webnovel

Ark: Rumah Berhantu Bagian 6

Apa yang dikatakan Wafy sebenarnya tidak salah, namun KURANG begitu tepat. Renjun, Jisung, Jaemin, Aqwal, Eka, Egi dan Warno keluar lewat lorong bawah tanah sejarak lima ratus meter dari rumah. Dari tempat mereka saat ini, mereka dapat melihat rumah kayu yang sudah menjelma menjadi tumpukan puing puing kayu terlalap api.

Sangat beruntung, di saat terakhir seperti itu, Eka menemukan pintu dek yang ternyata sebuah tangga menunggu ruang bawah tanah. Dengan sangat terburu-buru semua orang langsung mencemplungkan diri masuk ke dalamnya hingga jatuh bertumpukan. Tapi intinya mereka semua berhasil, saat ledakan terjadi semuanya sudah berada di dalam lorong.

Di dalam ruang bawah tanah itu, terdapat beberapa ruangan lagi. Namun kondisi di atas yang sudah porak-poranda, tidak ada yang berhasrat untuk menelusuri atau memeriksa salah satu pintu. Mereka hanya berjalan lurus menyusuri lorong yang akhirnya membawa mereka keluar dari rumah hingga sampai ke tempat ini.

"siapa mereka?" desis Egi, dari tempatnya saat ini dia bisa melihat orang-orang yang telah menembaki mereka dan membunuh keempat teman pendakiannya. "Kenapa mereka memberondong kita semua?"

"Apakah kalian punya masalah dengan orang orang itu?" tanya Warno sinis kepada Jisung, Jaemin dan Renjun. "Karena kami tidak punya urusan dengan mereka, pasti kalianlah yang mereka cari."

"Masalah apaan, ketemu aja belom pernah?" sahut Jaemin yang juga melihat ke orang-orang di kejauhan sana. Kini keadaan terbalik, kalau sebelumnya orang-orang di sana itu bisa melihat mereka yang berada dalam area penerangan perapian, kini sebaliknya merekalah yang bisa melihat orang-orang di dekat kobaran api sana.

Jisung dan Renjun menatap lurus ke depan sana. Mereka seolah tidak memperdulikan ocehan Jaemin dan Warno.

"Tidak mungkin ADA asap kalau TIDAK ADA apinya!" sentak Egi. "Mereka tidak mungkin menyerang kita semua kalau tidak ada alasan yang jelas. Apalagi mereka menggunakan senjata-senjata berat seperti itu, tentunya modal yang mereka keluarkan sangat mahal. Bukan seharga senapan angin saja..."

"Mereka semua tidak mungkin mengincar kamil" tegas Aqwal. "Kami hanyalah pendaki, tidak memiliki musuh-musuh atau apa pun. Apalagi berurusan dengan orang-orang seperti mereka."

"Ya tapi gue emang nggak kenal ama mereka, sumpah dah." sahut Jaemin apa adanya. "Jangankan punya urusan, tau mereka siapa-siapa aja, nggak."

"Sebaiknya kita cari tempat yang aman untuk bermalam," usul Renjun. "Kita tidak mungkin di sini, cepat atau lambat mereka pasti mencari kita. Keributan ini hanya akan merugikan kita semua."

Warno menggeleng dan berkata berat, "kami sudah memutuskan. Kami tidak akan kemana-mana.

Kami harus membawa jenazah orang-orang yang kami sayangi di sana. Kalian tahu, kami melakukan pendakian secara berpasang-pasangan dan mereka yang tewas di sana itu adalah pasangan-pasangan kami."

"Entah apa yang akan aku katakan kepada orang tua kekasihku? Apalagi aku yang berani menjamin keselamatan anak mereka dalam pendakian ini," desah Egi. "Mereka pasti membunuhku saat tahu puteri tersayang mereka tewas di sini."

Eka dan Aqwal yang juga kehilangan pasangannya hanya bisa diam. Mereka pun pasti dihadapkan akan pertanggung jawaban atas tewasnya pasangan mereka yang disebabkan alasan yang tidak mereka ketahui. Pendek kata, apa yang mereka rasakan saat ini sama seperti yang Warno dan Egi rasakan. Sakit, pedih, takut, marah dan berbagai rasa seolah saling tindih menindih.

"Kalau menurutku, tetap saja kita harus mencari tempat untuk bermalam. Urusan jenazah teman-teman kalian bisa kalian urus besok. Karena para pembunuh itu tidak ada alasan untuk membawa atau menguburkannya. Percaya kepadaku, mereka pun pasti membiarkannya sampai keesokan pagi," kata Renjun dingin.

Belum lagi salah satu dari para pendaki itu menjawab, Jisung sudah mendahului. "Aku rasa tidak demikian hyung. Coba lihat.!"

Begitu semua mata mengikuti instruksi Jisung hal yang tidak mereka sangkakan terjadi. Dari tempat mereka ini, dapat dilihat dengan jelas sekali. Keempat tubuh pasangan para pendaki ini, dua cewek dan dua cowok itu dilemparkan orang-orang Gilang ke dalam kobaran api. Mungkin hal itu mereka maksudkan untuk menghilangkan jejak atau lainnya.

Darah keempat pendaki ini langsung berdesir naik ke ubun-ubun kepala. Betapa tidak mendapati kematian kekasih saja kita sudah sedih bukan kepalang. Apalagi melihat dengan mata kepala sendiri kekasihnya dibakar di depan mata. Waeno, Egi dan Aqwal langsung menggerutukan gigi di rahangnya. "Aku bersumpah akan membunuh mereka semua!!" desis Warno si ketua tim.

Hanya Eka yang menangis tersedu,

kewanitaannya terhempas. Dia tidak sanggup melihat jenazah kekasihnya dibakar.

Bersamaan dengan itu, dari arah barat ada suara helikopter dengan lampu tembak yang luar biasa terangnya. Heli itu terbang rendah, seperti menelusuri hutan-hutan di bawahnya. Melihat cahaya terang dari rumah yang terbakar. heli itu menuju ke sana. Tapi tidak langsung turun mendarat, begitu sampai kendaran terbang itu hanya berputar-putar mengeliling area. Sementara orang-orang yang berada di pelataran terlihat terganggu dengan lampu dan angin dari si heli. Entah kesal atau memang punya maksud lain, Gilang mengambil peluncur roket dari anak buahnya dan langsung menembakannya.

Wu Ssshhh.!!

"Awaaaas... roket...!!"

Orang-orang yang berada didalam heli kaget bukan kepalang. Sadar situasi yang akan terjadi, serta merta beberapa orang yang ada di dalam heli berloncatan turun. Mungkin asumsi mereka, meloncat lebih baik dari pada diam di heli. Paling tidak, kemungkinan untuk hidup masih ada. Apalagi daratan yang ada di bawah sana terlihat jelas, paling-paling hanya beberapa belas meter saja.

Dhuha Arrrhh.!

Helikopter yang tengah tergantung di udara itu meledak di tempat. Tanpa ampun kendaraan langsung jatuh ambruk ke pepohonan yang tersebar mengililing area. Begitu jatuh, untuk kedua kalinya heli itu meledak lagi. Muncratan api dan serpihannya menjadi tontonan yang menarik di tempat seperti ini yang biasa sunyi senyap.

Bhu bhu bhu.

Sama sekali tidak ada kesempatan yang diberikan kepada para penumpang heli itu. Begitu mereka mendarat dan melihat heli yang mereka tumpangi jatuh meledak. Gilang dan anak buahnya langsung memberondong mereka semua tanpa banyak bicara.

"Bunuh mereka semua.! Jangan sampai ada yang hidup." teriakan lelaki berhelm besar itu mencoba menyaingi suara rentetan peluru.

Kacamata hitam yang melekat di atas helm atnya seolah-olah dia memiliki empat mata. "Siapa pun yang mencoba merampas Anak Dream dari ki matii."

Tiga gadis kelabang Sengit hanya menggelengkan kepalanya melihat kebrutalan orang yang mereka kenal sebagai Gilang ini. Dialah pembunuh bayaran yang sampai saat ini memiliki koleksi persenjataan berat. Apalagi dengan kebrutalannya membuat siapa pun yang menyewa kelompoknya akan puas.

Kini dengan berpenampilan pakaian tempur yang lengkap dengan helm besarnya, siapa pun pasti tahu kalau orang ini siap tempur. Di Bahunya

terpampang sebuah baret bendera merah putih sebagai tanda nasionalisme orang ini terhadap tanah airnya Namun melihat kebrutalannya, sama sekali jauh dan sifat bangsa yang menjunjung tanah air Indonesia.

Dalam sekali gebrak saja, tamu ber helikopter itu sudah binasa semua. Gilang pun tertawa terbahak bahak. "Anak Dream harus kita dapatkan, apa pun dan bagaimana pun caranya. Siapa pun yang datang dan berusaha mendapatkan kepala atau menyelamatkan mereka, berarti MUSUH kita."

"Apakah itu termasuk kami, Gilang?" tanya Ajeng santai.

Gilang melirik si penanyanya, "kalau kalian HANYA mau balas dendam saja, aku persilan. Tapi kalau berminat dalam pemburuan berhadiahnya, nanti dulu."

"Kalau kami ada niat seperti itu, apakah kita harus ada pertumpahan darah di sini saat ini?" tanya Ega sambil mengerling. "Karena kalau hal itu harus terjadi, aku ragu pihak kalian yang berdiri di akhirnya."

Gilang menyeringai, "kalian meremehkanku."

Ajeng yang berdiri paling dekat dengan Gilang menepuk bahu si helm besar ini. "Jangan diambil hati. "Tujuan kita sama, buat apa ribut-ribut?"

Gilang melirik si penepuknya, tidak ada reaksi apa-apa. Sementara anak buahnya yang berpakaian sama dengan dirinya, pakaian siap tempur hanya melihat kepadanya. Seolah-olah anak buahnya itu menunggu respon dari sang bos, apakah ada instruksi gencatan senjata atau tidak.

*****

Sementara itu di lain tempat, Lee Soman tercengang mendapatkan laporan dari salah satu staf yang beberapa waktu tadi berangkat meninggalkan perusahaan untuk menemani tim sar. "Maksudmu heli kita di tembak roket?"

"Kemungkinannya seperti itu. Karena kami masih sempat berkomunikasi sebelum terputus. Mereka mengabarkan kalau heli mereka telah mencapai sisi danau, lalu mereka menemukan rumah besar yang terbakar, kemudian ada yang menembak mereka dengan roket" suara dari si pelapor terdengar jelas di telinga Lee Soman lewat alat komunikasi internal mereka.

"Setelah itu komunikasi kami terputus."

"Segera cari tempat mendarat, lalu cari tahu siapa yang menggunakan roket itu?" perintah Lee Soman.

"kalau apa yang di katakan Jeno dan Chenle benar, kemungkinan Renjun, Jisung dan Jaemin dalam keadaan bahaya. Sepertinya penculikan Jisung bukan di lakukan orang sembarangan yang hanya menginginkan uang. Cari tahu dengan benar, apa pun keadaannya selalu laporkan kepadaku. Apa pun itu."

Tidak menunggu jawaban atau sahutan dari sang pelapor, Lee Soman langsung memutuskan hubungan. Dia mengembungkan kedua rahangnya dan mendesis penuh amarah. "Satu helikopter hancur, sungguh malam yang tragis. Sungguh sebuah kerugian yang besar dua malam ini! Tapi tetap keselamatan anak anak Dream yang paling penting."

*****

"Hyung, apa tidak ada kabar sama sekali" tanya Chenle kepada para hyungnya yang sedang berkumpul di asrama Dream. "aku kawatir."

Karna penculikan Jisung, SM Entertaiment dalam keadaan siaga tingkat tinggi. Karna laporan yang di berikan oleh Jeno dan Chenle kemarin. Jeno dan Chenle yang berhasil melarikan diri dari kejaran orang-orang yang menculik Jisung, berhasil ke desa terdekat, sehingga mereka bisa di batu para penduduk setempat. Dan di sinilah mereka sekarang bersama Member NCT 127.

Karna menurut laporan Jeno, target penculik Jisung bukan hanya Jisung tapi seluruh member unit NCT. Karna itu pihak SM entertainment meliburkan Unit NCT dari semua kegiatan.

"Apa kalian yakin, kalau Renjun, Jaemin dan Jisung lari ke dalam hutan timur?" Tanya Doyoung kepada Jeno dan Chenle.

"Kami yakin hyung."

Doyoung dan Taeil saling berpandangan mendengar jawaban dari Jeno. "Aku jadi semakin khawatir dengan mereka, kalau memang benar mereka lari kearah hutan timur."

"Iya benar, di hutan timur korea selatankan banyak binatang buas!" Jungwo ikut bersuara "dan bukan hanya itu..."

Semua menatap penasaran apa yang akan di katakan Jungwo.

"Misteri Rumah Berhantu dan Pasukan Belanda" ucap Doyoung. "kalian pasti pernah mendengar cerita itu kan? Di hutan sebelah Timur korea Selatan, banyak mahluk buas dan ganas karna belum terjamah manusia sedikitpun. Dan bukan hanya hewan. Di sana juga konon masih ada suku premitip yang memakan daging manusia, kanibalisme."

"Apa cerita itu benar?" tanya Mark yang dari tadi diam. "bukankah itu cuma cerita."

"Tida itu memang benar. Dan bukan hanya itu di sana juga ada kuburan Blanda..." Jawab Doyoung.

"Apa bahayanya kuburan blanda?" tanya Chenle.

"Biar kuceritakan sampai selesai." ucap Duyoung, semua orang mendadak tenang. Mereka semua penasarn. "Hutan itu tidak terjamah buakan karna tidak ada yang mendatangi atau menjelajahinya. Tapi karna siapapun yang masuk kesana mereka tidak akan kembali, mereka hilang... hilang tanpa ada satupun yang tersisa. Di sana ada sebuah Danau besar di bawah kaki gunung Timur korea selatan. Aku lupa nama Gunungnya apa kalian bisa tanya di google kalo pen tahu."

"Di tengah danau itu ada sebuah rumah tua." Doyoung melanjutkan ceritanya. "Rumah itu konon dulunya di buat untuk menyekap tawanan tentara blanda yang kabur dari indonesia. Dan katanya di sana banyak tawanan mati... dan katanya juga mereka menjadi penunggu rumah itu. dan ntah di bagian mana pulau itu banyak sekali kuburan tentara Blanda. Aku juga tidak tahu cerita itu benar atau bohong... tapi kalau Renjun, Jisung dan Jaemin benar berada di sana, mereka...."

"mereka kenapa?" tanya Chenle, memotong cerita Doyoung.

Semua mata tertuju pada Doyoung mereka benar-benar penasaran. Karna sejauh ini apa yang di ceritakan Doyoung membuat bulu kudung mereka merinding.

"Mereka dalm bahaya besr." Doyoung melanjutkan ceritanya "karna siapapun orang yang datang dan masuk ke pulau itu, mereka akan di buru para hantu tentara Blanda itu, kemudian di tangkap dan di sekap di rumah tua di tengah pulau sampai meninggal..."

******

Begitu meninggalkan area sasaran roket Anak Dream dan ke empan muda midi pendaki memutuskan berpisah, karna menurut Renjun terlalu berbahaya, karna yang di icar para penembak tadi adalah mereka jadi Renjun tidak ingin Aqwal, Egi, Eka dan Warno dalam bahaya karnanya. Renjun Jisung dan Jaemin berjalan menelusuri hutan dalam gelap. Langkah mereka hanya sesekali terhenti manakala terdengar suara tembakan dan ledakan.

Letusan riuh senjata-senjata itu seperti perayaan malam tahun baru saat ini. Terdengar setiap saat dari sudut mana saja

"Kita fokus saja, kalau setiap ada suara kita datangi, ada suara lagi kita datangi lagi ujung ujungnya kita bukan mendekatkan diri ke tempat yang aman, malah menjauh," ujar Renjun yang berjalan di paling depan.

"Dalam situasi seperti ini, aku rasa bukan mereka saja, tapi semua pemburu pun akan kesulitan memburu kita di tempat seperti ini. Apalagi dalam situasi malam dan gelap gulita begini." ucap Jisung.

"Apa maksudmu semua pemburu?" tanya Renjun, dia merasa kebingungan pada ucapan Jisung.

"Begini Hyung, saat aku di culik aku mendengar pembicaraan salah satu penculiku yang sedang menelpon. Dia bilang kalau ada orang yang memposting pengumuman di situs dunia bawah, siapa saja yang mendapatkan kepala kita, maksudku member NCT. Mereka akan mendapatkan hadiah hyung. Dan kemungkinan suara tembakan di blakang kita adalah pemburu hadiah yang saling bentrok memperebutkan kita."

"Kenpa kamu baru bilang. Sekarang aku mengeri, kenapa kita terus di incar mereka. Jadi itu sebabbya, kalau begitu... Aku setuju. Karena aku rasa setiap bentrokan yang terjadi pun, belum tentu itu bentrokan dengan orang-orang yang memburu kita. Bisa saja itu bentrokan dengan polisi yang mencari kita, aku yakin dengan hilangnya kita pihak agensi tidak akan diam," imbuh Renjun. "Jadi lebih baik kita mencari jalan sendiri dan hindari bentrokan dengan pemburu lainnya. Sekarang baiknya kita tetap fokus saja dulu tanpa memperdulikan orang-orang yang bentrok di belakang sana. Apalagi ada banyak cerita menakutkan tentang gunung ini yang sudah menjadi buah bibir banyak orang dimana mana."

"Keangkeran apa?" tanya Jisung.

"Salah satunya adalah Legenda Blanda." jawab Renjun pendek

"Legenda itu, ya?" Cibir Jisung. "Aku rasa tidak ada bukti nyata mengenai hal itu hyung. Kurasa itu hanya omong kosong saja."

"Jangan dianggap remeh, Jisung." Renjun memperingatkan. "Terang saja tidak ada yang melihat mereka, karena siapa saja yang bertemu dengan mereka pasti mati. Lalu siapa yang bisa menceritakan perihal keberadaan mereka?"

"Kalian membicarakan Suku Pedalaman dan Legenda Blanda, ya?" tanya Jaemin yang sedari tadi dian Dia yang berjalan paling belakang hanya mendengarakan pembicaraan kedua rekannya sepanjang perjalan ini. Mungkin Jaemin lelah jadi dia sedikit tenag.

"Eh, Jaemin hyung tahu hal itu juga?" tanya Jisung berjalan di tengah, dia sedikit berpaling. "Aku pikir Hyung tidak tahu."

Jaemin tersenyum kecut mendengar pertanyaan rekannya. "Kamu pikir di Gunung ini apa yang ditakutkan, Jisung?"

"Organisasi Merdeka dan Penguasa daerah?."

Jaemin kelihatan kebingungan sepertinya dia tidak bisa menjelaskan, jadi dia melirik Renjun. "Aku pernah mendengarnya, dari Renjun dan Doyoung. Tapi ceritanya nggak tahu." jawaban Jaemin membuat Renjun dan Jisung menghela napas.

"PM dan Penguasa daerah , itu hanya persoalan kekuasaan saja. Mereka masih bisa diajak bernegosiasi. Tapi beda urusannya dengan Suku Pedalaman dan Legenda Belanda, siapa yang bisa bernegosiasi dengan mereka?" ujar Renjun. "Suku Pedalaman memiliki senjata beracun tanpa penawar. Siapa yang terkena sudah pasti mati. Mereka juga terkenal suka mengorbankan orang orang yang tertangkap saat masuk ke wilayah mereka. Bahkan cerita ekstrim yang beredar lebih parah, mereka suka makan sesama manusia, kanibal."

"Kanibal." dess Jaemin dan Jisung berbarengan mereka saling pandang mencoba mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

"lya, tanpa dimasak atau apa Mereka memakannya mentah-mentah."

"Masa sih suku pedalaman yang Kanibal seperti itu ada di sini?" seolah tidak percaya Jaemin bertanya menegaskan. "Bukannya suku seperti itu hanya ada di luar negeri, Amerika Latin atau yang lainnya?"

"Suku seperti itu ada di pedalaman Hutan Timur ini," sahut Renjun. "Bukannya. Di korea selatan bagian timur terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Nah, salah satunya ya suku tersebut."

"Jangan bergurau Hyung," hardik Jisung. "Aku belum pernah mendengar ada suku yang suka memakan daging manusia seperti itu di Korea selatan terutama di sini.

Renjun hanya tersenyum simpul "intinya kalau bertemu Suku Pedalaman, artinya kita dalam bahaya besar. Senjata beracun dan kanibalisme, dua hal yang sangat menakutkan bagi siapa pun. Kalau kita kena senjata mereka sudah pasti mati. Kalau kita mati dan dikubur, masih lebih baik daripada disantap mentah mentah."

Meski terus melangkah, namun Jaemin dan Jisung agak merinding juga mendengar kata-kata Renjun tentang Suku Pedalaman apa lagi beberapa jam yang lalu Jisung di tangkap dan kemudian Jisung dan Jaemin di buru oleh mereka. Dari sana sudah pasti tidak ada sela lagi untuk menyelamatkan diri kalau bertemu dengan Suku Pedalaman sekali lagi. Senjata beracun, pengorbanan dan kanibal. sungguh hal yang sangat menakutkan tentunya.

Mereka Sangat berharap untuk TIDAK bertemu Suku Pedalaman di sini.

"Kalau Legenda Blanda, ini masih simpang siur antara benar atau tidaknya keberadaan mereka di gunung ini. Sebab tidak ada yang bisa membuktikan kebenarannya, semua cerita yang beredar seperti hanya legenda atau dongeng belaka," sambung Renjun. "Kebanyakan cerita yang berkembang mengisahkan kalau mereka itu sebangsa zombie atau hantu gentayangan dan sebagainya. Entah mana yang benar. Karna tidak ada yang pernah melihatnya, bukan berarti tidak benarkan. Karena bisa saja semua yang pernah melihat mereka itu tidak selamat mati di tempat. Itulah yang membuat saksi mata untuk Legenda Blanda menjadi tidak jelas."

"Lalu bagaimana cerita Legenda Blanda itu bisa tersebar luas, ya?" desis Jaemin. "Kalau semua yang yang pernah bertemu dengan mereka itu tewas, lalu siapa yang menyebarkannya?"

Renjun yang berjalan paling depan berhenti melangkah. Jisung ingin mempertanyakan namun urung begitu dia melihat jalan terputus dan lubang hitam menganga. Ada jurang di depan mereka, otomatis mereka harus mencari jalan lain. Akan tetapi Renjun berucap hal yang membuat kedua rekannya ini untuk sesaat mengabaikan situasi perjalanannya.

"Menurutku Legenda Blanda itu benar-benar ada. Mereka bukan omong kosong semata."

Jisung dan Jaemin saling pandang dalam gelap.

"Apa maksudmu?"

"Kampung Tengkorak adalah salah satu bukti adanya Legenda Blanda di negeri ini. Disana terdapat tengkorak tentara Blanda yang tetap menjadi misteri keberadaannya," jawab Renjun. "Kalau kalian ke kampung Tengkorak, kita akan langsung melihat tumpukan tengkorak tulang belulang manusia yang sudah terpisah satu sama lain."

"Kampung Tengkorak itu dimana, hyung?" tanya Jisung. "Masih area sini juga atau jauh?"

Renjun menggeleng dalam gelap, "aku sih tidak terlalu tahu pasti letaknya di bagian mana Kampung Tengkorak tersebut. Yang aku tahu kalau Danau Setani di Korea bagian Timur ini memiliki banyak pulau-pulau dan salah satu pulaunya ada yang bernama Kampung Tengkorak. Untuk mencapai pulau tersebut, kalau temanku tidak salah bercerita, dia membutuhkan waktu 30 menit naik perahu dari Pantai, pusat diadakannya Festival Danau Setani tahun lalu."

"Tapi walau pun di sana ada tumpukan tulang belulang tengkorak, belum tentu itu milik orang Blanda, Hyung?" sanggah Jisung, "Namanya sudah menjadi tulang belulang, siapa yang bisa mengenali tengkorak itu milik siapa-siapanya?"

Renjun mengangkat kedua bahunya, "tapi berita mengenai hal ini sudah tersebar kemana-mana. Bahkan Kepala Desa Tengkorak mengatakan, kalau tengkorak tengkorak itu adalah tengkorak para tentara Blanda yang dibunuh pihak Sekutu saat perang dunia ke II. Kala itu, pasukannya terpojok dan kalah jumlah, sekitar ratusan pasukan Belanda tewas disana. Awalnya mereka bersembunyi di sana dan berbaur dengan masyarakat karena dikejar-kejar Sekutu Amerika."

"Itu bisa saja sebuah lelucon si Kepala Desa untuk menarik pengunjung atau wisatawan lokal dan manca negara ke wilayah mereka. Mereka tinggal mengumpulkan tengkorak-tengkorak lalu menumpuknya dalam empat dan meng-klaim kalau itu tengkorak tentara Blanda yang gugur saat perang dunia ke II yang kabur dari Indonesia," dua komentar Jisung, "Sekedar membuat isu untuk menarik perhatian."

Renjun hanya tersenyum simpul mendengar pendapat Jisung. "Justru awalnya, para penduduk di sana tidak tahu soal asal mula tengkorak-tengkorak itu. Keberadaannya juga baru diketahui setelah tergerus nasang. Warga sempat terganggu karena tengkorak- tengkorak itu mengganggu saluran air bersih. Hingga khirnya pada tahun 2009, datanglah para peneliti forensik dari Blanda. Mereka membawa sampel tengkorak dan memeriksa DNA untuk mengetahui identitasnya. Beberapa waktu kemudian mereka datang lagi dan ahli forensiknya memastikan kalau tengkorak tengkorak itu adalah benar orang Blanda."

"Benarkah itu?" desis Jisung.

"Kalau memang benar itu tengkorak Blanda kenapa tidak mereka bawa pulang saja? Daripada dibiarkan menjadi tontonan orang banyak?" tanya Jaemin.

"Kalau mendengar cerita dari temanku, sekitar 77 jenazah sudah dibawa pulang ke Blanda. 20 Tengkorak lainnya ada yang dikremasi pada bulan Februari lalu. Upacara kremasi dipimpin langsung oleh Dubes Blanda di Korea Selatan saat itu."

"Ratusan tentara Beland, tapi hanya 77 yang di bawa pulang dan 20 yang disembahyangi. Di total saja. Jumblahnya baru 97. Lalu sisa lainnya dikemanakan" Dengus Jisung. "Blanda tidak manusiawi. paling tidak mereka adalah pahlawan-pahlawan mereka yang gugur di medan laga, Harusnya diberi penghormatan dimakamkan di makam pahlawan negeri mereka sana atau bagaimana."

"itulah yang membuat Legenda JlBelanda menjadi nyata kebenaranya, kalau aku tidak salah dengar yang ada di kampung Tengkorak pun jumlahnya hanya tersisa sedikit saja. Hanya untuk menarik wisatawan saja untuk berkunjung ke pulau tersebut. Sementara sisa ratusan lainnya ada di gunung ini, mereka mendiami hutan dan berkeliaran saat malam," jelas Renjun.

"Maksudmu mereka itu hantu?"

"Mana aku tahu, yang jelas Belanda mengklaim kalau data mereka menunjukan ada ratusan tentara mereka yang terdesak di siini saat perang dunia ke-II, namun baru puluhan saja yang tengkoraknya diketemukan, sisa lainnya belum ada kepastian," jawab Renjun. "Dan kemungkinan tentara Belanda yang tidak ada kabar beritanya itu kini menjadi Legenda Belanda."

Jisung dan Jaemin saling pandang dalam gelap.

"Dan sekarang ratusan tentara itu mendiami hutan area ini hingga menjadi momok menakutkan, Legenda Blanda." desis Jaemin. "Hebat sekali orang-orang Belanda itu, bisa menjadi legenda di korea selatan ini."

Srwkk swerk

"Sembunyi." ucapan Renjun langsung membuat rekan-rekannya bergerak, mengikutinya sembunyi di semak semak.

"Wafy." pekik Ega dan Ajeng berbarengan

Di hadapan tubuh Wafy itu, berdiri sesosok tubuh besar. Ditangannya tergenggam pisau besar yang menusuk tepat dada Wafy bagian kiri, arah jantung. Begitu pisau besar itu dicabut, tubuh personil Kelabang Sengit itu langsung lunglai ambruk.

Des des des.

"Hikayat.!"

Kalap bukan kepalang Ega langsung menyerang sosok besar itu. Dia mendaratkan tiga tendangan bertubi-tubi ke dada dan bagian kepala lawan Serangannya memang mendarat telak, namun seperti tidak terlalu berpengaruh apa-apa. Malah tangan lawan yang menggenggam pisau besar kini disabetkan ke tubuhnya.

Sssttt.!

Dalam situasi melayang di udara dan dengan keadaan kaki menendang, tapi Ega tahu kalau ada bahaya mengancam dirinya. Serangan pisau besar yang telah merobek jantung hati Wafy itu kini melesat ke arahnya. Tapi di sini Ega memperlihatkan kemampuan tempurnya saat dalam keadaan seperti itu tangannya masih sempat mengambil pisau kecil di paha kirinya dan menangkis serangan.

Traaang..!!

Dan sebelum sosok lelaki besar itu mengirimkan Serangan susulan, Ega sudah berkelit dan membanting dirinya ke sisi kiri, menghindari kalau-kalau orang menyabetkan pisaunya lagi. Tapi meski begitu, yang satunya lagi mengambil handgun di paha satunya lagi. Sambil melayang di udara, pistol ini ditembakan ke arah lawan.

Door.

Entah memang sudah memperkirakan hal itu atau memang sang lawan termasuk kategori lihai tembakan Ega meleset. Peluru itu hanya beberapa senti saja melesat melewati kulit wajah si sosok besar.

Buhhh.

Malahan pinggul Ega yang sedang melayang di udara ini yang kena pukul keras. Tanpa ampun gadis personil Tiga kelabang Sengit ini mencelat jatuh ke belakang. Pisau di tangan terlepas entah kemana. Dan tidak hanya sampai di sana saja, sosok besar ini cepat mengejar dan menginjak pergelangan tangan Ega yang menggenggam pistol.

"Aaah.!" Ega melolong panjang kesakitan

Desss.

Kaki besar orang yang menginjak ini menendang wajah Ega dengan sangat kerasnya,

Entah tendangannya yang kelewat keras atau memang sepatunya yang berlapis besi, sudut bibir Ega pecah dan mengucurkan darah.

Syuut.

Satu lemparan pisau menyeluruh cepat. Pelemparnya adalah Ajeng. Setelah sadar kalau nyawa Wafy tidak tertolong lagi, dia meletakan jenazah itu baik baik dan bertekad membalaskan kematian sahabatnya itu. Ketika melihat Ega dalam keadaan terlentang dan tangannya diinjak, Ajeng langsung mencabut pisaunya dan melemparkanya.

Training..!!

Sungguh hebat orang ini, dia mengibaskan lesatan pisau itu dengan pisau besar di tangannya. Alhasil pisau milik Ajeng terpental entah kemana.

Dor.!

Kalau lemparan pisau bisa ditangkis si sosok tapi kali ini tidak. Tembakan pistol Ajeng dengan telak mendarat di bahu si sosok besar. Karena kalau sampai dia bisa menangkis peluru yang melesat, berarti kehebatan orang ini bukan sembarang hebat lagi. Pisau mungkin bisa ditangkis, tapi kalau peluru tidak.

"Aaaahhhh.!"

Sosok besar ini menjerit tertahan dan tersurut

Jleb...

"Ahhh.!"

Untuk kedua kalinya sosok ini menjerit kesakitan.

Sesuatu menusuknya dari arah belakang, membuatnya harus menerima sakit dalam waktu relatif bersamaan.

Lalu dengan penuh amarah murka sosok ini membalikan badannya, begitu melihat orang yang menusuknya dari belakang itu, segera saja dia mencengkeram lehernya dan melemparkannya:

Bruukkhh.

Orang yang dilemparkan sosok ini jatuh di tempat sebelumnya Ega terjatuh. Kedua gadis Kelabang Sengit cukup terkejut melihat penampilan orang yang dilemparkan si sosok besar itu. bagaimana tidak, wajahnya pucat pasi dan mengenakan pakaian seragam tentara Belanda tempo dulu. Bukan itu saja, senjatanya yang berupa bedil dengan ujungnya diberi pisau pun segera memberi kesan kalau senjata itu adalah senjata jadul. Masa sekarang ini, mana ada orang yang menggunakan senapan dengan ujungnya diberi pisau belati?

"Aikal Kampret." desis Ega yang mengenali siapa adanya orang besar itu. "Ada di sini juga rupanya."

"Wafy tewas...!" bisik Ajeng.

Ega melirik ke tempat mana Ajeng meletakan jenazah sahabatnya itu. Ini sudah yang ketiga kalinya Kelabang Sengit kehilangan personilnya. Dua menjadi fans NCT dan sekarang satu tewas di tangan Aikal kampret.

"Aaaahhh.."

Suara sosok besar yang dipanggil Aikal kampret itu mengamuk, ternyata tentara Belanda yang menyerangnya dari belakang tadi tidak sendiri. Seperti air bah, dari kegelapan bermunculan rombongan tentara ini dan mengeroyoknya. Sementara satu tentara Blanda yang tadi dilemparkannya kini telah bangkit, dia tidak menyerang si pelemparnya, melainkan Ega dan Wafy.

Mungkin dia pikir daripada menyerang ke sesama, lebih baik ke lain jenis

Door.

Ajeng berpikir cukup dengan sekali tembakan saja tentara ini akan lumpuh, ternyata tidak. Tembakan Ajeng itu hanya menahan sesaat gerakannya, detik selanjutnya dia sudah meneruskan serangannya. Meski merasa aneh, Ajeng pun menapaki seragam tentara itu dengan tendangan cepat.

Des des des...!

dengan bertubi-tubi tendangan Ajeng mendarat telak di kepala dan dada si tentara. Namun seolah tidak berarti baginya. Meski sedikit terjatuh dan oleng tentara ini cepat bangkit dan menyerangnya lagi. Ega yang masih memegang pistol menembak sosok ini berkali-kali, namun yang terjadi ama seperti sebelumnya. Gerakan tentara ini hanya tertunda sesaat saja.

"Mereka zombie." desis Ajeng.

"Legenda Belanda itu memang benar adanya!" imbuh Ega.

"Aaahhhh.!"

Jeritan Aikal kampret membahana. Dia mengamuk luar biasa, melemparkan para penyerangnya ke sana sini. Sementara jumlah yang datang semakin banyak, tubuh orang besar ini pun menjadi bulan-bulanan tusukan senjata para tentara. Tendangan serta pukulannya seolah tidak berarti apa-apa bagi mereka.

Malah kini posisinya benar-benar mengenaskan, ada yang meloncat dan menerkamnya dari atas, samping, belakang dan depan. Ada yang menusuk, menggigit, mencekik dan lain sebagainya.

Aikal kampret ibarat sepotong daging segar di kandang serigala.

Ajeng dan Ega sampai bergidik melihatnya, Mereka sadar seperti apa buasnya para tentara ini.

Mereka adalah makhluk-makhluk yang kebal akan bahan dan serangan senjata. Mereka adalah cerita menakutkan yang mendiami gunung Timur di Korea Selatan.

Merekalah Legenda Belanda.

"Untuk Wafy." desis Ajeng sambil membidikan pistolnya ke kepala Aikal Kampret. Namun belum lagi hal itu dilakukannya, Ega yang baru saja menjatuhkan si tentara Belanda yang menahannya.

"Jangan Jeng... lebih baik kita membiarkannya hidup. Kematiannya akan lebih mengerikan kalau dikeroyok seperti itu. Daripada kamu menembaknya, terlalu cepat dan mudah. Biarkan dia mati dengan perlahan," desis Ega. "Mereka bukan manusia, sia-sia saja kita melawannya. Ayo..!"

Mengerti apa yang Ega maksudkan. Ajeng pun melesat berlari meninggalkan tempat itu. Sama sekali tidak ada pilihan lain untuk keduanya meninggalkan lokasi pertempuran seperti itu berarti meninggalkan juga jenazah Wafy. Namun untuk saat ini hal itu memang harus mereka lakukan.

"Hiiyyaaahhhh."

Jeritan Kampret membahana, dia masih berdiri, masih kuat bertahan, masih mampu menghadang setiap serangan makhluk-makhluk ini.

Meski sebenarnya dia sudah banyak terluka. Dada, bahu, punggung, kepala, kaki dan tangan serta bagian tubuh lainnya menjadi bulan-bulanan lawan. Dari Mana mana mengucurkan darah segar. Tapi meski begitu dia terus mengamuk dan mengamuk. Meski berulang kali terkadang dia jatuh bergulingan, dia cepat bangkit lagi.

Des des des.

Dua atau tiga tentara Legenda Blanda kena pukul olehnya, namun sepuluh atau belasan lainnya berhasil mendaratkan serangan ke tubuhnya. Meski terlambat.

Namun sisa kesadaran dalam diri sosok besar ini masih ada. Makhluk-makhluk ini tidak bisa dilawan, tapi harus di hindari. Karena sekuat apa pun dia memberikan perlawanan, tetap saja para tentara liar ini seolah tidak ada habisnya.

Berpikir demikian, Aikal kampret meronta-ronta sekuat tenaga. Siapa yang menghalanginya ditebas, ditonjok dan ditendang. Lalu begitu mendapatkan kesempatan, dengan tubuh bersimbah luka, dia berlari cepat dalam gelap.

Pilihan ini pun bukan berarti aman, gerombolan tentara itu mengejarnya. Dan ini kesalahan fatal untuknya, karena dia sama sekali tidak tahu atau sadar area lokasi pertempurannya ini. Baru beberapa langkah berlari, tubuh Aikal Kampret sudah melayang di udara.

Lepas landas terjun bebas.

Rupanya sosok besar ini berlari ke arah yang salah, dia masuk dan terjun bebas ke jurang, area yang menjadi jalan buntu tiga member NCT Dream beberapa waktu tadi. Tanpa ampun tubuhnya menyeluruk jatuh, menuju batu-batu cadas di bawah sana.

"Aaaaaaaa...!!!"

Jeritan lelaki besar ini menggema seantero lubang jurang. Tapi meski menjerit begitu yang terbayang di pelupuk matanya saat ini adalah wajah istrinya yang sangat dia cintai. Mungkin dalam akhir hayatnya dia menyesal kenapa dia harul pergi sejauh ini hanya untuk memburu Member Dream. Uang hadiah tak dapat nyawa melayang di tangan Zombi.

Renjun, Jisung dan Jaemin yang melihat seluruh kejadian yang menimpa tiga Kelabang sengit dan Aikal Kamperet dengan mata kepalanya sendiri, diam. Kringat dingin keluar dari tubuh mereka, mereka benar-benar ketakutan. Kalau saja tadi mereka tidak sembunyi di semak semak, mungkin mereka akan bernasib sama dengan Wafy. Bahkan yang lebih buruk lagi apa yang terjadi dengan Aikal kampret akan menimpa mereka.

"Hyung, kita... harus keluar dari hutan ini, sekarang jug.." Ucap Jisung sambil air mata mulai membanjiri matanya. "Aku takut..."

TO BE Continue

次の章へ