webnovel

BAB 8: Remuk Redam (21++)

"Ohhh... ternyata kamu memang masih perawan. It feels good uhhhhh... ternyata begini nikmatnya memasuki perawan. It's amazing, yesss.... " Sang pria meracau merasakan kenikmatan tiada duanya perlahan memaju mundurkan bokongnya lalu ritmenya dipercepat dengan bunyi clap clap clap karena penyatuan mereka. Calista yang awalnya sakit menahan perih, perlahan mulai merasakan kenikmatan dunia yang membuatnya melayang. Tanpa disadari, jari mulusnya meraba dada suami diatasnya yang masih betah memacu diatasnya.

"Bagaimana perempuan? Kamu menikmatinya?" Kedua tangan lelaki itu meremas dada Calista dan denyutan lahar panas di kejantanannya berlomba ingin keluar dan akhirnya dia pun berteriak tertahan sambil menyebut nama perempuan lain...Britney ahhhhhhhh. Samar Calista mendengar nama yang diteriakkan sang suami. Dia hanya bisa tersenyum tipis disertai napas yang luar biasa ngos-ngosan. Aku tidak berhak cemburu karena pria ini hanyalah suami diatas kertas perjanjian nikah. Pria yang ternyata bukan seorang lelaki tua dan cacat saja sudah membuat Calista lega. Jadi, dia tidak peduli kalau suaminya ini menjalin hubungan dengan perempuan lain.

Pria tersebut menjatuhkan dirinya tepat diatas dada Calista.

"Menyingkirlah, kamu berat sekali." Calista sesak tidak bisa berkata banyak.

Pria itu pun menjatuhkan dirinya disamping Calista. Calista segera memiringkan tubuhnya memunggungi lelaki yang sudah mengambil keperawanannya. Calista tidak ingin melihat wajah suaminya itu meskipun topeng sudah dilepas di tengah permainan mereka. Cahaya kamar yang semakin gelap tidak bisa membuat Calista melihat jelas bahkan orang yang didepannya tanpa jarak.

"Kamu sudah tahu kalau aku bukanlah pria tua dan cacat. Bagaimana? Kamu bahagia hah?" Pertanyaan macam apa itu, batin Calista. Bahagia kah dirinya karena sudah menyerahkan keperawanan kepada suami yang tidak dikenalnya? Bahagiakah dia ketika sang suami mencapai klimaksnya yang disebut bukan namanya, melainkan nama wanita lain? Bahagiakah dia harus menyerahkan hidupnya mulai hari ini menjadi tawanan seorang bilionaire? Entahlah, Calista enggan menjawabnya. Dia memilih untuk memejamkan mata karena sangat lelah.

Ternyata, tidak cukup sekali Calista dihujam. Sepanjang malam suaminya terus memaksa memasukkan kejantanannya. Calista hanya diberi waktu istirahat kurang dari setengah jam. Lalu, suaminya itu mencumbunya lagi dan lagi hingga Calista bukan hanya pasrah menerima. Tapi, juga selalu mencapai klimaks setiap lelaki itu menyentuh area sensitifnya. Hingga menjelang Subuh, barulah aktivias bercinta itu berhenti dengan keadaan keduanya tertidur pulas sampai matahari mulai beranjak tinggi.

Calista mengerjap-ngerjapkan matanya. Seluruh badannya serasa pegal luar biasa seperti dikeroyok orang sekampung. Bahkan untuk menengok saja, lehernya masih terasa sakit. Setelah beberapa menit, dia mulai bisa menggerakkan anggota tubuhnya perlahan. Calista ingin pergi ke kamar mandi tapi saat dia ingin melangkah, kemaluannya nyeri sekali. Matanya terpaut dengan noda merah diatas sprei. Calista menghela napas mengingat kejadian semalam. Lelaki itu bagai binatang buas yang tidak cukup sekali memakan dirinya. dan, disebelahnya sudah tidak ada lagi penampakan lelaki semalam. Mungkin dia sudah pergi pagi-pagi sekali.

Toktoktok....

"Masuk." Calista menjawab ketukan di pintu.

Seorang pelayan paruh baya masuk ke dalam kamar menunduk penuh hormat.

"Selamat pagi nyonya, perkenalkan nama saya Hera. Mulai sekarang saya yang akan melayani semua kebutuhan nyonya dirumah. Apakah nyonya ingin dibantu ke kamar mandi?" Hera, pelayan yang diperkirakan berusia hampir 50 tahun itu berdiri tanpa menatap Calista yang masih bergelung didalam selimut tebalnya. Calista tidak bisa turun dari kasur karena bagian bawahnya masih terasa pedih.

Hera segera menghampiri majikan barunya dan menuntun tangannya untuk segera mandi. Calista masih memegang selimut yang membelit tubuhnya sampai batas dada. Dari jarak dekat Hera bisa melihat kebuasan majikan lelakinya. Bercak kiss mark dimana-mana seperti tidak menyediakan kulit polos tanpa kemerahan. Calista berjalan tertatih-tatih walau pada akhirnya sampai juga didalam kamar mandi. Hera mengambil kursi kecil dan menaruhnya di bawah kran shower. Calista ingin mandi shower terlebih dahulu sebelum berendam didalam bath tub. Hera menyiapkan air hangat untuk berendam nyonya majikannya. Harum aromatherapy Vanilla dan bunga mawar merah bertebaran mengapung di atas air bath tub.

"Airnya sudah siap, nyonya." Hera memundurkan langkahnya, memberi ruang Calista yang masih menikmati guyuran air hangat dibawah shower untuk segera masuk ke dalam bath tub. Calista melihat dari cermin di atas wastafel pantulan tubuhnya yang dipenuhi bercak merah dimana-mana. seperti tidak ada ruang sedikitpun ditubuhnya yang lolos dari gigitan dan sesapan lelaki semalam. Calista menghela napas berat dan menundukkan wajahnya.

"Bu Hera, ibu sudah bekerja di rumah ini berapa lama?" Calista berjalan perlahan menuju bath tub. Kedua kakinya kompak tidak ingin diajak melangkah karena teman mereka tubuh bagian atas menginstruksikan masih ngilu sehingga pemilik tubuh pun berjalan tertatih-tatih meski dibantu Hera.

"Saya baru sampai kemarin dirumah ini. Tapi, sebelumnya saya sudah bekerja dengan orangtua tuan Darren di rumah mereka yang di luar kota." Jawab Hera sambil memapah sang nyonya muda yang masi kesakitan paska malam pertamanya. Akhirnya Calista berhasil masuk kedalam bath tub dan merendam tubuhnya. Kesegaran dan aromatherapy yang menenangkan membuat Calista sejenak lupa akan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

"Ibu, bantu aku membersihkan rambutku, bisa kah?" Tanya Calista.

"Tentu saja bisa, nyonya." Hera mengambil sebotol shampoo dengan keharuman mewah yang tidak menyesakkan hidung. Interior kamar mandi yang super mewah membuat Calista langsung menyukai ruangan ini lebih dari apapun di dalam rumah asing ini. Bahkan kalau bisa, dia tidak ingin berada di kamar tidur lagi. Harga dirinya sudah tidak ada sejak dirinya tergadaikan. Semua perlakuan dan perkataan dari suami yang membayarnya hanya bisa ditelannya mentah-mentah. Selama keluarganya hidup sejahtera, terutama bapaknya sudah mendapatkan perawatan terbaik, Calista tidak berani meminta lebih.

Dengan telaten dan penuh kelembutan, Hera melayani semua kebutuhan Calista. Sampai tubuh majikan barunya itu telah bersih dan berganti pakaian. Sebenarnya Calista bisa melakukan semuanya sendiri. Namun, khusus pagi ini tubuhnya remuk redam dan tidak bisa banyak bergerak. Mungkin inilah yang dialami semua pengantin baru. Tapi, Entahlah apakah para suami memperawani istrinya masing-masing sampai semalaman. Calista memilih dress kerah tinggi warna hijau dengan motif bunga-bunga panjang selutut dan lengan tujuh perdelapan. Siapapun pasti bakal berpendapat kalau Calista sangat cantik. Kecantikan yang tersembunyi dibalik kaos longgar, celana jeans, dan rambut dikuncir kuda yang biasa menjadi ciri khasnya kemana-mana sebelum menikah.

Namun hari ini adalah hari pertama Calista menjadi nyonya Anderson. Semua outfit yang dulu menjadi ciri khasnya ditinggalkan. Hera mengekori langkah Calista menuruni tangga menuju meja makan untuk sarapan yang kesiangan atau yang biasa disebut orang bayar BRUNCH (Breakfast Lunch). Meja makan yang tepat disebelah kanan tangga terlihat kosong. Namun, banyak makanan tersaji rapih diatasnya. Kemana suami buasnya itu?

次の章へ