Sial! Jantungku rasanya akan copot sekarang! Aku bersyukur itu sudah berakhir.
Setelah merasakan mode nightmare-nya komunikasi, aku berjalan ke rumah sambil sempoyongan, mencoba mengerti apa yang sedang terjadi dengan hidupku yang tenang, maksudku apa ini benar-benar terjadi? Mungkin aku hanya bermimpi.
Tepat setelah aku menyangkal hari ini dengan alasan yang aku buat-buat, chat dari Ishiki masuk dengan kalimat:
"Minggu depan kita jalan ya? Ada yang pengen aku beli, temenin aku. "
Yah, ini kenyataan.
Sepertinya aku akan berada di fase melawan jalan hidupku lagi. Jujur saja, rasa tangan dari Ishiki masih terasa jelas di tangan kananku ini.
Satu minggu berlalu dengan cepat, sama dengan apa yang dikatakan orang "waktu berlalu dengan cepat saat kita sedang menikmatinya."
Aku juga sudah sedikit terbiasa dengan ini, adu tatap dengan Ishiki sudah tak membuatku segugup yang dulu, mungkin ini yang disebut orang dengan terbiasa.
Hanya saja, aku sama sekali tak pernah bisa memegang tangannya lagi, aku juga tak begitu mengerti tapi aku sama sekali tak pernah berpikir untuk melakukan itu lagi, apalagi beberapa hari ini Yuuki terus-menerus mengikuti bahkan pulang bersama kami.
Yah, bukannya aku tak suka, aku malah bersyukur dapat terhindar dari hal yang membuat diriku merasa sedikit tak nyaman.
Berbeda dengan Rainata yang akhir-akhir ini sangat jarang terlihat, mungkin dia sudah menemukan teman baru atau sejenisnya.
Minggu, aku menarik baju hitam ku untuk menghilangkan sedikit kerutnya, hari sudah mulai sore sama seperti jam Ishiki memintaku untuk datang ke rumahnya.
Saat ini aku berada di depan rumah Ishiki, mencoba meyakinkan diri sendiri untuk mengetuk pintu rumahnya.
Menghirup nafas panjang untuk persiapan apapun yang akan terjadi di hari yang akan terlihat panjang, aku ke mengetuk pintu itu dengan kegelisahan.
TOK TOK TOK
Entah mengapa suara ketukan ku terasa sangat keras dari biasanya, mungkin itu hanya perasaanku. Buktinya aku harus mengetuk pintu itu beberapa kali sebelum dibukakan pintu oleh seseorang.
Orang itu adalah ibunya Ishiki, jika harus kukatakan dia adalah orang yang memang sering membantu kami, bahkan biasanya memberi lawuk makan pada kami.
Ibunya Ishiki memberikan senyum kecut padaku, entah apa arti dari itu tapi Ishiki datang dari belakangnya.
"Bu, aku berangkat dulu ya"
"Hemm."
Senyum itu berubah menjadi senyum cerah serta anggukan kecil saat Ishiki sedikit menarik lengan baju pendek ku dan berjalan menjauh.
Aku sama sekali tak berani menatap wajahnya saat ini, jika aku terlalu menikmati kecantikannya, aku yakin dunia ini akan terlihat sangat suram tanpa dirinya, bukan berarti aku tak menginginkan itu, tapi menurutku ini bukan saat nya.
Setelah tak lama menaiki angkot, kami sampai di Mall yang Ishiki katakan padaku.
Tentunya, karena hari ini hari minggu keadaan di sini sangat ramai.
Jika aku boleh jujur, aku membenci bagian ini.
Kami berjalan mengelilingi mall ini, entah apa yang sedang ada di cari oleh Ishiki tapi wajahnya yang sesekali ku pandang tanpa ragu memancarkan kebahagian.
Tawa manis darinya terkadang membuatku tersenyum kecil sambil menyembunyikan perasaan aneh.
Di toko baju, Ishiki memintaku untuk memberikan pendapatku tentang banyak baju.
Bukannya apa-apa, aku ini nggak ngerti sama yang di sebut "fesyen" atau disuruh menilai orang lain.
Yah, makanya aku hanya bilang "Keren, bagus, atau oke" dari apa yang Ishiki coba tunjukkan padaku.
Saat itu, raut wajah Ishiki terlihat sedikit terkejut, matanya sedikit melebar lalu menepuk-nepuk bahuku.
"Apaan?"
"Liat Zell, Nata jalan sama cowok!"
Tangan Ishiki mengarah ke kerumunan, membuat mataku refleks dan tertuju ke arah yang sama dengan tunjukkan tangannya.
Tapi tapi aku sama sekali tak bisa menemukan Rainata dan sekarang malah dapat kejutan bahwa Ishiki yang tadi ada tepat di sebelah ku menghilang.
Mataku sedikit mencarinya, mengelilingi ruangan secara perlahan dan akhirnya menemukan Ishiki yang sudah membawa kantung plastik berjalan kearah ku sambil membawa senyum cerah.
Eh? Apa aku cuman ditipu? Kau hanya ngalihin perhatian ku aja kan? Sial! Aku ingin pulang.
"Zell, karena udah disini sekalian aja kita ke area game-nya!"
Sekali lagi Ishiki menarik lengan bajuku untuk mengikutinya.
Di area yang mengumpulkan banyak game-game itu, banyak yang kami mainkan, seperti zombie shoot dan hal semacamnya, bahkan Ishiki juga sempat nge-dance di atas papan yang kelap-kelip itu.
Yah, aku nggak tau apa nama game-nya, jadi aku hanya bisa mendeskripsikannya sebaik mungkin.
Itu berlalu dengan cepat, sampai-sampai aku lupa apa saja yang kami mainkan.
Sekarang, aku dan Ishiki duduk di tempat duduk yang tersedia di depan mesin minuman yang tersender sama seperti arah bangku ini.
Jarak diantara kami sangat dekat, lagi-lagi bau khas dari Ishiki yang sangat jarang kuterima kembali tercium.
Oi, apa ini nggak apa-apa? Ini terlalu dekat? Apa disini panas? Tunggu dulu, kenapa kepalaku terasa sangat berat? Apa parfum yang Ishiki pakai menggunakan bahan-bahan berbahaya? Aku yakin ini pasti gas beracun!
Di tertekanan ku, Ishiki yang tadi mengisap minumannya menunjuk ke kerumunan.
"Zell liat, itu Natanya!"
"Kau pasti bohongin aku lagi."
Aku menundukkan pandangan untuk tak lagi termakan trik liciknya ini.
"Yah, beneran."
Dua pasang kaki berdiri di depanku, saat aku menaikan pandangan kearah wajah dari mereka berdua, suara yang tak asing lagi menyebut nama Ishiki.
"Ishiki?"
Meskipun terlihat sedikit kebingungan Rainata menatap kearah kami secara bergantian.
Aku juga melakukan hal yang sama dengannya, yah lebih tepatnya aku sedang mencoba mengenali seorang laki-laki yang ada di sampingnya.
Jika ingatanku benar, orang ini adalah ketua sekaligus teman di team basketnya Ryuga, dia juga yang duduk di samping Ryuga di kelas.
Selang beberapa lama Ishiki dan Rainata beradu tatapan seolah sedang berbicara satu sama lain melewati ekpresi dari wajah mareka kali ini Ishiki mendekap dan memeluk tangan kananku karena mencoba menariknya.
"Udah ah Zell, kita pergi aja, jangan ganggu Nata."
Senyum dari Ishiki terlihat sangat tulus, saking tulusnya jika aku diposisi Rainata saat ini aku akan terbunuh karena kecantikan dari wajahnya.
Tangan Ishiki benar-benar mendekap lenganku, seolah tak ingin melepaskannya, di sisi lain aku hanya bisa pasrah karena aku sudah kehilangan rasa di tanganku.
Aku mulai mengerti apa yang disebut orang dengan "mati rasa."
Apapun itu, perasaanku tak bisa menyangkal bahwa ini adalah bagian dari kebahagiaan.
Aku benar-benar tak menyangka bahwa gadis secantik Ishiki sekarang adalah pacarku, aku kira hubungan antara kami hanya sebatas teman, aku sama sekali tak pernah berpikir bahwa ini akan terjadi.
Tunggu dulu, kenapa di sini aku malah terkesan seperti dengan menikmati momen ini? Sial! Dimana diriku yang mengatakan bahwa aku membenci hal-hal yang berbau semacam ini?
Sial! Sial! Sial! Kapan genggaman ini berakhir! Aku sudah kehabisan oksigen disini! Hey Ishiki kapan kau akan melepaskan ini?