webnovel

39. Two of us

Sungguhan dunia tidak ada yang menarik. Terkhusus tidak ada yang menarik bagi seorang pria yang sudah berada didalam kelas pagi-pagi sekali. Dirinya sedang memendam gundah sejak semalam. Merasa  muak karena telah mendapat penolakan dari seorang gadis. Dan untuk sekedar informasi saja, itu adalah kali pertama bagi Lee Taehyung ditolak oleh seorang gadis.

Seorang pria yang dengan santainya duduk diatas meja dengan satu kakinya menaik sebagai tumpuan lengannya. Punggungnya bersandar nyaman ditembok rata yang langsung bisa membuat pria itu menangkap indahnya kota Abel Red dari lantai 7 dengan hanya sedikit menoleh kekiri. Jendela kotak yang sangat membantu dirinya menikmati betapa ia juga membutuhkan sedikit penyegaran otak. Rasanya sejuk sekali setelah hujan mulai mereda. Atau bukan hujan, hanya sedikit gerimis yang menjatuh dari langit abu-abu itu sedari pagi tadi.

Pun Lee Taehyung itu masih geram sekali. Menggenggam erat awang-awang hingga terlihat buku-buku jarinya memutih karena saking kuatnya. Tidak ada hal lain lagi didalam isi kepala Taehyung selain mengumpat.

"Berengsek!"

Segera Jimin mengelus pundak Taehyung saat dirinya mendengar Taehyung mengumpat dengan suara yang kelewat lantang. Ini masih pagi dan Taehyung sungguh tidak tahu tepat saat mengumpat. Keduanya bukan mahasiswa teladan, namun untuk beberapa hari ke depan, keduanya akan sangat sibuk dengan acara orientasi kampus. Dua hari mendatang, dan hari ini keduanya juga akan sangat sibuk dengan segala persiapannya. Jimin adalah bagian dari Organisasi Dance dan Taehyung juga sama saja dari kalangan penggerak seni. Jadi memang setiap awal tahun, mereka akan disibukkan dengan hal-hal seperti itu.

"Pelankan suaramu, sialan!" umpat Jimin karena geram sendiri. Rupanya menenangkan Taehyung dengan hanya mengelus pundaknya bukanlah merupakan cara yang efektif. Malahan Taehyung sekarang sudah beranjak dari meja yang di dudukinya lalu hendak keluar ingin segera menghajar seseorang. Tentu bukan gadisnya yang akan dihajar, tapi kekasihnya itu.

"Hei hei hei! Tenang bocah! Kau akan menghajarnya? Oh kau ingin mati muda? Lihatlah badannya yang seperti Hulk itu!"

Taehyung mendadak stagnan ditempat, meskipun amarahnya masih tetap membara dan susah sekali padam, tapi mendengar apa yang dikatakan Jimin ada benarnya juga. Dia tidak bisa langsung baku hantam dengan fisik karena sungguhan kekuatan Jungkook mungkin tidak sebanding dengan dirinya. Dia tentu tidak ingin mati muda hanya karena ingin melampiaskan kekesalannya pada kekasih pria itu.

Park Sewon benar-benar telah menodai harga dirinya. Menginjak dengan cara elegan lalu meremehkan dengan ucapan manis yang sebenarnya menusuk. Bagaimana bisa Park Sewon tadi malam mentah-mentah membatalkan semua perjanjiannya hanya karena Jungkook tak kunjung sampai di garis finish sampai akhirnya tidak ada kejelasan karena sampai pagi pun, tidak ada sama sekali tanda-tanda muncul pria yang menantangnya di lajur sirkuit dengan penuh percaya diri itu.

Sungguhan sekarang Taehyung sedang menanti kedatangan pria bernama Choi Jungkook itu. Rasanya kesal sekali sampai rasanya hampir ingin mengumpat setiap detik. Menonjok 100 kali per menit jika saja Jungkook tidak melawan. Tapi mustahil sekali, bahkan hanya dengan memancing nya saja, itu sama saja bunuh diri dengan cara kelewat nekat. Dan tentu saja Taehyung tidak akan melakukan itu. Dia masih ingin hidup, meskipun tujuannya adalah menjadi sukses seperti ayahnya agar bisa dengan mudah menghamburkan uangnya untuk menjajaki selangkangan para gadis yang dia pikir; menarik.

Dan mulai malam ini, Taehyung sudah menentukan target barunya. Park Sewon, si anak pemegang saham yang angkuh sampai rasanya Taehyung ingin menghukumnya dengan hentakan diatas ranjang karena telah berani menolaknya tadi malam. Menolak atas penepatan perjanjian karena nyatanya Taehyung lah yang sampai di garis finis lebih dulu. Dan harusnya Taehyung mendapatkan Sewon diatas ranjangnya tadi malam, tapi Sewon benar-benar kurang ajar dengan melibatkan Jimin sebagai alasan utamanya.

"Aku janji dengan Jimin, bukan denganmu! Dasar!"

Masih terngiang hingga detik ini di isi kepala Taehyung. Sebenarnya benci mengingat kalimat persetan itu keluar dari seorang gadis yang bahkan belum pernah melakukan apapun. Polos sekali. Tapi cukup menantang juga jika dijadikan sebuah target yang sepertinya susah dia dapatkan.

"Jim."

Taehyung menggumam setelah dirinya berhasil meredam sedikit amarahnya. Duduk dikursi di samping Jimin dan beringsut mulai menginterogasi Jimin dengan pertanyaan-pertanyaan yang mulai menggema di kepalanya. Menuntut segera mengetahui jawabannya meskipun dia sendiri tidak yakin kalau Jimin akan dengan mudah memberitahunya.

"Hem." Deheman seperti biasa. Jimin dan Taehyung bisa dikatakan seperti cermin. Mereka sama liciknya dan sama-sama penganut simbiosis mutualisme.

Sebelumnya keduanya adalah rival bebuyutan yang selalu bersaing dalam hal apapun, sampai akhirnya keduanya sadar, jika mereka berdua bisa bersatu dengan bekal kelicikan masing-masing dan tujuan masing-masing. Memuakkan saat tahu bahwa banyak orang yang akan bersorak jika mengetahui ada yang jatuh diantara mereka berdua. Maka dari itu, tentu lebih baiknya kekuatan mereka di gabungkan saja dan menjadikan mereka bersahabat hingga hari ini.

Pesannya; Jangan terlalu membenci orang, atau takdir akan memutar balikkan fakta bahwa mereka yang kau benci adalah seseorang yang akan paling dekat denganmu. Pun sama saja dengan yang Taehyung dan Jimin alami saat ini.

"Kau mengenal Jungkook? Jim? Kurasa kau tidak pernah bicara apapun padaku tentang Jungkook sebelumnya."

[]

次の章へ