Selesai istirahat ke dua, mereka pun masuk ke kelas. Danu memutar bola matanya saat memperhatikan Bara yang mengantarkan Pradita hingga ke kelas. Mereka tampak lengket sekali seperti Adeps Lanae alias lemak bulu domba. Cowok berengsek itu melayangkan senyuman yang membuat Danu jadi mual.
Pradita melambai dan kemudian masuk ke dalam kelas. Beberapa anak cewek lainnya memperhatikan mereka dengan tatapan yang mendelik. Jelas-jelas tidak ada yang suka melihat hubungan Pradita dan Bara.
Danu berusaha keras untuk terlihat biasa-biasa saja di depan Arini. Hingga akhirnya Pak Bambang pun masuk ke dalam kelas. Setidaknya, Danu sedikit lebih bersemangat belajar kimia.
Dua jam pelajaran berlalu tanpa terasa. Hanya Danu yang masih semangat menghitung rumus-rumus kimia. Pak Bambang adalah salah satu guru favoritnya.
Syukurlah, setidaknya mood Danu naik sekian persen setelah menyerap ilmu kimia di otaknya. Selesai berdoa pulang, Danu membereskan buku-buku ke dalam tas.
"Rin, aku harus ketemu sama Pradita dan Alisha. Rencananya, Alisha mau bikin aku sama Pradita ketemuan di perpus supaya bisa baikan. Kamu mau ikut, Rin?"
Arini menyeringai. "Sepertinya aku gak ikut deh. Kamu beresin aja urusan kamu sama Dita. Aku percaya kalau kamu sama dia pasti bisa baikan lagi. Supaya gak ada lagi salah paham di antara kalian ya."
"Iya, Rin. Kamu yakin gak akan ikut? Biar kamu denger sendiri apa aja yang aku omongin sama dia."
"Gak, Nu. Aku mau pulang aja sama Yuan, Opi, dan Lilis." Arini tersenyum manis.
"Oke deh kalu gitu. Hati-hati di jalan ya, Rin. Dadah."
Arini pun menggendong tasnya dan berjalan bersama teman-temannya sambil melambai. Di kelas hanya tersisa Danu dan beberapa anak lainnya. Pradita sudah keluar kelas sesudah Pak Bambang.
Seketika jantung Danu berdetak cepat. Ia akan dihadapkan lagi dengan Pradita. Apa yang harus ia lakukan?
Danu mengeluarkan ponselnya dan melihat ada SMS baru dari Alisha. "Nu, cepetan ke perpus ya. Gua sama Dita udah di sini."
Ia berjalan cepat menuju ke perpustakaan. Tasnya seketika terasa berat seperti batu, membuat bahunya jadi terasa pegal. Rasa semangat dan percaya diri seketika sirna digantikan dengan rasa gugup.
Tidak biasanya Danu gugup begini. Pradita jadi tampak seperti orang lain baginya. Lantas, ke manakah persahabatan mereka selama sekian tahun lamanya?
Pak Idan menatapnya saat Danu memasuki perpustakaan. "Danu, perpustakaannya tutup jam empat ya," kata Pak Idan mengingatkan.
"Ya, Pak," jawab Danu.
Ia mengedarkan pandangannya. Perpustakaan itu tampak kosong. Hanya ada dua anak kelas sepuluh yang sedang duduk di depan meja Pak Idan sambil membuka kamus bahasa Inggris.
Danu kemudian menaruh tasnya di loker yang sudah disediakan dan kemudian berjalan menuju ke meja ujung. Pradita dan Alisha sedang melihat-lihat buku novel. Pasti itu adalah novel misteri favorit Pradita.
Perutnya jadi terasa mulas saat ia melangkah mendekati kedua sahabatnya itu. Alisha mendongak dan tersenyum padanya. Pradita ikut mendongak dan kemudian menautkan alisnya saat melihat Danu berdiri di hadapannya.
"Hai," sapa Danu sambil memaksakan senyumnya.
"Hai, Danu," balas Alisha. "Ayo duduk."
Danu memilih untuk duduk berseberangan dengan mereka sambil melipat kedua tangannya di dada. Ia menutupi ketegangannya dengan memasang wajah datar. Ia tidak ingin terlihat gugup di hadapan Pradita.
"Kalian kok kaku banget sih kayak kanebo kering aja? Ngobrol dong," ucap Alisha memecah kesunyian.
"Ini kan perpustakaan, Al," ujar Pradita. "Kita gak boleh berisik."
"Halah. Lagian gak ada siapa-siapa di sini," kata Alisha sambil menggerakkan tangannya sambil lalu.
"Ada apa, Al?" tanya Danu memulai percakapan.
Alisha menarik napas dalam-dalam dan kemudian menatap Danu dan Pradita secara bergantian. Danu menatap Pradita yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam.
"Gua tau kalo di antara kalian nih lagi ada masalah yang serius," kata Alisha. "Gak biasanya kalian musuhan sampe berhari-hari ini. Biar gua gak sekelas sama kalian, tapi Ayuna bilang ke gua kalo kalian sempet ribut di depan kelas."
"Ih gua gak ribut, Al," protes Pradita. "Dia tuh yang mulai duluan."
Tak terima dituduh oleh Pradita, Danu menegakkan tubuhnya dan berkata, "Gua udah berusaha untuk baekan sama lu, tapi lu malah nyolot banget ngomongnya."
"Nyolot apaan? Lu tuh yang gak tulus. Lu gak ngerasa kalo diri lu salah," balas Pradita ngegas.
"Nah kan. Lu tuh selalu nyalahin gua. Jujur ya, gua gak tau salah gua di mana. Sikap lu ampe kayak gitu amat sih, Coy?"
Pradita menggeram. "Udah lah, Al. Gua gak mau ngomong lagi sama dia. Capek tau! Dia aja gak paham salah dia apa."
Alisha mendesah. "Udah dong. Kalian berdua tuh bukannya baekan malah saling nyolot gitu. Gini aja deh. Sekarang gua pengen denger dari Danu. Nu, lu ngomong sekarang. Masalah lu apa?"
"Gua gak ada masalah apa-apa," ucap Danu angkuh.
"Eh, lu mah gak menyelesaikan permasalahan. Buruan ngomong. Hal apa yang bikin lu kesel atau uneg-uneg apa yang pengen lu sampein ke Dita?"
Danu menarik napas dalam-dalam dan mendesah. "Gua gak suka lu jadian sama si Bara."
Pradita seketika melotot dan hendak protes, tapi Alisha menahannya. "Terus?" tanya Alisha menyuruh Danu untuk terus berbicara.
"Gua kesel karena lu lebih milih maen sama dia daripada maen sama gua. Lu bikin gua malu di depan si Bara. Gua pikir lu bakalan ninggalin dia dan milih buat belain gua, tapi nyatanya lu juga malah ngusir gua waktu di Hopefully. Gua malu banget sampe gua jadi gak enak sama Arini.'
Pradita mendengus kesal. "Jadi, lu nyalahin gua karena gua jalan sama si Bara? Emang kenapa kalo gua temenan sama dia? Atau bahkan jadian sekalipun?"
"Ya, dia itu bukan cowok yang pantes buat lu."
Pradita menyipitkan matanya. "Lu enak bener ngomong kayak gitu?! Emangnya lu pantes sama si Arini?"
"Dit," tegur Alisha. "Sabar, Dit."
"Sabar apaan?!" teriak Pradita. Pak Idan menegur mereka dengan "Ssssshh" jarak jauh.
"Gua gak pernah protes lu maen sama si Arini juga. Silakan aja. Kenapa giliran gua jalan sama Bara, lu protes. Dengan sikap lu kayak gini malah bikin gua jadi kesel sama lu. Egois banget sih lu jadi orang?"
Danu melihat Pradita yang kesal bukan main. Hingga dadanya naik turun oleh amarah. Danu jadi merasa tidak enak. Selama ini Pradita selalu mendukungnya untuk mendekati Arini. Kini, giliran Pradita dekat dengan Bara, Danu malah mencegahnya dengan mengatai Bara yang bukan-bukan.
Padahal kalau disebut, sebenarnya Danu sendiri tidak begitu kenal dengan Bara. Ia tidak tahu sifat Bara yang sebenarnya. Ia hanya melihat dari luarnya saja kalau Bara itu adalah seorang anak tajir yang duitnya berlimpah-limpah. Biasanya anak yang kayak gitu itu sombong dan menyebalkan.