Matanya berkedip-kedip. Ia mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam lensa matanya saat ini. Langit-langit ruangan dengan aroma khas rumah sakit mulai tercium dan menari-nari di dalam lubang hidungnya. Gadis itu sadar dengan rintih suara yang terdengar begitu lirih. Suasana ruangan yang sepi, membuat suara itu menjadi satu-satunya pemecah keheningan yang ada. Menarik perhatian dua gadis untuk datang mendekat ke sisi ranjangnya. Dua pasang bola mata mulai menyisir setiap bagian tubuh gadis yang baru saja membuka matanya itu.
"Lo sudah siuman, mau gue panggilkan dokter?" tanya Lila menyela. Ia mengusap bahu si teman dekat dengan sesekali menghela napasnya berat. Wajah gadis itu sangat pucat. Bibirnya terluka dengan warna putih tak ada cantik-cantiknya sana sekali. Sisi matanya terluka dengan warna lebam yang membiru. Gadis itu benar-benar hancur saat ini.
"Gak perlu, gue lebih baik sekarang." Suara lirih itu mencegah kepergiannya. Ia sukses membuat dua gadis yang memandangnya dengan tatapan iba itu hanya bisa menghela napasnya beberapa kali. Tak kuasa menatap, Sandra mulai memandang ke arah lain. Membuang mukanya sebab ia tak bisa menatap hal mengerikan ini. Seorang gadis tak berdosa terluka dengan parah, juga kabar-kabarnya, pahanya harus mendapatkan luka jahitan yang banyak sebab goresan belati itu terlalu dalam.
"Itu Sandra," tuturnya memperkenalkan kala pandangan sang gadis menuju tepat ke arah satu lagi gadis cantik yang masih enggan mengembalikan pandangannya.
"Dia temen gue kuliah," imbuhnya menyenggol bahu gadis yang ada di sisinya saat ini.
Sandra mulai menatapnya. Gadis cantik berwajah pucat dengan riasan make up yang tak lagi menempel di atas parasnya. Baju pasien menyempurnakan kesan bahwa ia sedang benar-benar kesakitan saat ini.
"Harusnya gue mengulurkan tangan untuk lo, Sandra. Namun, tangan kanan gue parah karena penyiksaan kemarin malam." Gadis itu tersenyum miris. Ia melirik tangan kanannya yang rapi berbalut perban putih dengan penyangga berwarna biru muda. Kembali pandangan itu menitik tepat pada wajah cantik milik Lila dan Sandra.
"Kita akan melaporkan pria itu ke kantor polisi nanti, keadaan lo terlalu berlebihan jika penyiksaan ini dibiarkan begitu saja." Sandra mengimbuhkan. Manik matanya iba menyapu setiap bagian tubuh gadis malang berbalut selimut rumah sakit itu.
"Jangan melakukannya, Lila. Gue gak mau masalah ini membesar." Gadis itu menolak. Ia menatap Lila dengan penuh pengharapan. Dalam hatinya, tentu gadis itu terluka secara mental. Ia disiksa habis-habisan oleh seorang pria asing dalam satu malam. Tubuhnya tak hanya dilecehkan secara fisik, tetapi juga disiksa dan dikasari olehnya. Luka menghias di atas tubuhnya dengan memar di beberapa bagian. Tangannya patah dengan rasa sakit yang luar biasa hebatnya. Jika saja Nyonya Aida Shalitta tak datang kemarin malam, belati itu akan benar-benar menancap di puncak kepalanya. Rasa sakit yang harus ia tahan sebelum kematian menghampiri akan bertambah lagi. Pun juga, ia tak akan pernah bisa bertemu dengan Lila dan keluarganya lagi. Namanya akan ditulis di atas batu nisan dengan isak tangis yang mengiringi di setiap tabur bunga untuk menyertai kematiannya.
--Gadis itu akan dikenang sebagai si jalang dan kupu-kupu malam yang mati di dalam tempat para pendosa berkumpul.
"Kenapa tak mau? Mr. Leo mungkin akan menyiksa diri lo lagi," tutur Lila dengan lugas. Ia ingin memberikan banyak kebaikan untuk sahabat dekatnya itu.
"Mr. Leo bukan orang yang mudah ditebak Lila. Syukur-syukur gue masih bisa berbaring di sini dengan nyaman. Toh juga, semua biaya rumah sakit dan pengobatan gue akan ditanggung oleh ibunya. Jadi gak perlu membawa ini ke kantor polisi. Lo hanya akan merepotkan gue nanti." Gadis itu menghela napasnya. Ia memalingkan wajah untuk menatap jendela ruangan kamar inapnya ini. Nyonya Aida menepati janjinya. Wanita tua itu bahkan menyewakan kamar VIP untuknya dirawat. Ia bersungguh-sungguh meminta maaf dan ingin menebus dosa sang putra.
"Lagian untuk apa lo pergi ke Wang Lounge And Bar in the Night Sky kemarin? Lo sudah nyaman kerja sebagai penjaga toko bukan?" Lila menggerutu. Sejenak melirik Sandra yang masih diam enggan berbicara sepatah kata pun.
"Seseorang membayar gue dengan harga yang mahal. Katanya gue hanya perlu melayani Mr. Leo dan mencari tahu apakah ada seorang gadis yang ia cari di dalam bangunan itu. Orang yang menyewa gue tak bisa mempercayai itu keluar dari mulut Mr. Leo. Katanya, pria itu bajingan yang suka menggonta-ganti omongannya," ucapnya menjelaskan.
Sandra kini mulai menatap kembali wajah gadis yang ada di depannya. Suaranya parau sedikit serak sebab tenggorokannya pasti kering. Ia belum minum apapun selepas sadar dari tidurnya.
"Gue pernah mendengar desas desus tentang Wang Lounge And Bar in the Night Sky, tetapi tak pernah melihat korbannya langsung." Sandra mulai masuk ke dalam pembicaraan mereka. Ia melirih kala tatapan gadis asing itu menuju ke arahnya. Tak ada senyum yang ia lemparkan untuk menyambut kedatangan sepasang mata indah itu. Wajah cantik Sandra seakan membuat dirinya terdiam dengan ribuan pertanyaan yang mulai menghantuinya. Termasuk tentang, darimana Sandra berasal? Wajahnya bukan seperti orang Asia. Ia tak berasal dari Indonesia!
"Jangan pernah datang ke sana, hanya orang-orang ber-duit banyak yang dihargai. Tempat itu lebih pantas disebut sebagai neraka."
"Wang Lounge And Bar in the Night Sky bekerja sama dengan Aileen's Hotel sebab Mr. Leo adalah anak dari Nyoba Aida Shalitta. Ayahku bekerja di bagian manajemen hotel itu, itu artinya ia berhubungan dengan keluarga Nyonya Aida." Sandra menjelaskan. Ia menundukkan pandangannya sejenak. Tak enak hati sebab korban yang ada di depannya adalah hasil dari kebejatan tak bermoral seorang pemilik bar dan lounge terbesar di Jakarta. Tentunya, ini semua tak akan pernah sampai ke mata media dan telinga masyarakat. Hanya kabar baik saja yang boleh disiarkan kalau sudah menyenggol nama dua perusahaan itu.
"Hanya pegawai, mengapa harus merasa bersalah seperti itu, Sandra?" tanya Lila menepuk pundak gadis yang ada di sisinya. Sukses membuat Sandra mendongak dan menatapnya dengan teduh.
Lila salah besar! Ayahnya adalah kekasih gelap dari Nona Aida. Memang, tak secara gamblang pria tua itu mengatakannya. Namun, selepas perceraian sang ayahanda dengan ibu kandungnya, sang ayah jarang menemuinya lagi. Ia hanya mengirimkan uang satu bulan sekali melalui rekening milik sang putri. Sedikit aneh memang, sebab mereka tinggal di dalam satu kota yang sama. Namun, jarang berkomunikasi.
Sandra melihat bukti itu. Keserakahan sang ayahanda untuk kembali memadu kasih dengan seorang wanita di tengah-tengah keadaan sang mantan istri yang begini, benar-benar membuat Sandra membencinya. Itu sebabnya ia tak pernah mau berbicara dengan sang ayah lagi.
... To be Continued ...