Setelah Galang melepaskan ciumannya, Luna kembali terengah-engah dalam pelukan erat Galang.
Dia sendiri sedikit tertegun, saat dirinya menjadi lebih manja dengan pria itu, bahkan mencengkram kemeja putih yang dikenakan Galang dengan kuat.
Awalnya, tadi dia ingin berontak di pelukannya, namun entah kenapa dia menjadi luluh.
Dia bahkan berkata merindukan pamannya? Apa dia sudah gila? Bagaimana dia keceplosan begitu?! batin Luna.
Luna merasa sangat malu saat menyadari perbuatannya dan jantungnya berdebar lebih keras dari sebelumnya dan semakin membenamkan kepalanya di dada Galang.
Saat mendengar detak suara jantung pria itu yang stabil, dan merasakan pelukannya di pinggangnya mengendur, Luna tahu jika Galang sudah agak lebih tenang.
Dia menyadari jika Galang marah karena melihat dirinya dan Ezra di panggung tadi. Walaupun Ezra adalah temannya, gadis itu tahu jika pamannya sangat posesif berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan Rangga.
Pria itu tidak mau tahu apa hubungan Luna dengan pria lain dan merasa sangat cemburu dan akan sangat agresif bila mengetahui dirinya dekat dengan orang lain.
Namun, Luna juga bingung. Di satu sisi, gadis itu tidak suka jika pamannya terlalu mengekangnya, di sisi lain, Luna senang melihat Galang yang begitu cemburu padanya karena itu membuktikan bahwa pamannya memang peduli padanya.
Tapi, dia belum siap memiliki hubungan yang lebih dari sekedar paman dan keponakan.
Mungkin, di kehidupan yang sebelumnya, dia tidak bisa mendapatkan Galang, tapi saat pria itu menyukai saat ini, Luna menjadi bimbang.
Dia hanya ingin Galang tidak terlalu mengekangnya, walau sebenarnya juga senang dengan pria itu yang terlihat sangat peduli padanya. Luna juga ingin menjalani kehidupan sekolahnya seperti yang lain, tanpa dibatasi pergaulannya.
Juga dia khawatir dengan Ezra. Dia takut jika Galang tidak akan membiarkan pemuda itu. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Jika pamannya sudah bertindak, dia tidak bisa menghentikan kemauannya.
Galang bisa menjadi begitu kejam pada Rangga, bukan berarti dia tidak akan memperlakukan sama kejamnya kepada Ezra.
Di satu sisi, dia tidak ingin Galang berbuat hal-hal kejam karena dirinya. Apalagi saat mengetahui bagaimana tindakan pria itu terhadap Rangga tempo hari saat mereka kepergok jalan berdua oleh pria itu di mall.
Dia tahu bahwa Galang yang memang posesif, sangat mudah cemburu dengan pria lain yang berada di dekatnya saat pria itu mengancamnya pagi tadi agar dirinya tidak berdekatan dengan teman-temannya yang lain di sekolah.
Luna juga merasa menyesal dan bersalah karena telah membuat marah Galang. Namun, dia kesal saat kembali teringat dengan aksi diam-diam pria itu tadi yang membuatnya panik hingga ketakutan.
Gadis itu memukul-mukul dada Galang sambil berkata dengan kesal, "Paman, apa yang kau lakukan tadi? Bagaimana bisa kau menyergapku begitu? Kau membuatku sangat ketakutan, tahu! Kupikir aku sedang diculik!"
Galang mendengus dan berkata dengan posesif, "Apa yang kukatakan tadi pagi padamu tadi, hm? Bagaimana bisa kau dekat-dekat dengan pria lain seperti tadi dan tersenyum padanya?!"
Luna berhenti memukulnya dan terdiam saat mendengar perkataan Galang.
Dia mengendus dan memukulnya dadanya pelan, lalu berhenti dan berkata, "Memangnya aku begitu tadi?"
"Kau pikir aku tidak tahu? Aku melihat kalian saling berpandangan dan tersenyum di atas panggung tadi! Kau tidak bisa mengelaknya, Luna." ujar Galang marah.
Luna menghela napasnya. "Tidak ada apapun di antara aku dan Kak Ezra. Lagipula, kau bisa melihat ke seluruh sekolah dan normal-normal saja, kan, anak laki-laki berteman dengan akan perempuan?" ujarnya dengan kesal.
Galang memegang dagunya dan membekas, "Jadi, namanya Ezra? Siapa yang mengizinkanmu berteman dengan bocah itu dan dekat-dekat dengannya?!"
"Aku dan Kak Ezra benar-benar tidak ada hubungan khusus seperti yang kau pikirkan, Paman" ujar Luna, kemudian mengambil tangan Galang pada dagunya dan meletakkannya di dadanya.
"Aku hanya menyukai pamanku, tidak menyukai orang lain" kata gadis itu dengan tersenyum malu-malu.
Jantung Galang berdebar saat mendengar pengakuan Luna dan dia menyukai kata-katanya barusan.
Pria itu menjadi lebih tenang dan ikut tersenyum padanya.
Sedangkan, Luna agak menyesal mengatakan itu tadi dan berbisik padanya, "Paman … A-aku … "
Galang terkekeh kecil dan mengacak-acak rambut Luna pelan.
"Paman, kau tidak marah sekarang?" ujar Luna yang menyadari perubahan emosi Galang yang menjadi lebih ceria.
Galang mendengus dan berkata, "Apa yang ingin kau katakan padaku sekarang? Bicaralah." Seolah-olah pria itu tahu jika gadis itu akan kembali membujuknya seperti sebelumnya.
"Kau tidak akan berbuat sesuatu pada Kak Ezra, kan … ?" tanya Luna hati-hati. Gadis itu takut jika pamannya akan berbuat sesutua yang kejam pada Ezra karena pemuda itu terlihat dekat dengannya.
"Jadi, kau menggodaku hanya untuk membujukku agar tidak melakukan sesuatu pada bocah itu?" Mata Galang meliputi, kemudian melanjutkan, "Apa barusan kata-katamu itu semua bohong? Hanya untuk membuatku luluh agar kau bisa membujukku lagi?" Luna berkedip dan terkejut saat kembali mendengar suara kaku pamannya.
"Paman berpikiran seperti itu padaku? Kau mengatakan aku berbohong?!" ujar Luna dengan kesal.
"Kau berani berbohong padaku, Luna Aswangga?" Saat pria itu menyebutkan nama lengkapnya, Luna merasa jika dia benar-benar marah saat ini.
"Aku tidak berbohong padamu! Kau saja yang menganggapku begitu!" balas Luna kesal.
Gadis itu benar-benar muak dengannya. Saat dia sudah mengakui perasaannya, malah Galang tidak menganggap itu tulus dan menuduhnya berbohong.
Sedangkan, Galang menyipitkan matanya. "Apa kau berani berbicara seperti itu pada pamanmu, Luna?" ujarnya dengan marah.
Luna mencibirnya, "Apa Paman masih mengingat status kita? Lagipula, apa ada seorang paman yang menyukai keponakannya sendiri dan tidak suka jika keponakannya dekat-dekat dengan laki-laki lain?!"
"Katakan sekali lagi!" Galang bertambah marah saat gadis itu berani berkata seperti itu padanya dan memandangnya tanpa rasa takut.
Luna sudah muak terus dikekang dan dimarahi oleh Galang. Dia tidak mau terus-terusan menurut dan dibodohi oleh pria di depannya ini. Baginya, dia memiliki kehidupannya sendiri juga berhak untuk mengikuti keinginan sendiri dan tidak mau diatur-atur seperti ini.
Kemudian, gadis itu berkata, "Apa kau tidak pernah jatuh cinta sebelumnya? Tahukah kau bahwa Paman terlalu berlebihan? Aku tidak mungkin bisa menghindar dari seseorang dan tidak bergaul dengan yang lainnya. Manusia itu makhluk sosial, dia juga tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain! Kalau paman terus-terusan egois seperti ini, kurasa aku tidak perlu tinggal bersamamu lagi, paman! "
"Kau akan pergi dariku?" Suara terdengar panik saat Galang berbicara.
"Berani sekali kau!" ujarnya kemudian dengan penuh penekanan dan frustasi.
"Aku sudah tidak tahan dengan keegoisanmu. Kau sangat egois, Paman! Tidak peduli apa kau setuju atau tidak, aku akan tetap pergi!" ujar Luna dengan keras kepala.
Dia sudah tidak kuat dengan perilaku Galang yang semakin mengekangnya, bahkan dia tidak akan peduli jika Galang terus memaksa. Luna akan tetap pergi dari sisinya.
Galang tersentak saat melihat ekspresi tidak kenal takut Luna. Dia tiba-tiba panik saat membayangkan Luna yang menjauhi dirinya dan pergi dari sisinya untuk selamanya.
Pria itu kembali tenang, memeluknya erat dan berbisik pelan. "Aku salah."
Galang membenamkan wajahnya di leher jenjang Luna dan mengecupnya pelan. "Jangan marah, ya."
Luna yang melihat perubahan sikap Galang menjadi kesal.
Bagaimana dia bisa berubah begitu dengan cepat? Apa begini caranya meminta maaf? batinnya.