Di rumah kontrakan, Putri tengah berbaring di kasur sambil mengirim pesan pada kekasihnya. Adit tidak tau bahwa dia hanya bekerja setengah hari saja, dan untunglah pria itu tidak menjemput dirinya di tempat kerja. Setelah membalas pesan tersebut, gadis itu langsung meletakkan ponsel miliknya di atas meja yang ada di samping tempat tidur. Namun, belum sempat ponsel-nya terletak, tiba-tiba saja ponsel berdering pertanda ada panggilan masuk. Putri mengangkat panggilan tersebut, dan terdengar suara wanita paruh baya yang tengah ia rindukan di seberang telepon.
Panggilan tersebut berakhir, dan Putri langsung berdiri. Ia mengambil jaket miliknya dan memesan taksi untuk ke rumah kedua orang tuanya. Gadis itu terlihat bahagia saat ibunya menyuruh dirinya untuk datang ke rumah yang dibelikan oleh kembarannya. Putri masuk ke dalam taksi, dan menuju alamat yang dikirim oleh sang ibu. Di dalam mobil, senyuman gadis itu tidak pernah pudar. Jujur ia sangat merindukan kedua orangtuanya, walau kedua orangtuanya tidak menganggap dirinya ada. Beberapa menit di perjalanan taksi berhenti di depan pagar rumah, yang terlihat besar. Putri keluar dari dalam taksi setelah membayar, ongkos taksi. Putri terkejut melihat rumah besar yang ada di depannya sekarang.
"Wah, gede banget. Ini rumah Putra ya?" gumam Putri.
"Masuk, jangan diem di tengah jalan. Gue mau masukin mobil," teriak seorang pria yang dipastikan itu adalah Abang dari si kembar.
Putri bergeser agar mobil Fahri bisa masuk ke halaman rumah besar tersebut. Mobil itu bergerak masuk ke halaman, dan saat sudah terparkir rapi, pria itu keluar dari dalam mobil dan menatap Putri yang masih berdiri di depan pagar rumah. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat, Fahri yang melihatnya langsung memalingkan wajahnya agar dia tidak luluh melihat wajah adiknya yang terlihat pucat pasih. "Masuk," ajak Fahri.
Putri berjalan masuk ke halaman rumah, dan mengikuti sang kakak yang tengah berjalan di depannya. Pria itu membuka pintu dan ada dua asisten rumah tangga mendekati, Fahri. "Aden sudah pulang, Nyonya dan Tuan sudah menunggu di ruang keluarga.." ucap salah satu asisten rumah tangga.
"Baik," balas Fahri.
Kedua asisten rumah tangga menatap kearah Putri yang terlihat sangat pucat, namun wajahnya masih tetap terlihat cantik. Putri tersenyum ramah pada asisten rumah tangga tersebut, dan ia kembali mengikuti Fahri yang berjalan kearah ruang keluarga. Kedua orangtua Putri, menyambut Fahri dan menatap tajam kearah, Putri. Gadis cantik itu hanya diam dan menundukkan kepalanya.
"Duduk," perintah Tuan Dani.
Saat Putri akan duduk di sofa, Nyonya Dina menahan tangan gadis cantik itu. "Jangan duduk di sofa mahal saya, duduk di bawah. Astaga, tanganku kotor karena sudah menyentuh gadis penyakitan seperti kamu.." sahut Nyonya Dina.
Putri terkejut melihat reaksi ibunya, yang terlihat jijik. Gadis itu menundukkan kepala dan menahan air matanya agar tidak menetes, sebegitu menjijikkan kah dia di mata kedua orangtuanya. Putri hanya bisa diam dan semakin menundukkan kepalanya. Ia langsung duduk di lantai, Tuan Dani dan Nyonya Dina menatap anaknya dengan tatapan jijik. Fahri duduk di samping Tuan Dani, dan menatap kearah adiknya. Entah kenapa ia sangat kasihan melihat adiknya, yang sangat pucat itu.
"Gadis penyakitan seperti kamu masih juga hidup di dunia ini? Kenapa tidak mati saja sih? Padahal aku mendoakan mu dan berharap kau mati, karena menyusahkan orang saja jika kamu bertahan hidup di dunia ini.." ucapan Nyonya Dina.
Saat mendengar ucapan dari ibu kandungnya sendiri, membuat hati Putri tergores. Hatinya benar-benar sakit saat mendengar sang ibu, mengharapkannya untuk mati. Putra masuk ke dalam rumah saat mengetahui Putri datang ke rumah. Pria itu terkejut mendengar ucapan dari ibunya. Ia mengepal kedua tangannya saat ibunya mengucapkan kata yang sangat menyayat hati kembarannya. "Jaga ucapan, Bunda. Kenapa Bunda berbicara seperti itu pada, Putri? Kenapa? Kemana hati nurani, Bunda? Kenapa bisa tega sekali mendoakan anak Bunda untuk mati? Putri juga darah daging Bunda dan Ayah! Kenapa kalian membenci kembaran ku? Kenapa?!" teriak Putra yang benar-benar sudah habis kesabarannya.
"Dia gadis penyakitan, tidak sudi Bunda mengakui gadis itu sebagai anak. Kenapa kamu selalu membela kembaran kamu yang menyusahkan ini, ha? Lebih baik kamu fokus bekerja, jangan urusin gadis penyakitan itu. Dia akan merepotkan mu, jangan pernah temui gadis penyakitan itu, paham! Bunda dan Ayah tidak suka kamu bertemu dengan dia. Ingat dia bukan lagi keluarga kita, dia hanya orang asing. Menjauh dari dia Putra, karena dia akan memanfaatkan mu untuk membayar biaya pengobatan dia. Ayolah, dia tau kamu kaya makanya dia terus menempel dengan mu. Dia ingin memoroti harta mu," jelas Nyonya Dina yang sudah kelewatan batas.
Air mata Putri pun berhasil menetes, pertahanan gadis itu pun runtuh. Putri berdiri dan memilih untuk pergi, karena ia tidak kuat dihina oleh keluarganya sendiri. Putra yang melihat air mata kembarannya, langsung menggeram kesal dan darahnya tiba-tiba saja mendidih. Ia menggenggam tangan kembarannya dan menatap kedua orangtuanya yang sudah sangat keterlaluan. Fahri? Dia hanya diam menatap wajah pucat Putri, ia berusaha menepis rasa khawatir terhadap sang adik. Ia tidak ingin luluh karena wajah lemah gadis itu, karena ia yakin Putri tengah berakting untuk mencari perhatiannya dan kedua orangtuanya.
"Bunda dan Ayah mau harta 'kan? Bunda dan Ayah takut harta ini di ambilkan? Oke, Putra pergi dari rumah ini dan memilih kembaran Putra. Kalian boleh tinggal di rumah ini, tenang uang tetap jalan kok, Bunda. Putra akan mengirimkan uang pada Bunda dan Ayah. Tentunya kalian bisa tinggal bertiga di rumah ini 'kan? Rumah ini aman, dan jangan pernah menghina kembaran ku lagi, Putra pergi," keputusan Putra.
Putri yang mendengar langsung terkejut, gadis itu langsung melepaskan genggaman tangan dari, Putra. "Kamu tidak perlu pergi dari rumah milikmu karena aku. Jika kedua orangtua mu tidak menganggap ku ada, ikuti saja keinginan mereka. Aku bisa mengurus diriku sendiri, kamu tetap di sini saja ya. Jangan membuat kedua orang tuamu kecewa.." jelas Putri yang langsung keluar dari rumah besar tersebut.
Putra mengejar kembarannya, kedua orangtuanya tersenyum bahagia akhirnya gadis itu pergi dari rumah mewah milik, Putra. Fahri mengikuti adik kembarnya dan menatap mereka dari kejauhan. "Gak, aku bakal pergi sama kamu. Aku udah gak sanggup tinggal di sini lagi, aku mau tinggal sama kamu.." ujar Putra.
"Rumahku kecil, Putra. Kamu tidak akan tahan tinggal di sana. Lihatlah rumahmu sangat besar, dan ini semua milik kamu. Aku hanya tinggal di rumah kontrakan, dan kecil pula kamu tidak akan betah.." lanjut Putri.
Putra menggenggam tangan kembarannya, dan menatap Putri dengan tulus. "Aku gak peduli, yang aku inginkan hanya kamu. Aku ingin selalu ada di dekat kembaran ku, disaat aku berada di sampingmu aku nyaman. Tidak seperti di rumah ini. Sesak rasanya jika aku masuk ke dalam rumah megah ini, padahal ini rumah sangat besar berbanding terbalik dengan rumah kamu. Tapi, aku merasa nyaman di rumah itu, please aku ingin tinggal denganmu, Putri.." ungkap Putra.
Putri menghela napasnya dan akhirnya ia pasrah. Putra tersenyum bahagia, ia membantu Putri untuk masuk ke dalam mobil namun di tahan oleh Nyonya Dina. Tangan Putri yang ada di dekat pintu langsung terjepit karena ulah Nyonya Dina. Putra dan Fahri terkejut melihat ibunya yang menekan pintu mobil. Darah mengalir di pintu mobil tersebut, dengan cepat Fahri membuka pintu mobil dan terkejut saat melihat darah yang ada di tangan adiknya sangat banyak. "Bunda, kok tega banget sih!" teriak Fahri untuk pertama kalinya.
Perasaan khawatir terhadap adiknya semakin besar. Putri hanya bisa diam menahan air matanya, ia hanya menangis dalam diam dan melihat tangannya yang terluka akibat Ibunya sendiri. Tuan Dani dan Nyonya Dina juga kaget melihat itu semua. Putra langsung membawa kembarannya untuk ke rumah sakit, ia takut tangan kembarannya terluka parah. Fahri ikut masuk ke dalam mobil adiknya, karena ingin melihat keadaan Putri.
***
Di rumah sakit,
Fahri langsung menggendong adik perempuannya dan membawa ke UGD. Damar terkejut saat melihat tangan Putri terluka. "Astaga tangan kamu kenapa, Putri?" tanya Damar yang panik.
"Tangannya terjepit pintu mobil, Dok. Tolong obati kembaran saya.." jawab Putra yang sudah sangat panik.
Damar langsung turun tangan untuk mengobati, Putri. Ia sudah menganggap Putri sebagai adiknya sendiri. Fahri dan Putra menunggu di depan UGD, dengan perasaan yang sangat khawatir. Tidak ada pembicaraan antara adik kakak tersebut, karena pikirannya terfokus pada Putri. Tiba-tiba saja Adit datang dengan napas yang terengah-engah. Pria itu memegang bahu Putra, "Putri kenapa? Di mana dia sekarang?" tanya Adit.
"Di dalam ruang UGD, lukanya sedang di obati.." balas Putra.
"Abang tau dari mana kalau Put--,"
"Dokter Damar, dia menelepon Abang dan memberitahu bahwa tangan Putri terluka.." balas Adit yang khawatir pada sang kekasih.
Putra menatap ke leher dan punggung tangan Adit yang penuh memar. "Tangan Abang kenapa?" tanya Putra.
Adit langsung menyembunyikan lukanya, padahal ia sudah menggunakan jaket. Tapi leher dan telapak tangannya masih terlihat, "tidak ada apa-apa.." jawab Adit.
Damar keluar dari ruang UGD dan menghampiri Adit. "Untung gak parah tangannya, syukurlah tulangnya gak payah. Kayanya dia kejepit sangat keras ya?" ucap Damar menatap Putra.
"Iya, pintu itu tertutup sangat keras. Tapi tangannya gak kenapa-napa 'kan?" tanya Putra.
"Semua aman, tangannya sudah saya perban. Kalau begitu saya permisi dulu untuk memeriksa pasien lainnya.." balas Damar yang menepuk pelan bahu Adit.
"Makasih," ujar Adit.
Damar mengangguk dan menjauh dari UGD, karena ia harus memeriksa pasien di ruang VVIP. Adit, Putra dan Fahri masuk ke dalam UGD, untuk melihat keadaan gadis cantik tersebut. Agar mereka merasa tenang, terlihat Putri tengah duduk di atas brankar sambil menatap tangannya yang tengah di perban.
"Sayang," panggil Adit.
.
To be continued.