webnovel

Chu Shenshu

"Kakak tertua, aku serius!" Chu Xinian berseru, seketika berdiri, lalu bergegas berjalan mendekati pria arogan itu yang sudah hendak kembali melangkah keluar.

Ia mencengkeram lengan pria itu, mencegahnya untuk pergi sambil memperingatinya sekali lagi, "Ibu bilang jangan mengganggunya lagi. Kau dilarang keras untuk menemuinya. Aku tidak akan segan mengatakannya kepada ibu jika kau tetap ingin datang menemui Weixu hanya untuk mempermainkannya!"

Chu Xinian mengetahui dengan jelas bahwa memperingati pria itu adalah hal sia-sia, namun ia tetap melakukannya, berharap pria itu akan memahaminya.

Pria itu, Chu Shenshu, menoleh, melirik ke arah Chu Xinian dengan tatapan mematikan. Kata-kata itu tentu terdengar tidak menyenangkan baginya seolah ia baru saja dituduh akan membuat kekacauan. Namun, karena pria itu pandai menyembunyikan ketidaksenangannya dengan sangat baik, Ia menarik lengannya ke depan tubuhnya, lalu membalas dengan nada tenang, "Apa maksudmu? Tidakkah kau mendengar perkataanku? Aku bilang aku hanya ingin menyapanya. Apa yang salah dengan itu?"

Chu Xinian mendengus pelan. "Tidak mungkin. Aku khawatir kau hanya akan mengungkit hal yang tidak bisa diungkit padanya."

Mendengar kata-kata Chu Xinian, kedua sudut bibir pria itu terangkat, menunjukkan wajah tampan dan dingin yang sedang tersenyum. "Kau terlalu berlebihan memikirkan hal ini. Memangnya, apa yang akan ku ungkit padanya? Mengenai anak haram Weixu? Ataukah mengenai hubungan terlarangnya dengan kekasihnya?"

"Kakak!" Chu Xinian berteriak, "Jangan libatkan anak itu!"

Chu Xinian menjadi geram mendengar perkataan Chu Shenshu yang seakan melontarkan penghinaan. Ia keberatan, namun seolah dikunci oleh kemarahan yang muncul di dalam dirinya, ia tidak bisa berkata-kata selain menatap pria itu dengan marah.

Berbanding terbalik dengan Chu Shenshu. Ia bahkan terlihat biasa, mengganggap bahwa perkataan itu adalah kebenaran yang tak terelakkan, seolah wajahnya menggambarkan kata-kata, "Apa yang salah dengan kebenaran itu?" Ia sama sekali tidak menyesal mengatakannya.

Bibir tipis pria itu sedikit terbuka namun tidak ada yang keluar selain senyum berbisa yang tampak semakin merekah. Ia lalu pergi tanpa sepatah kata seiring bunyi 'bang' saat pintu tertutup, menyisakan aura dingin yang mencekam.

Chu Xinian tidak mencegahnya dan membiarkannya pergi seolah ia telah kehilangan upaya untuk mengancamnya dengan kata-kata ... yang bahkan tak berguna.

Wajah wanita itu tampak cemberut. Tentunya, ia tidak serta merta menerima perkataan saudara tertuanya. Bagaimanapun, sejak terakhir Chu Shenshu dan Chu Weixu bertemu, mereka berdua berakhir dalam sebuah perselisihan. Chu Xinian hanya khawatir jika Chu Shenshu menemuimu Chu Weixu, Chu Weixu akan marah dan kembali menyalahkannya karena membiarkan hal itu terjadi.

Tetapi, kata-kata Chu Xinian hanyalah kata-kata yang tidak berarti apa-apa bagi Chu Shenshu. Setiap keputusan saudara tertuanya adalah mutlak, bahkan ayah mereka mempercayakan segala hal untuk dikendalikan olehnya.

Walaupun Chu Shenshu adalah anak sulung di Keluarga Chu, ia sendiri tidak bisa berhubungan baik dengan Chu Weixu begitupun dengan Chu Xinian. Menurut pria itu, Chu Weixu telah mengotori nama keluarga mereka karena hubungan terlarangnya dengan Ai Zhiyi, ditambah mereka berdua melarikan diri ke Shanghai, dan meninggalkan aib di keluarga mereka.

Chu Xinian bisa mengetahui dengan jelas bagaimana Chu Shenshu marah karena kelakuan adik mereka, rasa muak digambarkan dengan jelas di wajah pria itu tanpa celah. Wanita itu juga tahu bagaimana Chu Shenshu tidak senang dengan dirinya yang kerap kali berpihak pada Chu Weixu. Namun, seolah tak tergoyahkan, ia tak ingin mendengar pendapat siapapun.

Chu Xinian adalah orang yang berpikir luas. Ia tidak masalah dengan hubungan seperti itu. Selagi dua orang yang terlibat saling mencintai, maka itu tetaplah cinta di mana dua orang bisa berbagi kasih sayang. Jadi, wanita itu sama sekali tidak keberatan dengan urusan asmara adiknya. Maka dari itu, Chu Xinian selalu mengatakan kepada Ai Zhiyi untuk menjaga Chu Weixu sebagaimana keluarganya menjaganya. Itu berarti ia telah menyerahkan adiknya dan merestui hubungan mereka sepenuhnya.

Tidak jauh berbeda dari ibu mereka. Setelah Chu Xinian mengatakan kepada ibu mereka bahwa Chu Weixu memutuskan untuk hidup di Shanghai bersama Ai Zhiyi, ibu mereka bisa merelakan keduanya untuk pergi. Lagipula, Ai Zhiyi adalah pria baik dan penuh kehati-hatian. Ia juga bisa diandalkan dalam banyak hal seperti mengurus rumah tangga. Selain menjadi teman semasa kecil Chu Weixu, ibunya percaya bahwa Ai Zhiyi bisa menjadi teman hidup yang bisa merawat salah satu anaknya dengan baik. Kesedihannya hanyalah naluri seorang ibu yang menyertai kepergian Chu Weixu. Selain itu, ia baik-baik saja untuk kebahagiaan mereka berdua.

Chu Xinian menghela napas berat. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa tanpa daya sambil memijat keningnya. Ia membayangkan betapa sulitnya mengakurka kedua pria yang memiliki tempramen yang tidak jauh berbeda. Keduanya keras kepala. Ia terlalu lelah untuk menasihati pria-pria yang ada di keluarganya.

Namun, sebagai seorang wanita di antara dua saudaranya, ia memiliki naluri untuk menyatukan mereka berdua di mana ia harus tetap berdiri di antara badai yang datang dari dua arah berlawanan. Tidak ada yang menuntutnya, hanya saja ia berpikir bahwa keutuhan keluarganya lebih dari apa pun.

Setelah sedikit lebih rileks, ia membuka menu di ponselnya. Melihat nomor familiar, ia segera menghubunginya.

"Halo?" suara anggun seorang wanita terdengar dari saluran berbeda, yang tak lain adalah ibunya, Xi Zijin.

Mendengar suara itu, Chu Xinian tak bisa menahan untuk tidak tersenyum. "Halo, bu, bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah setelah menemani ayahmu melakukan kunjungan bisnis di Beijing selama dua hari. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik-baik saja, bu. Pekerjaanku sudah selesai, jadi aku akan mengambil libur dua hari, lalu kembali ke mansion keluarga."

Di sisi lain, seorang wanita yang berusia empat puluh lima hingga lima puluh tahun itu tersenyum, memancarkan kemudaan di wajahnya. Ia menatap sebuah foto keluarga di atas meja kerjanya, mengelusnya dengan lembut, tampak dari matanya ada kasih sayang dan kesedihan yang menyatu. Ia bertanya dengan lembut, "Bagaimana keadaan adikmu di sana?"

"Ah, Zhiyi bilang [1]Xuxu baik-baik saja."

Xi Zijin tersenyum. "Dia akan marah jika kau memanggilnya dengan panggilan itu."

Chu Xinian terkekeh kecil. "Setidaknya dia tidak mendengarnya."

Ada jeda sesaat di celah pembicaraan mereka sebelum wanita paruh baya itu bertanya sekali lagi, "Lalu, ada apa? Apa kau butuh sesuatu?"

"Um, tadi Kak Shen datang pagi-pagi sekali di perusahaanku—"

Sebelum Chu Xinian menyelesaikan kata-katanya, wanita itu seketika berseru, "Shenshu sudah kembali?!"

Mempertanyakan itu, alis Chu Xinian berkerut. Ia bertanya dengan heran, "Hmm? Bukankah ibu telah mengetahuinya?"

"Tidak, tidak. Dia bahkan tidak memberitahuku." Wanita itu bertanya, "Kapan dia kembali?"

"Dia bilang dia baru tiba tadi malam dan pagi ini akan segera ke Beijing."

"Anak itu ...," Xi Zijin berkata, tak bisa menyembunyikan kegembiraannya, "Ia seharusnya datang ke mansion keluarga pagi ini. Aku tidak sabar untuk melihatnya. Aku akan memintanya untuk datang ke Guangzhou setelah menyelesaikan urusannya di Beijing."

Xi Zijin meluruskan tubuh, dan tak henti-hentinya tersenyum mendengar kabar kedatangan Chu Shenshu setelah ia menghabiskan tiga tahun di luar negeri. Xi Zijin tidak menyangka bahwa pada akhirnya, Chu Shenshu memutuskan untuk kembali setelah Xi Zijin hampir putus asa untuk membujuknya kembali.

Sudah lama sekali ia tidak merasa sesenang sekarang ini setelah dirundung duka yang cukup lama. Setelah ia kehilangan satu pria di dalam keluarganya, ia nyaris kehilangan salah satunya lagi setelah ia menegurnnya dengan tegas karena telah mengganggu adiknya. Jadi, bagaimanapun, ia tidak ingin kehilangan siapapun lagi di dalam keluarganya.

[1] Xuxu adalah homofonik dari kata yang berbau wangi.

***

次の章へ