa menjawab pertanyaan pertama Jennie sudah menghujamnya dengan pertanyaan lagi.
"Lili belum sempat"
"belum sempat atau terlalu asik bertelepon? Sini kemarikan ponsel Lili. Dan segera habiskan buburnya" perintah Jennie yang langsung dipatuhi Lalisa.
Lalisa menyerahkan ponsel pada Jennie. Mengambil mangkuk berisi bubur di meja nakas dan melahap suapan demi suapan.
Jennie membuka log panggilan di ponsel Lalisa dan menemukan banyak panggilan nomor asing di log panggilan masuk. Tapi ada satu nomor yang menarik perhatiannya.
"ini nomor siapa?" tanya Jennie menatap tajam Lalisa. Jarinya menunjukkan sebuah nomor tanpa nama di layar ponsel.
"Jungkook Oppa" lirih Lalisa
"katakan lebih keras" Jennie sebenarnya mendengar jawaban Lalisa. Namun ia hanya ingin memastikan bahwa apa yang didengarnya itu benar.
"Jungkook Oppa" ulang Lalisa sedikit lebih keras.
"Jungkook? Apa yang kalian bicarakan?" dingin Jennie. Ibu jarinya menekan hapus pada nomor Jungkook.
"hanya menanyakan kabar Leo saja" bohong Lalisa.
Jennie memberikan tatapan intimidasinya Lalu ia mengalihkan perhatiannya kembali pada ponsel Lalisa.
"habiskan buburnya. Setelah itu minum obat" Jennie meletakkan ponsel Lalisa di nakas setelahnya Jennie menyiapkan obat yang akan diminum Lalisa.
Semangkuk bubur Lalisa habiskan dengan lahap, porsi yang Jennie berikan sangat banyak melebihi porsi makannya sehari hari. Tapi Lalisa dengan senang hati menghabiskan bubur buatan Jennie, untung saja masakan Jennie sangat enak.
"sudah habis" Lalisa meletakkan mangkuk kosong di nakas.
"sekarang minum obatnya" Jennie masih dengan nada dingin menyodorkan beberapa butir obat.
Mungkin Jennie merasa sebal pada Lalisa. Jelas jelas Jennie menghapus semua kontak di posel Lalisa untuk menghindari Lalisa berinteraksi dengan orang asing. Tapi dia sendiri lupa bahwa banyak makhluk di luar sana mengincar gadisnya.
Lalisa mengambil segelas air putih. Tanpa banyak bicara ia meneguk obat di tangan Jennie satu persatu. Ia tau jika saat ini Jennie sedang dalam mood yang buruk dan Lalisa tidak ingin menambah keadaan semakin buruk.
Dengan susah payah dan menahan rasa pait satu persatu obat Lalisa minum, hingga obat terakhir Lalisa sengaja memberi jeda panjang.
"ini tinggal satu. Kenapa lama sekali" Jennie masih dengan nada dingin.
"pait Nini" Lalisa sudah tidak bisa lagi menahan rasa pait di mulutnya.
"salah sendiri tidak menurut. Cepat habiskan, lalu istirahat" terpaksa Jennie menjejalkan sebutir obat terakhir ke mulut rapat Lalisa.
"LILI TIDAK MAU. JANGAN PAKSA LILI!"
Jennie terlonjak kaget. Ia terkejut, ini kali pertama Lalisa membentaknya. Lalisa yang merasa bersalah memberikan tatapan sayu pada Jennie. Tidak lama Lalisa mencebikkan bibir dan air matanya lolos begitu saja.
"hiks hiks hiks" tangis Lalisa.
"Lili tidak mau, pahit" Lalisa semakin menangis terisak.
Jennie menghela nafas panjang. Ia merasa bersalah karena sudah membuat gadisnya menangis. Dia sadar sudah terlalu kasar dengan Lalisa, tapi mau bagaimana lagi. Ia tidak punya cara lain agar Lalisa mau minum obat. Tiba tiba saja sebuah ide terlintas dikepalanya.
"tutup mata Lili" Lalisa menutup matanya walaupun airmatanya terus menetes.
Saat Lalisa menutup mata, tiba tiba saja ia merasakan benda kenyal menempel di bibirnya. Lalisa membuka mata dan tatapannya yang sayu bertemu dengan mata tajam Jennie. Jennie tetap melanjutkan ciumannya, ia mencium lembut bibir Lalisa dan memberikan lumatan kecil. Saat Jennie merasakan Lalisa akan membalas ciumannya, dengan segera Jennie menggigit bibir bawah Lalisa membuat si empunya kaget dan spontan membuka mulut. Dengan sigap Jennie mendorong obat yang berada di lidahnya ke dalam mulut Lalisa.
"hmpp" Lalisa yang sadar jika ditipu, langsung melepaskan ciuman dan meminum air untuk mendorong obat dimulutnya masuk ke lambung.
"Aku akan ke dapur. Istirahatlah!" Jennie beranjak begitu saja mengambil bekas mangkok dan gelas kosong lalu pergi ke dapur, seolah tidak terjadi apa apa.
"jahat sekali" lirih Lalisa melihat punggung Jennie menghilang di balik pintu.
Lalisa mengambil ponsel dan menghidupkan layar kunci ternyata ada satu notif pesan masuk dari Jisoo.
Chu unnie🐢🐇
Chu unnie akan kerumah Lili
Lili ingin Chu unnie bawakan apa?
Lili🐣
hmm, Lili ingin gula kapas unnie
Chu unnie🐢🐇
Mwo?
Yang lain saja. Aku tidak mau kucing betina dirumahmu mengamuk.
"Apa Chu unnie lupa kalau Leo seekor kucing laki laki?" lirih Lalisa menengok kesana kemari namun ia tidak menemukan keberadaan Leo si kucing gembul. Mungkin Jennie mengurung kucing gembulnya di kandang.
Lili🐣
Leo kan laki laki unnie
Chu unnie🐢🐇
Kucingmu yang satunya -_-
"bukannya kucing Lili hanya Leo?" batin Lalisa mengerutkan dahinya
Lili🐣
Kucing Lili hanya satu unnie
Chu unnie
Jennie maksud unnie
Lalisa mengulum senyumnya.
Lili🐣
hahaha
iya unnie. Kucingnya sangat galak
cepatlah kemari
Lili merindukan Chu unnie
Chu unnie🐢🐇
ututututu bayi unnie
tunggu sebentar ne, unnie segera meluncur
"aku menyuruhmu untuk istirahat bukan bermain ponsel" Tanpa Lalisa sadari ternyata Jennie mengawasinya sejak tadi.
"Lili hanya bertukar pesan saja" Lalisa segera mengunci layar ponsel dan diletakkan kembali ke nakas.
"bertukar pesan dengan siapa, sampai senyum senyum sendiri ?" Jennie mendekat ke kasur Lalisa dan mendudukkan diri di tepi ranjang lalu mengambil ponsel Lalisa.
"Chu unnie" Jennie memeriksa dan membaca pesan Lalisa dengan Jisoo sesekali melirik Lalisa.
Jantung Lalisa berdegup sangat kencang saat Jennie memberikan tatapan mematikan. Rasanya ia ingin menghilang saat ini juga.
"sudah berani mengataiku?" Lalisa menundukkan kepala menghindari kontak mata dengan Jennie.
Jennie menghela nafas, Ia memang harus ekstra sabar menghadapi manusia nakal satu ini.
"Lili, lihat Nini" Lalisa dengan ragu mengangkat kepala menatap Jennie.
"Baby, semua yang Nini lakukan untuk kebaikan Lili. Nini tidak mau melihat Lili sakit seperti ini. Maafkan Nini jika terlalu keras ne" Jennie mengusap lembut pipi Lalisa dan membenahi poni Lalisa yang berantakan.
"Sekarang baby istirahat dulu. Nanti jika Chu unnie sudah datang Nini akan bangunkan"
"chupphh" Jennie memberikan kecupan hangat di hidung mancung Lalisa.
"usap usap punggung Lili" pinta Lalisa dengan nada bayinya.
"aigo, bayi kecilnya Nini" Jennie segera memposisikan diri, menyandarkan sedikit tubuh ke sandaran ranjang dan mengusap punggung Lalisa hingga Lalisa tertidur.
"dasar bayi nakal" lirihnya memandangi wajah Lalisa yang masih tetap menawan.
Tidak lama Jennie ikut menyusul Lalisa ke dalam alam mimpi.
.
"pemandangan indah" tatapan Jisoo tidak lepas dari dua anak manusia yang sedang tertidur dan saling berpelukan.
"aku jadi tidak tega membangunkan mereka" Irene
"jangan dibangunkan, biarkan saja" Seulgi mengambil ponsel dari kantong celana dan memotret momen langka di depan matanya.
Jennie menggeliat mendengar suara berisik di sekitarnya. Saat ia membuka mata, ia melihat para sahabatnya berdiri disekelilingnya.
"kalian kenapa menatapku seperti itu?" sontak semua membubarkan diri dan tidak ada satupun yang menjawab Jennie.
Jennie yang sadar jika dirinya dan Lalisa menjadi tontonan hanya bisa menggelengkan kepala.
Jennie meregangkan tubuhnya dan beranjak pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka.
"Jen kau sudah makan siang? Aku sengaja membawakan mandu untukmu" Jisoo menyodorkan sekantong plastik berisi mandu saat Jennie keluar dari kamar mandi.
"terima kasih unnie. Tapi Jennie lagi tidak selera makan"
"Kau harus makan Jen, mengurus Lalisa pasti menguras banyak tenaga. Jangan sampai kau jatuh sakit"
"Benar, kata Irene unnie. Unnie harus makan dan mengisi tenaga unnie. Maaf kan aku sudah mengejak Lalisa membeli es krim tadi malam" Rose merangkul Jennie.
"Tak apa Rojeh, ini bukan salahmu. memang Lalisanya saja yang suka membangkang" Jennie memeluk pinggang Rose.
"Apa semalam Lalisa menyusahkanmu unnie?" Yeri bertanya, karena ia tau Lalisa sangat resek dan menyusahkan jika sedang sakit.
Jennie hanya menganggukan kepala mengingat bagaimana semalaman ia dibuat tidak tidur hingga subuh karena demam Lalisa yang tidak kunjung turun.
"makan dan istirahatlah. Biar kami yang menggantikanmu mengurus bocah satu ini" Wendy ikut merangkul bahu Jennie. Ia tidak ingin Jennie ikut sakit karena terlalu lelah mengurus Lalisa.
"nanti saja, aku akan menunggu Lalisa bangun. Dan kita makan siang bersama" semua orang yang berada di dalam ruangan menganggukkan kepala setuju.
Jisoo dan sahabatnya memutuskan untuk menonton film untuk mengurangi keramaian. Posisi saat ini Jisoo, Rose, Wendy dan Joy duduk di sofa sedangkan Irene, Seulgi dan Yeri duduk di karpet. Jennie tentu saja ia senderan di kasur, di sebelah Lalisa.
Di tengah tengah film Jennie yang terlalu asik menonton tidak sadar jika bayi disebelahnya sudah terbangun.
Lalisa hanya terdiam menatap wajah chubby Jennie dari bawah, ia mengulum senyum saat Jennie memasang wajah serius. Menurutnya Jennie menjadi sangat lucu jika sedang memasang wajah serius.
"eoh, Lili sudah bangun?" semua orang sontak mengalihkan perhatian mereka ke Lalisa.
Lalisa hanya menganggukkan kepala.
"tidur nyenyak hhmm?" Jennie mengusap kepala Lalisa
Lalisa hanya menganggukkan kepala.
"sudah merasa baikan?"
Lalisa hanya menganggukkan kepala.
"Lili lapar? Kita makan siang dulu ne?"
Lagi lagi Lalisa hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Jennie. Tatapan matanya tidak lepas dari wajah Jennie.
"Bibi sudah memasak di bawah, kita makan di bawah atau di sini?"
"di sini!" kompak semua orang menjawab pertanyaan Irene.
"oke. Akan unnie sampaikan" Irene segera mengambil gagang telepon dan menyambungkannya pada kepala maid di rumah Lalisa untuk menyiapkan makan siang di kamar.
"Irene tolong hangatkan mandu untuk Jennie" tanpa menjawab Irene mengambil mandu yang sudah dingin dan dimasukkan ke dalam microwave. Tidak lama hanya 3 menit mandu yang dingin sudah menjadi hangat. Dengan telaten Irene memindahkan mandu ke atas piring.
Seulgi yang mengikuti kegiatan dan gerak gerik Irene hanya bisa tersenyum, ternyata selama ini ia tidak salah sudah menjatuhkan hati kepada Irene.
Tidak lama maid datang membawa dan menyiapkan banyak makanan. Mata Rosé sudah berbinar binar melihat banyak makanan yang tertata rapi di meja. Karena kamar Lalisa sangat luas jadi mereka tidak merasa kesempitan sama sekali. Mereka memilih untuk lesahan di karpet sembari menikmati makan siang mereka masing masing.
Lalisa juga ikut bergabung duduk di bawah, dengan Jennie di sebelahnya menyuapi makan siangnya. Semua nampak menikmati makanan mereka ditemani obrolan kecil dan gelak tawa yang dibuat Seulgi dan Jisoo. Hanya Rosé lah yang tetap khidmat dan khusyuk menikmati jatah makan siangnya dalam diam.
Setelah makan siang selesai mereka melanjutkan menonton film yang sempat tertunda. Lalisa memilih untuk duduk di sofa dan bersandar di dada Jennie sambil memainkan jari jemari mungil Jennie.
"Nini" panggil Lalisa dengan nada lirih. Ia tidak mau mengganggu teman temannya yang sedang asik menonton.
"Apa baby?" Jennie mengalihkan perhatiannya dari layar TV dan menatap Lalisa yang sudah mendudukan diri dihadapannya.
"Apa boleh Lili minta satu permintaan?" Tanya Lalisa.
"Tergantung. Tapi jika Lili meminta Nini untuk menjahui Lili, Nini tidak bisa mengabulkannya" Jennie terkekeh. Berbeda dengan Lalisa yang memberikan tatapan tajam padanya.
"Nini, Lili serius" Lalisa menekankan nada di akhir kalimat.
"Lili, Nini juga serius" Jennie meniru gaya Lalisa yang diakhiri dengan kekehannya.
"Nini!".
"Iya baby, Nini hanya bercanda. Cepat katakan apa permintaan Lili?" Jari jari Jennie merapikan poni Lalisa yang berantakan.
"Lili minta, Nini tidak dekat dekat dengan namja yang kemarin" singkat padat dan jelas.
"Mworago?" Suara keras Jennie mendapatkan tatapan mematikan dari teman temannya.
"Wae?" Tanya Jennie pada Lalisa. Ini pertamakalinya Lalisa meminta Jennie untuk menjauhi seseorang.
"Lili tidak suka" Lalisa melipat tangannya didepan dada dan memasang ekspresi marah.
"Aigo, kiyowo" batin Jennie melihat ekspresi Lalisa yang menggemaskan.
"Akan Nini usahakan"
"Janji?" Lalisa ngangkat jari kelingkingnya tapi masih dengan ekspresi marah.
"Janji" jennie menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Lalisa.
"Lili sayang Nini banyak banyak" Lalisa memeluk erat Jennie.
"Nini juga sanyang Lili banyak banyak banyak"
"Ani, Lili sayang nini lebih banyak"
"Nini juga sayang Lili lebih banyak banyak"
"Nini" Jennie terkekeh karena berhasil menjahili Lalisa.
"Iya baby"
~to be continued
aku tidak tau apa yang harus aku katakan mengenai berita hari ini. Tapi aku berharap semua tetap dewasa apapun yang terjadi. ingat, setiap manusia berhak bahagia dan mereka memiliki cara mereka sendiri untuk mendapatkan bahagia versi mereka. love u guys!