PERASAAN TIDAK DAPAT DI LIHAT. NAMUN, DAPAT DI RASAKAN.
| next story |
Akhir pekan ini adalah hari yang kutunggu-tunggu seumur hidup. Dua minggu yang lalu, setelah mendapat kabar dari tweets bahwa... akhir pekan lusa yang akan datang nanti, menghadirkan manga edisi spesial terbaru yang resmi dikonfirmasikan oleh authornya sendiri.
Aku tidak percaya, rasanya... waktu berjalan sangat cepat. Mungkin sebabnya adalah kehidupanku yang begitu-begitu saja. Di sekolah maupun di rumah, aku tidak pernah terpisahkan dengan gadis ini.
Well, dari awal memang Sakurasawa Megumi telah mengikatku. Sehingga aku tidak bisa berpaling darinya. Terlebihnya lagi... aku sangat penasaran.
Kalau dilihat baik-baik lagi... mulai dari ujung kakinya... dan ujung pundaknya... terasa begitu meresahkan. Tapi seketika, aku sadar bahwa, aku melewatkan penglihatanku dari tubuhnya.
Menurut pandanganku terhadap tubuhnya Megumi. Ini tidak jauh Seperti pandangan laki-laki remaja lainnya. Jujur saja, tadi saat Megumi keluar dari kamar, aku terkesima melihat penampilannya. Sehingga aku sampai berpikir dan membayangkannya saat memakai pakaian tidur. Sekarang aku malah terfokus kearah dadanya, dan sama sekali tidak berkedip.
Tapi, tunggu. Apakah ini sebuah ilusi? Atau ini benar-benar nyata sesuai pemikiranku? Sekilas ini cuma pemikiranku saja, kurasa Megumi tidak memakai bra-nya? Ini bisa di jelaskan kalau dilihat dari lengkungan bajunya, dan belahan dada yang agak sedikit terlihat keluar. Dan juga... setiap kali Megumi bernafas menggunakan perutnya, dadanya terlihat membusung dan memantul.
"E—Eh... Megumi? Kau memang cantik berpenampilan seperti itu. Tapi bukankah, itu terlihat sedikit agak terbuka?"
Sembari berbicara, mataku masih terfokus mengarah pada dadanya.
Spontan Megumi sadar kalau diriku sedang melototin dirinya. Dan ikut mengarahkan pandangannya kepada dirinya sendiri.
Ketika sebelum Megumi mengangkat wajahnya, dia sempat membusungkan pipinya seperti tadi di kamar. Lalu, mengatakan bahwa diriku semacam... begitulah.
"Pph! Mesum!" Megumi terlihat kesal mengangkat dan memalingkan wajahnya kesamping.
"Kau... jangan-jangan, kau...?!" Tanyaku dengan Mata terbuka lebar.
Melihatnya berpaling dari arahku. Dan sekilas dadanya juga mengikuti irama tubuhnya bergerak tadi. Itu membuatku sedikit senang tapi, jika dia itu adalah orang lain. Aku ingin melanjutkan kalimatku. Namun, baru saja menarik nafas, Megumi langsung memotongnya.
"Jangan katakan itu! Jangan katakan itu! Hal itu sangat memalukan." Seketika ekspresinya menjadi seperti konyol.
Meski ini sebuah inisiatif, aku ingin Megumi terlihat gadis yang baik dan sopan. Mungkin ini egois, tapi mau bagaimana lagi, demi dirinya dan demi diriku juga, aku harus melakukan dengan apa yang harus kulakukan.
"Memalukan? Apa maksudnya? Aku hanya ingin tanya, apa jangan-jangan kau benar-benar ingin ikut pergi bersamaku?"
"Eh?" Megumi terkejut sekaligus terlihat bingung. Lalu, wajahnya yang berpaling sedari dariku, perlahan mulai menghadap kearahku lagi.
Megumi langsung mengedepankan tubuhnya, sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Dan juga ekspresinya yang sangat imut. Sehingga dia terlihat sangat lucu dan imut.
Tak selang kemudian, Megumi berbicara lagi.
"Apa tidak boleh?" Ucap Megumi menurunkan alisnya.
"Boleh kok, asalkan kau..." perlahan aku menurunkan nada bicara, sembari melepas mantel yang kukenakan tadi. Terus aku melanjutkannya, "....pakai mantel ini."
Setelah melepas mantel itu dari tubuhku, aku langsung menyodorkannya kearah Megumi.
"....." Megumi terdiam.
"Saat ini, diluar sangat dingin. Jadi, tolong pakailah ini." Lanjutku dengan lembut.
"Terima kasih." Pelahan Megumi meraih mantel itu dari genggaman tanganku.
Lalu, Megumi memakai mantel hitam itu.
Mantel adalah baju panjang yang dipakai oleh laki-laki maupun wanita untuk melindungi tubuh agar tetap hangat. Mantel dipakai sebagai pakaian luar. Pada musim dingin sering dipakai di atas kemeja, seragam, dan rompi.
Mantel lebih panjang dari jaket, biasanya hingga di atas lutut. Panjang jaket hingga sekitar pinggang, sementara mantel panjang (overcoat) hingga sampai di bawah lutut. Jas hujan adalah mantel tahan air yang dibuat dari bahan plastik, dan bisa dilipat ketika sedang tidak dipakai.
Mantel yang di kenakan Megumi sekarang adalah berjenis Mantel dari kulit bintang.
"Ayo kita jalan." Aku berjalan menuju pintu keluar rumah. Sedangkan Megumi mengikutiku dari belakang.
x x x
Sekarang kami sedang berada di trotoar dengan berjalan kaki.
Di jalanan juga terlihat sangat ramai, mulai dari kendaraan, mobil, bus, dan taxi yang berlalu lalang mengikuti jalur lalu lintas. Adapun orang-orang yang berjalan kaki seperti kami berdua. Bahkan aku sempat melihat beberapa dari mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.
"....." aku ingin membuka pembicaraan, tetapi mulutku terasa begitu berat ingin mengatakan sesuatu.
Mulai dari beberapa menit yang lalu, situasi kami berdua memang sudah secanggung ini.
Sampainya di persimpangan lampu merah. Aku melihat kearah kanan dan ke kiri. Namun seketika.
"Rrgh!" Tiba-tiba kepalaku berdenyut nyeri. Untuk menahan rasa nyeri itu, aku menekan pundakku sendiri dengan tangan kanan.
Dan sekilas aku melihat didalam penglihatanku, yang sekilas seperti memperlihatkan sesuatu padaku. Namun itu terlihat tak begitu jelas. Aku hanya melihat, cairan yang menetes secara perlahan jatuh ketanah.
"Ada apa, Kousan-kun?" Megumi juga terlihat panik. Dan memegangi tubuhku yang agak menurun.
"Tidak apa, aku baik-baik saja." Aku meresponnya dengan cepat.
"Apa sebaiknya kita pulang saja..." ucapnya memelan.
"Jangan! Sudah terlanjur! Lagian, kita juga mau sampai kok."
Sepertinya otak Megumi sedang buntu. Sedari di perjalanan, apakah dia tidak merasakannya, kalau dia sudah berjalan lebih dari 300 meter. Contohnya, seperti kelelahan. Aku saja merasa, kalau kakiku serasa ingin terlepas dari organ tubuh. Di tambah nyeri yang ada di kepalaku ini. Dan Megumi, tiba-tiba mengajak untuk kembali kerumah? Kedengarannya memang benar-benar buntu.
Di sisi lain, aku sangat menginginkan manga edisi spesial itu. Karena itulah, mungkin. Aku menolak untuk pulang hanya karena manga tersebut. Sebenarnya, aku juga berpikir untuk pulang kembali jika bukan karena alasan yang kuat seperti ingin membeli sesuatu.
"Ngomong-ngomong... kita ini... mau pergi kemana?" Megumi kembali berbicara sembari menatap kearah jalanan.
"Eh? I—itu... " pembicaraanku masih berlanjut. Sementara aku menghela nafas, pikiranku mulai berpikir sesuatu.
Di persimpangan lampu merah ini, ada dua jalur menuju tempat destinasi. Maksudnya, tempat hiburan. Salah satu destinasi yang inginku kunjungi itu adalah pameran Anime Centre setiap tahun sekali. Makanya dari itu, kesempatan hanya akan datang sekali dalam satu tahun.
Akan tetapi, aku lupa memberitahu. Kalau sebenarnya Megumi, tidak menyukai Anime ataupun Manga yang berbau 2D. Sakurasawa Megumi suka memainkan gim visual novel, padahal gim tersebut adalah adaptasi dari animenya lalu, kedua alur ceritanya pun sama. Jadi, apa yang membedakan baginya antara gim dengan anime? Bukankah sudah jelas? keduanya sama-sama berjenis karakter 2D.
Sepertinya aku menemukan ide untuk menutupi alasan itu.
"A—Ah! Bagaimana kita cari makan terlebih dulu?"
"....."
Megumi terlihat sedang sibuk berpikir. Mungkin dia memikirkan untuk menerima atau tidak. Di sisi lain, aku tahu Megumi saat ini mengkhawatirkan diriku.
Dia yang terlihat diam sedari tadi, mulai membuka mulutnya dan langsung meminta sesuatu padaku.
"Ramen."
"H—Hoi, apa kamu yakin? Dari kemarin, makanan yang kita makan tidak baik untuk kesehatan loh. Setidaknya, nasi atau roti gitu?"
Makanan yang kami makan berdua kemarin adalah, Seblak dan Udon. Kedua makanan tersebut terdapat seperti mie atau pasta. Mie atau pasta mengandung zat kimia berguna untuk mengawetkan bahan tersebut. Termasuk Ramen juga.
Lagipula, aku merasa kalau sedari kemarin makanan yang kumakan itu hanya berisi air atau kuah. Sama sekali tidak mengisi perutku pada waktu itu.
"Ramen." Megumi mengucapkan kalimat itu untuk kedua kalinya.
"Lagipula, Megumi makan-makanan seperti itu tidak mengisi pe—"
"Ramen." Untuk ketiga kalinya, Megumi mengucapkan itu dengan ekspresi kecewa.
Sejenak aku terdiam, sambil menghela nafas sesekali lalu.
"Baiklah-baiklah! Ini untuk yang terakhir." Ucapku dengan nada yang agak tinggi.
Megumi menunduk kebawah.
"... 'untuk yang terakhir,' ya?" Sekilas kata yang kukatakan tadi diulang olehnya dengan cara membisik.
"B—Bukan itu maksudku! Begini, terakhir makan-makanan yang tidak sehat, begitu maksudnya!" Aku berusaha menjelaskannya dengan nada yang agak tinggi.
"Aku tahu, ternyata kita berdua merasakan hal yang sama."
"Apa itu?" Aku bingung dengan ucapannya yang barusan.
"Tidak, lupakan saja." Tatapan menuju kearah seberang jalan. Dan melanjutkannya lagi.
"Sepertinya saat ini, toko ramen itu baru saja buka. Bagaimana kalau, kita jalan-jalan dulu?" Lanjutnya menatap kearahku lagi.
"Ayo, kita akan pergi kesana!" Kataku menunjuk ke jalur destinasi. Jalur tersebut adalah tempat menuju pameran Anime Centre.
"Tidak mau!" Megumi berpaling arah membelakangiku.
"Ada apa? Disana ramai loh."
"Makanya itu, aku tidak mau kesana." Jawabnya yang masih membelakangiku dan sedikit menurunkan bahunya kebawah. Sepertinya, dia baru saja mengeluarkan nafas berat.
"Alasannya?" Tanyaku balik dan menghadap kearahnya kali ini. Dan begitu pula, dia juga membalikkan seluruh badannya kearahku.
Saat ini, posisi kami saling berhadapan dan saling bertatapan.
"Karena... aku tidak begitu suka dengan keramaian."
"Oh, begitu."
Dugaanku selama ini, apakah sekedar kesalahpahaman aku saja? Alasan Megumi selalu menghindar dan menolak setiap kali aku mengajaknya berdestinasi ketempat hiburan seperti pameran. Karena... hanya tidak suka dengan keramaian.
Untuk memastikan lebih jelas, aku bertanya satu hal padanya.
"Megumi, apa kamu suka membaca manga atau lightnovel?"
"Hn? Bagaimana ya...? Di bilang tidak suka rasanya aneh. Di bilang suka juga rasanya biasa. Bisa di bilang begini, aku suka keduanya tapi malas untuk membaca."
"Tapi bisa membaca dalam hati bukan? Tanpa harus membuka mulut."
"Aku tidak terbiasa dengan itu. Di saat sedang belajar pun sama."
Tak lama kemudian kami mulai melangkahkan kaki kedepan entah kemana itu. Tidak jadi untuk menyeberangi zebracross. Mungkin saja, rencana makan ramen telah di batalkan.
"Oh iya, Megumi. Sebelumnya aku mendengar ini sekilas dari para guru. Ujian tahun pertama kemarin, kata mereka... nilaimu paling tertinggi nomer 2 antar kelas. Apa itu benar?"
"Benar." Megumi menjawab dengan cepat.
"Bagaimana caramu melakukannya? Bukankah aneh?"
Aku tidak percaya karena, bagaimana dia bisa sepintar itu sedangkan dirinya selalu saja berada di rumahku. Itupun yang dia lakukannya di rumahku bukan untuk belajar melainkan hanya bermain, makan dan tidur. Tidak salah kalau aku menyebut ini 'aneh' padanya.
"Malah sebaliknya, kamu yang aneh. Di antar semua kelas, nilaimu itulah yang membuatku terkesan. Aku tidak tahu, hal itu di sengaja atau tidak. Semua nilai di setiap mata pelajaran yang kamu dapat, adalah setengah dari seratus bukan? Tidak ada orang yang menentukan nilainya sendiri, selain dirimu.
"Yah, aku memang payah dalam hal tersebut. Wajar kalau nilaiku yang kudapat hanya 50 setengah dari seratus. Hal itu memang tidak terduga sih"
"Kamu mengira kalau aku tidak menyadarinya? Setahun yang lalu kamu juga seperti itu. Semua rata-rata nilai yang kamu miliki adalah 50. Bahkan dari dulu maupun sekarang kedudukan peringkatmu juga berada di pertengahan. Dan kedudukan itu tidak pernah berubah sama sekali, kenapa?"
Sembari berjalan dengan pelan entah tujuan kemana, kami berdua mengobrol panjang untuk beberapa saat.
"Aku tidak mempunyai alasan untuk itu, hanya saja aku melakukannya demi diriku sendiri."
"Bukankah itu normal?" Lanjutku.
"Bagiku, Itu sama sekali tidak normal tau!" Nadanya tinggi dan memanjang sambil berekspresi merem seperti orang habis kemakan biji jeruk.
"Sudah, sudah." Ucapku sambil mendorong angin kearahnya.
Sejak saat itu, Aku berusaha untuk menenangkan dirinya. Dan setelah tekanan darahnya mulai menurun. Aku mulai membuka pembicaraan lagi.
"Ngomong-ngomong, kita ini... sedang berada dimana?"
Akibat kebanyakan berbicara satu sama lain. Kami tidak sadar berjalan begitu jauh dan jauh menjauhi wilayah perkotaan. Lalu, aku menatap kearah jalan yang ada di depan sana.
Begitu pula Megumi mendengarkan pembicaraanku. Masih dalam kondisi masih berjalan santai dengannya. Megumi mulai membuka mulutnya.
"Entahlah..., bu—bukankah ini!?" Setelah Megumi mengalihkan pandangannya kedepan. Secara bersamaan langkah kakinya juga terhenti.
Begitu juga denganku. Seketika langkahku terhenti setelah melihat Megumi terdiam menatap menuju kearah depan sana.
| next bro! |
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA!