Luna hanya merasa bahwa dia tidak dapat bergerak atau bernapas.
Gadis itu merasa sudah jatuh dalam pesona Galang, dan dirinya tidak dapat menolak ciumannya dan membalas ciuman rakus itu.
Hingga, dia dapat mendengar suara resleting roknya dibuka.
Ini gawat! batinnya.
Luna yang tersadar, segera melepas ciuman mereka, dan mencegah tangan Galang yang akan membuka lebih banyak resletingnya.
"Jangan" ujarnya pada pria itu sambil menggelengkan kepalanya.
Gadis itu kembali dicium dan dapat didengar suara dua bibir yang saling mengecap, hingga mereka meneteskan air liurnya.
Dengan cepat, Galang dapat merasakan gairah dalam dirinya. Namun, dia masih mencoba yang terbaik untuk mengendalikan dirinya, lalu melepaskan ciuman mereka, menarik napas dalam-dalam, dan dahinya menyentuh dahi gadis itu dengan lembut.
Galang berkata padanya dengan suara serak, "Bukankah kau mengatakan jika kau juga suka padaku?"
"T-tapi … ini terlalu cepat" Luna menggigit bawah bibirnya, dan melanjutkan dengan pelan, "Aku belum siap."
Memang gadis itu tidak menolak saat Galang menciumnya, namun untuk melakukan hal yang lebih dari itu, dirinya belum siap.
Dalam kehidupan sebelumnya, dia tidak pernah sedekat ini dengan siapa pun selama dua puluh lima tahun hidupnya dan baginya mereka belum lama mengenal satu sama lain. Maka dari itu, Luna masih belum siap untuk memberikan tubuhnya, terlebih usia fisiknya hanyalah seorang gadis delapan belas tahun.
Galang membenamkan wajahnya di lehernya dan menarik napas dalam-dalam, "Hm, kalau begitu apa tidak masalah jika aku menyentuh yang lain?"
"Ahh … Paman!" desah Luna dan langsung mencengkram rambut Galang saat merasakan sensasi aneh saat pria itu menjilat dan mengemut daun telinganya.
"Ssst. Tidak apa-apa. Tidak apa-apa .." ujar Galang dengan suara seraknya dan langsung kembali menjilati daun telinga, dan turun untuk mengecup pelan lehernya.
Luna merasakan sensasi aneh di tubuhnya dan dia lemas, gadis itu menahan tangan Galang yang hendak memegang dadanya dan berkata, "Tidak!" dia melanjutkan, "Setidaknya tidak sekarang!"
"Baiklah, begitu …" ujar Galang dengan agak sedikit putus asa. Dirinya sudah menahan hasratnya sejak tadi, namun Luna menolaknya.
Pria itu kembali menciumnya dengan sama rakusnya seperti tadi, setelah beberapa saat melepaskan ciumannya dan Galang pergi ke kamar mandi, meninggalkan Luna dengan jantungnya yang berdetak dengan keras.
Luna bersandar di dinding saat merasakan tubuhnya lemas. Dirinya kembali memikirkan tonjolan di bagian bawah tubuh pamannya tadi. Bagian tengah celananya mengetat dan menampakkan tonjolan besar yang dirinya tahu itu apa.
Ya Tuhan! Apa itu tadi?! batinnya.
Luna yang merasa malu, menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia ingin menyingkirkan pikiran kotornya.
Kemudian, dia terkejut saat mendengarkan sebuah suara yang mendesah dari dalam kamar mandi.
"Aaahh!"
Matanya melotot saat mendengar suara desahan yang tidak malu-malu itu, dia segera keluar dari kamar pamannya dan membanting pintunya.
Kedua pipinya memerah sekarang dan dia sangat malu. Dirinya bersandar di pintu kamar Galang, mengelus pelan dadanya dan menenangkan dirinya.
Saat akan kembali ke kamarnya, Luna tiba-tiba memikirkan Galang yang tidak membawa jubah mandinya tadi, dia kembali masuk ke kamar itu.
Entah apa yang ada di dalam pikiran Luna saat itu, dirinya tidak mengetahui jika dirinya sangat salah dan akan menyesal masuk ke dalam kamar itu lagi.
Setelah sampai di depan pintu kamar mandi, Luna dan berbisik di depan pintunya, "Paman? Apa kau ingin aku mengambilkanmu jubah mandimu?"
Hening, tidak ada respon dari Galang dari dalam
"Paman?" panggil Luna lagi.
Kemudian, gadis itu berjalan ke arah balkon, namun tidak bisa menemukan sosok Galang di sana.
Perlahan-lahan dia berjalan ke pintu kamar mandi dan mengulurkan tangan dan mengetuk pintunya, "Paman, apa kau di dalam?" Dia kemudian membuka pelan pintu kamar mandinya, dan sebuah tangan tiba-tiba menyeretnya masuk!
"Ah!" Tubuhnya ditekan ke dinding yang dingin.
Di depannya sosok pria yang dia tahu telanjang bulat sedang menekan tubuhnya ke dinding kamar mandi. Luna dapat merasakan desah napas pria itu yang tidak beraturan.
"Paman ..."
Luna mendongak dan bertatapan dengan Galang yang menatapnya penuh gairah.
Pria itu tersenyum saat melihat Luna yang malu.
"Kau sungguh lancang, ya" ujarnya dengan suara serak.
Luna diam saja dan langsung menutupi mukanya dengan kedua tangannya.
"Lihat aku, Luna" kata Galang.
"Kau tidak pakai baju!" Luna merasa malu saat menyadari tubuh telanjang pria di depannya ini.
Gadisnya sangat lugu, batin Galang dan dia terkekeh kecil.
Saat ini, Galang ingin mengajari gadis itu tentang cinta. Kemudian, dia menarik pelan tangan Luna yang menutupi wajah gadis itu.
Lalu, dia meletakkan tangannya di dadanya. Namun, gadis itu buru-buru menarik tangannya.
Luna sangat malu saat ini saat satu tangan kembali ditarik dan diletakkan di dada pria itu, turun perlahan melewati perut six packnya, hingga … tangan itu berhenti.
Kemudian dia mendengar suara serak Galang yang menggodanya, "Hei, bantu aku."
"Aku mau keluar!" Luna berontak dalam kungkungannya dan dapat jantungnya yang berdetak dengan keras. Namun, jika menggunakan kekerasan pun, Luna tahu Galang tidak akan melepaskannya.
"Jika kau berontak, kau harus menerima konsekuensinya atau bantu aku dan aku akan melepaskanmu. Pilih salah satu." ancam Galang.
Walaupun dia melawan, Luna takut jika pria itu akan kembali curiga padanya yang memang memiliki kemampuan beladiri tingkat tinggi. Dia tidak mau mengulangi kesalahan di restoran kemarin yang malah membuat Galang mencurigainya.
Apa yang harus dia lakukan? batin Luna bimbang.
Hingga akhirnya, dia menyerah juga. Tapi, bagaimana bisa dia menghadapi Galang yang sedang penuh gairah ini?
Saat ini, berdekatan dengan Galang yang telanjnag membuat jantungnya berdetak dengan keras dan kedua pipinya sudah sangat memerah saat ini. Sedangkan, pria itu masih menatapnya seakan menunggu, namun wajahnya memperlihatkan ketidaksabaran.
Luna dengan ragu-ragu menyentuh bagian bawah Galang yang sudah keras dan tegak berdiri sedari tadi.
Dia mendongak dan bertanya pada pria itu dengan gugup, "A-apa yang harus kulakukan?"
Bukannya dia tidak tahu dengan hal-hal seperti ini. Luna tahu jika ada banyak laki-laki yang melakukan kegiatan "itu" sendiri untuk memuaskan diri mereka sendiri, namun dirinya tidak diajari untuk melayani seorang laki-laki secara seksual dari beberapa keterampilan yang diajarkan guru-gurunya.
Inilah mengapa dia bingung, harus memulai dari mana.
Galang mengeluh pelan saat merasakan tangan kecil yang menyentuhnya dan tersenyum senang saat melihat ekspresi tertekan gadisnya.
Napasnya mulai tidak beraturan, kemudian dia berkata dengan nada rendah ke Luna, "Aku akan mengajarimu."
Kemudian, dalam kamar mandi itu hanya terdengar suara desahan Galang.
________
Luna terus membasuh tangannya di bawah air yang mengalir di wastafel. Tapi tidak peduli berapa kali dia menggosok, rasa panas yang dia rasakan sebelumnya di tangannya sepertinya tetap dia rasakan.
"Aish!"
Saat memikirkan ekspresi Galang dan suara desahan leganya tadi, Luna menyipitkan matanya dan menatap ke arah cermin dengan pandangan kesal. Dirinya sudah dimanfaatkan Galang lagi! Bisa-bisanya Galang mengambil kesempatan dalam kesempitan seperti itu!
"Pria licik itu!" katanya.
Luna kemudian, segera keluar dari kamar mandi. begitu dirinya sampa di ranjang, dia segera berbaring dan tertidur.
Hari ini dia sangat lelah, dan berharap Galang tidak menganggunya lagi karena dia perlu tidur dengan nyenyak!