Stella membawa Heri ke sebuah pohon rindang yang ada di halam depan rumah.
Dia lalu melepaskan pegangannya dan menatap Heri dengan ekspresi canggung, dan dia langsung mengubah topik pembicaraan mereka, "Pak Heri, kenapa …. kenapa kau ke sini?"
Meskipun Heri bingung, dia tetap menjawab, "Saya mendengar Tuan Saga tertabrak mobil dan membuat tangannya patah. Saat mendengar kabar itu, saya dan Tuan Frans menjadi khawatir dengan keadaan Tuan Muda, jadi saya datang untuk menjenguknya. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan keadaan Tuan Saga sekarang, Nyonya? "
Rumah sakit tempat dimana Saga dirawat kemarin, direkrut rumah sakitnya mengenal ayah Saga, jadi Frans mengetahui tentang kecelakaan yang dialami Saga dari direkrutnya langsung. Jadi, dia langsung menyuruh Heri untuk memeriksa keadaan Saga.
Mendengar hal tersebut, Stella menghela napasnya dan berkata dengan lembut, "Pak Heri, Saga kemarin tertabrak mobil cukup keras dan tulang tangan kirinya patah. Sekarang tangannya sudah diperban dan sudah mendapatkan perawatan juga. Dokter berkata, dia harus istirahat selama dua bulan untuk proses penyembuhannya. Kembalilah dan beritahu ayah dan aku di sini untuk merawat Saga."
Heri yang mempercayai kata-kata Stella, tersenyum dan berkata, "Nyonya. Anda sangat baik hati hingga mau merawat Tuan Saga Jika Anda membutuhkan sesuatu, Anda bisa langsung menelepon saya."
Setelah berbicara, Heri berhenti sebentar, seolah memikirkan sesuatu. Kemudian, kembali berkata, "Ngomong-ngomong, dimana Tuan Saga, Nyonya? Saya ingin menyapanya dulu sebelum pulang."
Stella yang mendengar itu, menjadi lebih panik. Kedua tangannya mengepal dan wajahnya mencoba menunjukkan ekspresi tenang. "Saga masih istirahat di kamarnya. Aku khawatir dia belum bangun. Pak Heri, kau tahu, Saga sedang sakit dan perlu istirahat ynag cukup, jadi … kau tidak bisa menemuinya sekarang. Maafkan aku, setelah dia bangun, nanti aku akan memberitahukan pada Saga jika ayah memintamu untuk pergi ke sini."
Heri setuju dan menganggukkan kepalanya dan berkata, "Baiklah, biarkan Tuan Muda beristirahat dengan baik.yang " Stella melihat bahwa Heri mempercayainya, dirinya merasa agak lebih tenang dan tidak menjadi panik lagi.
Dia sangat takut tadi jika Saga akan menemui Heri dan membuat pria itu mengetahui identitasnya.
Stella menggigit bawah bibir, tersenyum, dan segera mendesak Heri untuk pergi, "Pak Heri, aku tahu kau disini hingga kau jadi tidak bisa menemani ayah kontrol di rumah sakit. Aku merasa khawatir dengan ayah. Karena itulah, kau harus kembali dan menjaga Ayah dan aku akan merawat Saga di sini dengan baik." Heri saat mendengar itu, menjadi kembali memikirkan Frans, kemudian menjadi khawatir dengan tuannya itu.
Saat Stella berkata akan merawat Saga, Heri tidak menjadi khawatir lagi, dan hanya bisa berkata, "Nyonya Dera, tolong jaga baik-baik Tuan Muda. Jangan terlalu bekerja keras. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan, segera telepon saya, ya?" "
Stella mengangguk patuh dan merasa tidak sabar ingin Heri segera pergi dari situ.
Dia takut jika Saga melihat mereka, jadi Stella segera berkata dengan tergesa-gesa, "Pak Heri, jangan khawatir tentang Saga, ya? Aku akan merawatnya dengan baik! Ayah juga membutuhkanmu sekarang, jadi pergilah … "
Heri tersenyum dan membalas, "Baiklah, saya akan segera pulang. Sekali lagi, telepon saya, jika Anda membutuhkan sesuatu."
Stella mengangguk dan saat ingin mengantarkan Heri ke mobilnya, dia dihentikan pria itu.
"Nyonya Dera tidak perlu mengantarkan saya. Tuan Saga saat ini pasti membutuhkan Nyonya sekarang" uja Heri.
Jadi, Stella tidak jadi mengantarkannya dan saat melihat mobil Heri pergi, dia menghela napasnya.
Dia merasa sangat panik tadi, tapi untungnya Stella dapat mencegah Heri bertemu dengan Saga, hingga sekarang Stella merasa aman karena identitasnya tidak terbongkar untuk saat ini.
Stella segera berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah. Namun, saat akan masuk, dia terkejut ketika melihat Saga yang sudah berdiri di dekat pintu. Dia langsung terdiam dan merasa kembali panik.
Apa Saga melihat Pak Heri? Duh! batin Stella.
Sedangkan, Saga yang dapat melihat wajah pucat Stella, sedikit mengernyit, dan merasa sedikit khawatir, kemudian bertanya, "Ada apa? Kenapa ekspresimu begitu?"
Saat melihat Saga yang tenang, Stella berpikir jika Saga tidak tahu tentang Heri tadi.
Dia lalu menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Aku baik-baik saja. Uh, sudah berapa lama kau berdiri di sini?"
Saga dengan santai berkata, "Baru saja. Memangnya kenapa?"
Baru saja? Itu berarti dia tidak melihat apa-apa, juga tidak mendengar apa-apa, kan? batin Stella.
Memikirkan hal itu, Stella menghela napasnya dan merasa lega.
Stella yang tidak ingin membicarakan masalah itu lagi, dia melihat nampan yang dibawanya, dan dengan cepat mengganti topik pembicaraan mereka, "Sup tulang sapinya hampir dingin. Kau harus cepat memakannya. Supnya terasa tidak enak saat sudah dingin."
Saga menganggukkan kepalanya, tanpa mengatakan apapun.
Begitu dirinya duduk di kursi di ruang makan, Stella meletakkan semangkuk sup tulang sapi di depannya dan menatapnya dengan ekspresi penuh harap.
Saga yang melihat itu, merasa senang dan tersenyum.
Namun, dengan cepat dia segera memegang tangan kirinya sambil berteriak kesakitan, "Aw! Stella, tanganku terasa sangat sakit, dan aku kira tidak bisa makan sendiri. Jadi, kau mau menyuapiku, kan?"
Stella yang tidak bisa menolak, dan karena merasa bersalah tidak memberitahu kedatangan Heri pada Saga, hanya bisa pasrah.
Dia lalu mengambil sesendok dan perlahan menyuapkan sup itu kepada Saga. Setelah melihat Saga menelannya, Stella bertanya, "Enak?"
"Hm … aku merasa supnya agak manis" ujar Saga.
Manis? batin Stella.
Dia memandangi sup tulang sapi di meja dengan dan bertanya dengan ragu-ragu, "Bagaimana bisa supnya menjadi manis? Apa mungkin aku salah memasukkan bumbunya?"
"Aku serius. Supnya benar-benar agak manis, jika kau tidak percaya, kau bisa mencicipinya" ujar Saga lagi.
Mendengar itu, Stella memandangnya dengan tatapan tidak percaya, kemudian mencicipi satu sendok supnya. Dia merasa aneh karena supnya tidak terasa manis di lidahnya.
"Apa lidahmu sudah mati rasa? Supnya tidak manis sama sekali, Saga" ucap Stella sambil memandang Saga dengan kedua mata menyipit.
"Heh .. benar, kok. Supnya terasa manis. Hanya saja, caramu memakannya itu salah" "Setelah Saga selesai berbicara, sebelum Stella dapat bereaksi, dia Saga menyesap satu sendok supnya, kemudian memegangi pipi Stella dan mencium bibirnya, lalu memasukkan sup yang dia makan ke mulutnya.
Stella yang terkejut, tanpa sadar menelan supnya.
Setelah itu, Saga mencium dengan rakus bibir Stella, kemudian melepaskannya.
"Bagaimana? Rasanya menjadi lebih manis kan, jika kau memakannya seperti tadi?" tanya Saga sambil menatapnya dengan pandangan menggoda.
Stella tidak bisa berkata-kata karena terlalu terkejut.
Sedangkan Saga yang gemas dengan ekspresi Stella, kembali mengecup bibir merah udanya dan berkata, "Stella, selama kau yang memasak, semua makan yang kumakan akan terasa sangat mansi bagiku."
Setelah mendengar itu, Stella kembali tersadar, dan segera menatap Saga dengan pandangan kesal.
D-dia! Bagaimana bisa dia melakukan itu padaku?! batin Stella.
Sedangkan Saga, yang tidak melihat ekspresi kesal Stella, kembali memakan supnya, sambil bergumam, "Stella, sup tulang sapinya enak."
Pria itu kembali mendongak, lalu menjilat bibir bawahnya, dan menyeringai sambil menatap ke arah Stella.
Saat melihat itu, Stella merasa sangat malu. Entah kenapa saat kembali memikirkan perlakukan Saga padanya tadi, jantungnya berdetak dengan keras dan merasakan perasaan aneh dalam dirinya.