webnovel

Menjadi Seorang Uchiha

Zen lalu membuka menu tokonya dan akhirnya dan menuju kesebuah toko skill saat ini. Tanpa pikir panjang Zen langsung membeli skill yang selama ini dia inginkan sejak lama. Setelah mengkonfirmasi pembeliannya, sesuatu memasuki kepala Zen terutama pada bagian matanya saat ini.

Walaupun tidak merasakan sakit, tetapi sesuatu yang aneh saat ini mulai mengerogoti mata dari Zen saat ini. Zen masih menutup matanya saat ini karena proses yang menyebabkan sesuatu yang aneh pada matanya itu.

Selang beberapa lama kemudian, proses tersebut selesai saat ini. Setelah merasakan sesuatu yang tidak nyaman menghilang dari matanya, Zen mulai membuka matanya perlahan. Zen mulai melirik kearah sekitar, namun dia belum merasakan perbedaan dari penglihatannya itu.

Zen lalu mengambil sebuah cermin dari penyimpanannya dan melihat pantulan dirinya, namun saat ini matanya masih tetap saja berwarna biru dan tidak berubah sama sekali.

[Alirkanlah mana Kakak menuju mata Kakak.] kata Irene menyela tindakan Zen tersebut.

Zen yang mendengar itu, langsung melakukan hal yang dikatakan adiknya. Dan benar saja, saat ini warna kornea matanya langsung berubah menjadi merah, dan sebuah titik atau tomoe langsung memutar mengelilingi pupil matanya dan berhenti.

"HAHAHAHAHAHA" teriak Zen dengan histeris setelah melihat kemampuannya tersebut.

[Selamat Kak. Dan juga Kakak tidak perlu khawatir untuk menjadikannya Eternal Mangekyo Sharingan tanpa harus mengimplannya dengan sebuah sharingan lain. Kakak cukup meningkatkan levelnya menjadi 10 dan mata Kakak akan menjadi seperti itu] kata Irene.

"Tunggu Irene, bukannya diatas Eternal Mangekyo Sharingan terdapat tingkatan lain?" tanya Zen.

[Teruslah bepetualang didunia ini Kak, nanti Kakak akan mendapatkan apa yang Kakak inginkan tersebut] kata Irene.

"Hah?" kata Zen.

Mendengar itu, Zen hanya terdiam karena tidak mengerti apa yang dikatakan adiknya itu kepadanya. Zen hendak bertanya, namun Irene langsung membungkamnya dengan beberapa kata untuk mengalihkan pertanyaannya yang tadi.

"Baiklah kalau begitu" kata Zen, lalu mengembalikan seperti semula matanya itu.

"Jadi sisa toko poinku sekarang menjadi 11 juta, mari kita lihat skill apa yang aku butuhkan saat ini" kata Zen.

Zen lalu teringat sebuah skill yang sebenarnya dia ingin beli sebelumnya, namun karena kekurangan uang, dia urungkan membeli skill tersebut. Namun saat melihat skill itu sekali lagi, Zen saat ini mulai bimbang.

"Haki yang mana dulu aku beli?" kata Zen.

Memang semua Haki tersedia didalam toko skill ini, namun sayangnya mereka dijual satu persatu dan harganya sangat mahal saat ini, yaitu 9 juta poin toko saat ini sedangkan Conqueror Haki sendiri seharga dengan sharingan. Zen saat ini bingung, haki mana yang dia inginkan lebih dahulu.

"Bagaimana Irene? Menurutmu apa yang kubutuhkan saat ini?" tanya Zen.

[Kalau Irene boleh memberi saran, lebih baik Kakak membeli Haki yang terkuat dari ketiganya. Lagipula Haki itu sangat langka dimiliki oleh seseorang pada dunia asalnya. Namun, jika Kakak ingin mentransferkannya kepada wanita Kakak, maka Observation Haki adalah pilihan terbaik, karena Conqueror Haki tidak bisa ditransferkan kepada siapapun] kata Irene.

"Hah? Lalu bagaimana dengan sh-" perkataan Zen terpotong, karena Irene sudah tahu apa yang ingin ditanyakan oleh Kakaknya tersebut.

[Skill itu juga tidak bisa ditranfer. Untuk alasan, ada seseorang yang akan menjelaskan kepada Kakak kelak] kata Irene.

Dengan perkataan Irene ini, membuat Zen hanya diam mematung dan mulai bertambah bimbang saat ini. Akhirnya dia mulai memutuskan untuk memilih skill mana yang ingin dia beli, setelah memikirkan hal tersebut cukup lama.

Beberapa informasi sudah memasuki kepalanya saat ini. Walaupun dia sudah bisa menggunakannya, namun sistem dari Zen menyesuaikan Haki tersebut sesuai dengan sistem yang dimilikinya, sehingga Zen harus melatihnya untuk membuatnya lebih kuat menggunakan skillnya tersebut.

"Baiklah marilah berlatih" kata Zen.

.

.

Beberapa hari kemudian, kabar tentang penghianatan seorang pahlawan menyebar dengan luas. Entah mengapa kabar ini berhasil tersebar begitu saja. Bahkan pihak gereja sudah menekan pihak Guild Adventure untuk merahasiakan hal tersebut, namun tetap saja bocor.

Pihak gereja sempat marah atas kabar tersebut, karena dengan kabar tersebut maka integritas dari dewa Ehit yang sempurna akan tercoreng, dikarenakan pahlawan yang dipanggilnya itu, ternyata bisa berhianat dan tidak sesempurna apa yang dikatakan oleh pihak gereja.

Bahkan Ilwa selaku penanggung jawab kasus tersebut sebelumnya sempat sangat khawatir, karena tekanan dari pihak gereja yang mencurigai mereka sebagai dalang sangat intens. Namun Ilwa terus memberikan beberapa bukti untuk membuktikan bahwa mereka tidak ada sangkut pautnya dengan kabar yang beredar tersebut.

Disisi lain Aiko saat ini sedang termenung sambil memandangi bintang – bintang ditempat ini. Saat ini dia tidak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan. Aiko terus merenung, hingga sesuatu yang dingin menempel pada pipinya dan membuatnya terkejut.

"Mengapa kamu terlihat murung Aiko-sensei?" kata pria yang akhirnya ikut duduk disebelahnya saat ini.

"Zen!" kata Aiko terkejut.

Melihat keterkejutan gurunya tersebut, Zen lalu memberikannya sekaleng bir yang dingin tadi kepada Aiko. Melihat itu Aiko hanya tersenyum lalu menerima pemberian Zen tersebut, karena dia membutuhkan sesuatu untuk mengalihkan pemikirannya saat ini.

"Tunggu, apakah kamu juga akan minum bir Zen?" kata Aiko.

Namun Zen hanya tersenyum dan menunjukan sebuah kaleng minuman bersoda kepada gurunya tersebut. Memang Zen tidak menyukai minuman beralkohol, dan juga dia tidak ingin gurunya tersebut memikirkan banyak hal saat ini.

Aiko yang melihat itu cukup lega, karena dia tidak ingin muridnya yang masih dibawah umur meminum minuman yang belum semestinya mereka nikmati, walaupun umur Zen sebenarnya sudah cukup untuk meminum minuman tersebut.

Aiko lalu membuka kaleng bir tersebut dan meneguk dengan cepat isinya. Ada perasaan bahagia setelah meminum bir tersebut, karena sudah cukup lama dia tidak meminumnya, walaupun dikerajaan ini minuman beralkohol sangat berlimpah.

"Ah.. Sudah lama aku tidak meminumnya" kata Aiko.

Zen yang melihat itu hanya tersenyum dan meminum minuman bersodanya itu sambil mengikuti kegiatan Aiko yang memandang bintang – bintang dilangit dunia ini.

"Apakah Aiko-sensei masih memikirkan tentang Shimizu?" kata Zen.

Mendengar itu, raut wajah Aiko kembali bersedih. Aiko sekali lagi meneguk kaleng birnya itu, namun ternyata bir yang ada didalamnya sudah habis karena dia sudah meneguknya habis tadi. Melihat itu, Zen kembali mengeluarkan beberapa kaleng bir dan memberikannya kepada Aiko.

"Kamu tahu Aiko-sensei, kamu bisa menceritakan apa yang membuatmu terbebani kepadaku." Kata Zen.

Mendengar itu, Aiko yang sudah membuka kaleng birnya dan meneguknya langsung menatap bintang.

"Hah..." Aiko menghela nafasnya dan mulai menceritakan apa yang membebaninya kepada Zen.

Aiko saat ini merasa sangat bertanggungjawab terhadap semua muridnya saat ini, namun semua yang dia lakukan sepertinya hanya sia – sia belaka. Aiko mengira dengan mengikuti keinginan mereka, para muridnya akan bahagia, namun nyatanya apa yang dia perkirakan salah.

Sifat keras kepalanya, yang meganggap semua muridnya adalah para sosok yang baik dan bertanggung jawab terpatahkan dengan beberapa kejadian sebelumnya. Bahkan dia semakin merasa bersalah setelah para muridnya dengan mudahnya menjadi alat perang didepan matanya sendiri.

Bisa terlihat dengan jelas air matanya mengalir sambil menceritakan keresahannya itu. Bahkan beberapa kaleng bir yang Zen keluarkan tadi sudah setengahnya habis diminum oleh Aiko disela – sela ceritanya.

"Lalu apa yang harus aku lakukan Zen?"

次の章へ