webnovel

Manamani di Kampus

"Ehmm.. Tapi Aku mau solat zuhur dulu... Sekarang masih jam dua belas. Kelas mulai jam satu lewat tiga puluh." Kira menjelaskan.

"Baiklah, Ayo! Kau mau solat dimana?"

"Mushola, yuk!" Kira ga bisa nolak lagi dan pasrah. "Ehmm suamiku, sebentar!" Kira menengok ke samping ke arah Rini. Saat ini, Ryan sudah dikelilingi bodyguard. Jadi ga mudah untuk orang luar mendekati Kira dan Ryan.

"Rini, Aku duluan sama Suamiku. Kita ngobrol lagi, nanti ya!" Kira pergi setelah mendapat anggukan dari Rini.

"Hufff.. Ganteng banget suami Kamu, Ra! Nemu dimana kaya gitu siiih.. Duuuh.." Rini hanya memandang Kira yang sudah melangkah pergi ke arah mushola di dekat kantin.

"Teman Kamu?"

Kira mengangguk. "Temen Aku yang paling deket di kampus." Kira ga berani menatap ke depan. Matanya menunduk karena risih dengan pandangan mahasiswa yang menatap ke Kira.

"Suamiku. Belok Kiri. Musholanya diruangan paling ujung koridor ini." Kira menunjukkan ruangan yang berlambang mushola di ujung koridor.

"Kecil?"

"Iya, lah.. Panas lagi dalemnya cuman ada kipas angin. Hahahah!" Kira tertawa. "Kamu tunggu di luar, ya.. Karena di dalam sempit. Lagian, tempat laki-laki dan perempuan juga dipisah, sempit ga ada tempat cukup untuk duduk."

Kira melepaskan diri dari rangkulan Ryan, berjalan ke dalam mushola.

"Andi!"

"Iya, Tuan Muda!"

"Pasang AC diruangan itu supaya istriku ga kepanasan lagi di dalam sana!" Ryan bersandar di tiang penyangga gedung. Diluar ruang mushola.

"Baik Tuan Muda!"

"Hahaha.. Baguslah Tuan Muda, beramal seperti ini lebih baik daripada uangmu dihamburkan untuk Gold Digger! Feelingku memang benar, Kira bisa memberi dampak positif bagi Tuan Muda." Andi bersorak senang.

Kira keluar terburu-buru. Sepuluh menit Dia di dalam. Kira sangat khawatir Ryan merasa bosan dan marah.

"Maafkan Aku, apa Kau menunggu terlalu lama?" Tanya Kira agak Takut.

Ryan menggeleng.

"Huff.. Syukurlah, Alhamdulillah Dia ga marah." Batin Kira merasa tenang.

"Pinjam tanganmu.." Pinta Kira.

"Bahkan Dia mau mencium tanganku di lingkungan kampusnya. Wanita ini.. Dia pintar sekali membuat hatiku senang!" Ryan sangat bahagia melihat Kira mencium tangannya.

"Aisshhhh.. Apa-apaan Tuan Muda ini. Baru dicium tangannya saja sudah seperti itu. Apalagi dicium di tempat lain?" Asisten Andi yang sudah hapal mimik wajah Ryan, sangat yakin kalau hati Ryan saat ini sedang terbang ke atas awan.

"Kalau cium tangan ini.. Aku ga pura-pura, Aku memang senang melakukannya." Bisik Kira dalam hatinya.

"Ayok makam dulu, masih ada waktu empat puluh lima menit." Kira menggandeng tangan Ryan ke arah kantin.

"Apa maksudmu? Makan disini?" Ryan kaget melihat kemana Kira mengajaknya.

"Suamiku, disini makanannya enak-enak lho! Kamu tunggu disini, aku pesen dulu!"

"Aku ga mau makan!" Ryan bergidik ngeri.

"Apa-apaan Dia menyuruhku makan di tempat seperti ini? Apa Dia ingin membuatku sakit perut?"

"Iiish.. Kau ini. Duduk dulu sini. Tunggu Aku, jangan kemana-mana!" Kira memaksa Ryan duduk. "Aku terima konsekuensi hukuman memaksamu duduk disini, nanti dirumah, asal Kau mau duduk disini dulu, suamiku. Tunggu sebentar ya." Kira berbisik di telinga Ryan setelah Ryan duduk.

"Apa Dia bilang? Konsekuensi? Haha.. Baiklah.. Habis Kau nanti dirumah!" Ryan tersenyum. Dia tak suka dipaksa, tapi kali ini, Ryan tak marah dengan Kira. Justru hatinya sangat senang.

Kira setengah berlari ke counter ketoprak, membeli juice alpukat dan pisang goreng keju coklat. Setelah makanannya siap, Kira langsung menuju meja dimana Ryan duduk. Tangannya mengangkat menbaca doa, lalu mengambil sesendok Ketoprak.

"Aaaaaa..." Kira menyuruh Ryan membuka mulutnya

"Ga mau!" Ryan menutup mulutnya dengan tangan.

Kira membuka tangan Ryan. "Ayolah suamiku.. Satu suap, ya.. ya..."

Entah ada apa dengan Ryan, Dia mau membuka mulutnya dan menerima makanan dari Kira. Lalu kira juga menyuap untuknya sendiri.

"Kau kesulitan makan ditutup seperti itu?" Tanya Ryan melihat Kira menyuap makanan di balik niqobnya.

"Enggak, Aku udah biasa." Jawab Kira.

"Aku mau, suapin Aku lagi!" Kira menengok ke arah Ryan.

"Enak, kan?" Tanya Kira antusias sambil menyuapi Ryan.

Ryan mengangguk.

"Yeeeaaaay!" Kiraa senang, dan menarik telinga Ryan mendekat ke bibirnya. "Kalau gitu, nanti dirumah, Aku bebas dari hukuman ya.." Kira melepaskan pegangan pada pundak Ryan.

"Mana bisa begitu?" Ryan mulai protes.

"hahaha.." Yang hanya dibalas tawa oleh Kira. Sambil menyuapi Ryan lagi.

Dibelakang sana, Asisten Andi sangat bersyukur melihat Tuan Mudanya sudah seperti manusia normal lagi. Walaupun belum sepenuhnya normal, tapi ini kemajuan yang cukup besar.

Click.

Asisten Andi mengambil foto Kira dan Tuan Muda Ryan, lalu segera mengirimnya.

Ryan dan Kira makan sambil mengobrol, hingga semua menu makanan yang dibeli Kira habis.

"Suamiku, jam berapa?" Tanya Kira Karena ga bisa mengecek via handphonenya dan sambil mengelap mulut Ryan dengan tissue.

"Jam satu lewat lima belas." Jawab Ryan.

"Haah, sudah waktunya masuk kelas!" Kira agak panik.

"Ayuk!" Kira menarik tangan Ryan. Seperti mahasiswa pada umumnya yang terburu-buru, Kira manarik tangan Ryan supaya ga telat masuk kampus. Kira kuliah digedung sebelah sehingga Dia berjalan hampir setengah berlari, menarik tangan Ryan

"Kenapa harus cepat-cepat?" Tanya Ryan.

"Kalau Aku ga cepat, nanti telat, ga bisa masuk kelas." jawab Kira tanpa mengurangi kecepatan langkahnya.

Lima menit sebelum kelas dimulai, Kira sampai didepan pintu.

"Kau!" Ryan masih ingat wajah Agus. Kira dan Ryan sampai ruangan berpapasan dengan Agus yang juga baru datang dari arah berlawanan.

"Kau tak melupakan kata-kataku, kan?" Jawab Agus santai memasuki ruangan, walaupun wajahnya masih ada bekas lebam.

"Suamiku, sudah.. sudah.. Aku kan sudah bersamamu dan Aku ga akan ulangi perbuatanku lagi. Aku mohon.. Hukum Aku saja nanti dirumah." Kira memeluk Ryan lagi.

"Aku sudah tahu kelemahanmu, suamiku.. Hahaha.. Aku akan memelukmu seperti ini kalau Kau marah. Ini lebih berguna daripada Aku meminta maaf. Hihi." Kira sudah belajar banyak dari dua wanita yang ditemuinya kemarin dan Kira sudah memutuskan untuk berpura-pura seperti ini, menjaga mood Ryan, sampai impiannya terwujud. Tanpa Kira menyadari, bahwa Ryan sangat tulus mulai menyukainya.

"Kenapa wanita ini.. Dia menunjukkan ekspresinya padaku. Apa Dia mulai sangat mencintaiku?" Ryan tersenyum. Emosinya mereda.

"Ya sudah, Ayo masuk!"

"Tuh, betul, kan.. Mereda. Hihi" Kira bersorak dalam hatinya.

Dua baris kursi dibelakang.. Sangat mencekam.. Kira dan Ryan duduk ditengah-tengah. Dikelilingi delapan bodyguard dan Asisten Andi duduk di samping Ryan.

"Huffff.. Kuliah macam apa seperti ini.. Owhhh!" Kira menutup matanya dengan kedua tangannya.

"Kamu kenapa?" Tanya Ryan memperhatikan Kira.

"Ah, gapapa suamiku. Huff.. Matkulnya susah, sedikit stress, hehe" Jawab Kira sekenanya.

Profesor sudah memasuki ruangan. Kelas sudah tak lagi riuh mahasiswa.

"Keluarkan laptop kalian! Kita akan membahas AnalisIs Regresi dan Nonregresi serta Fitting kurva. Kita belajar, sekalian praktek membuat tabel." Profesor di depan kelas sudah mulai menampilkan materi pada projektor.

"Haaaah.. Mati Aku!" Kira sudah stress karena Dia satu-satunya yang ga membawa laptop.

"Asisten Andi.." Kira melihat Asisten Andi sedang mengerjakan sesuatu dengan laptopnya. Tanpa pikir panjang, Kira langsung menarik laptop Asisten Andi.

"Pinjam sebentar, ok!" Kira menepuk-nepuk lengan baju Asisten Andi.

"Aah.." Asisten Andi berteriak agak kencang sehingga semua mata tertuju padanya dikelas yang sepi.

"Kira, beraninya Kau memegang tanganku didepan Tuan Muda. Habislah Aku."

"Apa yang dilakukannya menepuk-nepuk seperti itu?" Ryan sudah melotot ke arah Asisten Andi. Wajah Asisten Andi sudah pucat.

"Aku pinjam sebentar!" Kira berbisik, tapi masih bisa didengar oleh asisten Andi dan Ryan tentunya.

"Kamu!" Dosen menunjuk ke Kira.

"Iya prof.."

"Jelaskan apa itu analisis regresi!"

"Haah, mati Aku!" Suara Kira berbisik yang masih didengar oleh Ryan..

"Analisis statistika yang memanfaatkan hubungan antara dua atau lebih peubah kuantitatif sehingga salah satu peubah dapat diramalkan dengan peubah lainnya."

"Jelaskan apa saja alat analisis keterkaitan atau hubungan!"

"Ditentukan oleh skala pengukuran data atau variable dan jenis hubungan antara variable." Jawab Kira cepat.

"Apa hubungan koefisien korelasi dengan sebab akibat?" Tanya profesor didepan. Masih kepada Kira. Profesor Kira kali ini. Memang profesor yang dikenal cukup Killer dan menyusahkan mahasiswa. Dan hari ini, Kira sudah menyinggungnya dengan membuat keributan diawal kelasnya.

"Tidak ada hubungannya." Jawab Kira lagi.

"Oke, anak ini lumayan juga!" Profesor semakin tak ingin kalah. Dia merasa harus mengincar Kira sampai mana kemampuannya, karena Kira sudah menyinggungnya di awal kelas. Dia juga tak suka dengan informasi dari rektorat mengenai suami Kira yang akan menemani Kira hari ini. "Akulah penguasa dikelas ini. Dan Kalian harus tunduk hukum di dalam kelasku!"

"Buatkan simple regresi linier model didepan!" perintahnya.

Kira segera maju membuatnya. Menjawab semua pertanyaan profesor didepan, tentang kurva yang dibuatnya.

"Jelaskan metode kuadrat terkecil termasuk contoh tabelnya! Bagaimana cara membuatnya di komputer!"

"Bagaimana pengujian terhadap model regresi?

"Bagaimana menilai kesesuaian model?"

Ada saja yang ditanya profesor tadi, sampai membuat kepala Kira hampir pecah. Satu pertanyaan selesai, berganti ke pertanyaan lain, terus seperti itu, hingga dua jam kuliah berakhir .

"Apa yang Dia lakukan pada istriku? Apa Dia membuat susah istriku? Kenapa Dia terus menyiksa istriku seperti itu?" Ryan sangat frustasi melihat Kira diperlakukan seperti itu. Amarahnya sudah hampir tak terbendung. Kalau Asisten Andi tak menahannya dengan berbisik "Kita selesaikan secara profesional di rektorat nanti, Tuan Muda! Saya sudah merekam semua perbuatannya" Tentu saja Ryan sudah berlari kedepan menghajar profesor Kira.

"Kuliah selesai! Tugas kalian membuat model regresi dengan dua variable. Dikumpulkan minggu depan!" Dosen keluar meninggalkan Kira didepan dan Rini segera berlari ke depan memberikan Kira air minum. Begitu juga teman-teman Kira yang perempuan. Mereka mengelilingi Kira.

Kira memang kuat dan mampu menjawab semua pertanyaan profesornya. Ini membuat profesor semakin geram dan tak berhenti memberikan pertanyaan pada Kira. Pertanyaan demi pertanyaan membuat Kira cukup takut juga. Dia masih seorang anak perempuan berusia sembilan belas tahun, wajar jika merasa sedikit tertekan selama dua jam pelajaran dicecar pertanyaan di depan seluruh teman sekelasnya. Kira menangis di depan sambil memeluk lututnya, kakinya seperti ga kuat menyangga tubuhnya. Teman-teman Kira menyemangati Kira. Beberapa memeluk Kira. Mereka sadar, yang dilakukan profesor tadi adalah membully Kira.

"Sabar ya Kira..."

"Kamu hebat bangeeeet.. Bisa jawab semua pertanyaan prof tadi!"

"Udah dong, jangan nangis, Kira!"

"Ayo semangat, Kira!"

Dan berbagai kata penyemangat lainnya terdengar didepan.

"Andi!" Ryan sudah sangat kesal melihat Kira menagis seperti itu.

"Baik tuan Muda." Andi tahu apa yang harus dilakukannya. Dia juga sudah sangat geram dengan perbuatan profesor tadi.

Ryan berdiri menghampiri Kira, para bodyguard sigap berjalan mengelilinginya.

"Aku tak akan membiarkan seorangpun melukai hatimu! Kau punya Aku yang akan selalu melindungimu, sekarang!" Entah apa yang Kini dirasakan Ryan. Dia tak lagi berpikir bahwa Kira adalah alat balas dendamnya. Seperti yang telah tiga bulan ini selalu dikatakan olehnya.

Ryan semakin dekat, teman-teman Kira menyingkir secara otomatis. Aura Ryan bak seorang raja, yang bisa mengusir kerumunan orang yang menghalangi jalannya. Ryan tak bicara apapun. Langsung menggendong Kira dengan kedua tangannya. Mengangkat Kira, dan otomatis membuat kelas menjadi sedikit gaduh..

次の章へ