webnovel

Han-Han, siapa kau sebenarnya?

"Leon, kau mau membawaku ke mana?" Aku terus menyuarakan protesku saat Leon tak menyebutkan ke mana tujuan kami.

Aku yang ketiduran saat membaca kisah sejarah Savior, terbangun karena panggilan Leon dari luar jendela kamarku. Kebiasaan buruk Leon memang. Dia selalu memilih melempari jendela kamarku daripada meminta Naena untuk memanggilku. Leon akan selalu mendapat julukan sepupu terusil bagiku.

"Jangan kebanyakan menggerutu, Bree! Bukankah kau sendiri yang memintaku menyelidiki tentang pria mencurigakan itu?"

"Jadi, kau sudah mendapatkan sesuatu?" Aku ingin memastikan mengenai temuan kami beberapa hari yang lalu.

"Sttt. Jangan terlalu berisik! Sebentar lagi kita sampai."

Sambil berusaha menyejajarkan langkahku dengan Leon, aku memperhatikan jalan yang kami lalui. Saat aku menyadari arah tujuan kami, aku melihat seorang pemuda berdiri di depan sebuah gazebo.

"Maaf kami terlambat, Azlan."

"Aku memakluminya, Leon. Karena aku yakin ini bukan karenamu."

Leon saja sudah cukup mengesalkan bagiku dan sekarang ditambah Azlan, kalau boleh aku ingin melambaikan bendera putih. Azlan merupakan putra mahkota Savior, yang artinya dia ini adalah penerus tahta Kaisar Abraham.

Leon dan Azlan sudah bersahabat karib sejak kecil, sebenarnya kami bertiga. Azlan dan aku masih sepupu jauh, ibu Daddy-ku merupakan saudara ibu Kaisar Abraham. Dan Leon? Sudah jelas di awal kan? Paman William, ayah Leon, adalah saudara tertua Mommy-ku. Jadi, dalam persahabatan ini, aku merupakan penghubung antara kedua pemuda ini.

"Huh! Kau tak perlu berkata menyindir, Azlan."

"Ah, Bree. Inilah alasanku selalu suka bersahabat denganmu. Kau senantiasa sadar diri." Aku kembali mendengkus sebal mendengar cemoohan Azlan.

"Leon! Untuk apa kita menemui pemuda sok ini?"

"Ckk! Bree, bukankah kau sendiri yang memintaku untuk mencari informasi?" Aku menahan bongkongku yang baru saja akan mendarat di lantai gazebo.

"Jangan katakan Azlan informanmu?" Leon hanya mengedikan bahunya. Aihh, seperti tak ada orang lain saja.

Azlan sepertinya baru tiba di Heal setelah beberapa waktu yang lalu dipanggil kembali ke Savior untuk menggantikan sementara ayahnya, Kaisar Abraham, yang masih berada di Siheyuan.

Aku menatap Azlan yang telah duduk berhadapan dengan Leon di depan sebuah meja kecil yang berada di dalam gazebo ini. Pangeran belagu itu memberiku tatapan mengejek dan kubalas dengan delikan.

"Ceritakan saja apa yang kau ketahui!" Aku memilih mendudukan diriku di sisi lain meja sehingga kami terlihat setengah melingkari meja bundar ini.

"Nona Bree, kalau saja Anda lupa. Aku, Azlan, merupakan putra mahkota Savior dan calon pewaris tahta. Jadi, bisakah kau berbicara sedikit bertata krama?"

"Kalau kau memiliki sepuluh persen saja dari sifat Paman Abraham yang berkelas itu, mungkin iya aku akan menunjukkan sikap hormatku padamu."

Leon hanya terkekeh. Azlan dan aku bersama, hasilnya sama dengan hari yang penuh perdebatan.

"Ayolah! Kita di sini untuk sebuah penjelasan. Simpan dulu rasa rindu kalian, oke!"

"Dia bukan tipeku!" Azlan dan aku membentak Leon secara bersamaan.

"Lihatlah kalian berdua! Bahkan gaya bicara kalian sudah sangat kompak."

"Diam!" Lagi-lagi kami menjawab bersamaan sehingga Leon semakin terkekeh.

"Jadi, Azlan?" Ujar ku dan Azlan kembali berdecak.

"Aku kurang tau pasti. Tapi ciri-ciri yang diberikan Leon sepertinya dia berasal dari Savior."

Leon dan aku memberikan atensi yang serius saat Azlan memulai penuturannya. Azlan dan aku memang sering berdebat. Namun, saatnya serius kami akan menyimak dengan benar.

"Kau mendengar ucapan pria itu, Bree?" Aku mengangguk.

"Kalau aku tak salah dengar 'Shiny'."

"Hmm. Aku tidak pernah mendengar panggilan itu. Tapi orang yang kalian maksud aku yakin berasal dari Savior."

"Azlan dan aku sudah menyelidiki semalam. Dan seperti perkataan Azlan, memang ada seseorang yang berasal dari Savior tinggal di Paviliun Heal. Tapi..."

"Tapi apa?" Aku langsung memutus ucapan Leon yang mulai menggantung.

"Saat kami hendak menemuinya, pria itu justru memilih langsung pergi. Saat tadi pagi aku mencoba menemuinya lagi, seorang pelayan mengatakan kalau orang itu sudah pergi sejak semalam."

"Kau mengetahui namanya, Leon?"

"Menurut pengakuan pelayan itu, pria tersebut biasa dipanggil Adal. Tapi aku yakin itu bukanlah nama aslinya."

"Aku setuju dengan ucapanmu, Leon. Aku juga menanyai beberapa pengawalku yang memang telah lama menjadi tentara Savior. Mereka mengatakan mungkin saja kalau pria itu salah satu dari buronan yang sedang diincar anak buah Jenderal Elmer."

"Maksudmu Jenderal kepercayaan Kaisar, Azlan?"

"Ya. Begitu yang kuketahui dari pengawal seniorku. Jenderal Elmer sendiri masih belum kembali dari Siheyuan."

"O iya, aku juga bermaksud menanyakan tadi. Paman Ab sudah kembali dari Siheyuan?"

"Masih dalam pelayaran. Dari surat yang dikirimkan ayah, beliau mengatakan kalau aku bisa kembali ke Heal, sebab mereka sudah dalam pelayaran kembali. Jadi cukup penasehat dan perdana menteri di Savior."

Aku hanya ber 'O' saja.

"Dan kembali ke perkara kita." Aku kembali ke topik utama kami, "tetapi pria itu sudah tidak berada di wilayah Heal lagi?"

"Sepertinya begitu, Bree." Jawab Azlan.

"Itu artinya kita menemui jalan buntu untuk mencari tau mengenai Kak Han-Han."

"Kita masih punya banyak kesempatan, Bree. Jangan putus asa!" Leon mencoba menenangkanku.

"Bree, kau ini memang selalu ingin tau urusan orang lain."

"Sekali saja kau bicara yang tidak mengesalkan mungkin akan membuatmu gatal-gatal, ya Azlan?"

Pria itu hanya mendengkus mendengar ucapanku

Seperti biasa akan diiringi dengan tatapan sinisnya padaku. Memang aku peduli?

"Azlan, bagaimana kalau kau melihat Kak Han-Han langsung? Mungkin kau akan mendapat petunjuk dengan melihatnya langsung."

"Boleh juga. Mungkin dengan begitu kita bisa menuntaskan rasa penasaran Nona Brianna Reinhart."

Aku memilih untuk tidak menanggapi ejekan Azlan. Adalah sebuah kesenangan baginya saat aku dengan mudah terusik oleh ejekannya.

Aku mendahului kedua sepupuku yang suka sok tau dan usil itu. Kami memutuskan untuk segera menemui sekaligus mencari tahu kondisi terkini Kak Han-Han. Sudah hampir sepekan ini dia dalam perawatan Paman Will.

Setelah kami tiba di kediamanku, Paviliun Heal, di hari kami menemukan Kak Han-Han, Mommy langsung meminta pengawal pribadinya untuk segera membawa Kak Han-Han ke Paviliun Obat. Di sana Kak Han-Han langsung mendapat perawatan Paman William. Menurut Leon, Kak Han-Han beberapa kali mengalami tak sadarkan diri selama dalam perawatan Paman Will.

Saat ini berbagai pertanyaan mencuat dalam pikiranku setelah mendengar penuturan Azlan. Siapa Kak Han-Han sebenarnya? Kalau memang dia ada hubungan dengan pria itu, apakah Kak Han-Han ada kaitannya dengan pemberontakan? Jika benar pria itu buronan, apakah ini berarti kalau Kak Han-Han juga dalam pelarian?

Kalau memang mereka ada hubungan, mengapa pikiranku menolak untuk percaya? Mengapa aku begitu berharap kalau Kak Han-Han bukan orang jahat? Atau aku sudah mempercayainya? Mana mungkin, kan? Aku hanya mengenalnya sebagai seorang wanita yang dipanggil Han-Han. Jadi, mana mungkin aku sudah menaruh kepercayaanku padanya.

"Bree, Paman Rein sudah mengetahui tentang wanita ini?" Azlan menyejajarkan langkahnya denganku, membiarkan Leon tergopoh menyusul kami.

"Aku belum bertemu Daddy. Dia baru kembali tadi malam. Dia juga ada di Savior bersamamu kalau saja kau lupa, Pangeran." Aku melihat Azlan menepuk jidatnya. "Namun, aku yakin Mommy pasti sudah menyampaikannya. Bagaimana pun Mommy yang meminta Kak Han-Han dirawat langsung oleh Paman Will."

"Sepertinya wanita ini sangat spesial sampai-sampai Mommy mengerahkan orangnya."

"Itu juga yang membuatku senantiasa bertanya-tanya. Siapa wanita ini? Mommy memang mudah merasa kasihan, tetapi dia tidak sembarang mempercayai orang baru.

"Sepertinya wanita ini memang bukan orang sembarangan." Ujar Azlan sambil terus berjalan. Namun, baru sekitar dua langkah di depanku dia berhenti dan berbalik, "Bree, kalau seandainya aku mengagumi dan menyukai wanita ini saat pertemuan kami sebentar lagi, apakah kau akan merasa kehilangan diriku?"

"Hah!" Azlan tidak mengatakan apapun lagi dan langsung melanjutkan langkahnya. Dalam bingung aku menatap Leon menuntut penjelasan. Namun, Leon hanya tersenyum simpul dan bergegas menyusul Azlan.

Apa maksud Azlan?

次の章へ