webnovel

DIBALIK MAKSUD TERTENTU

"Gue perlu bicara sama lo," ucap Salsha berjalan mendekati Tania membuat Tania yang didatangi benar-benar terkejut, namun bibirnya tersenyum miring sekarang.

"Iya? Bukankah soal Iqbal dan Kania? Gue paham keduanya," ucap Tania membuat Salsha menghela nafasnya berat.

"Bisa rahasiakan masalah ini dari Aldi? Gue hanya butuh informasi, bukan cari peperangan," Tania terkekeh, dia benar-benar seperti menang lotre sekarang. Dan sebagai jawaban balik jujur, Tania menganggukan kepalanya pelan.

"Mengejutkan," ucap Salsha sedikit tidak percaya, namun Tania mengangkat bahunya malas sekali. "Kenapa? Lo enggak percaya? Kalau enggak percaya sama gue, buat apa lo bertanya?" ucap Tania sewot, Salsha mengigit bibirnya ditengah bingung.

"Gue hanya sedikit meragukan, tapi kalau semisalnya lo enggak mau memberitahu, gue enggak masalah kok," ucap Salsha sudah mengalah duluan, Tania menggelengkan kepalanya. "Apa gue menolaknya?"

"Gue hanya mempertegas tadi, dan urusan kenapa gue bertanya dan meragukan lo. Gue hanya enggak mau dapat masalah melalui lo dari Aldi," sambung Tania menjelaskan, Salsha menganggukan kepalanya paham.

"Bisa kita bicara serius, sekarang?" tanya Salsha hati-hati, Tania mengangguk. "Tentu,"

"Gue juga perlu memberi lo pencerahan, walaupun terlambat seenggaknya gue bisa mengatakannya," sambung Tania. Salsha mendengarnya sedikit ganjil. "Apa yang enggak gue tahu soal Iqbal?" Tania terkekeh.

"Dia pintar, cerdas, berwibawa, jiwa bisnis, telelau penyayang, haus kasih sayang tapi dia memberi banyak orang perhatian dan dia sangat pekerja keras,"

"Yang Iqbal bilang dia harus lolos tes ini memang benar. Iqbal dari keluarga yang selalu mementingkan prestasi daripada sosial. Tapi memang jiwa Iqbal yang sosial, prestasi juga Iqbal harus tegaskan,"

"Di luar dari itu gue rasa Iqbal hanya cowok kurang beruntung yang mencintai seorang Salsha," putus Tania membuat Salsha sedikit merada bersalah tapi masih sangat haus dan penasaran. "Hanya itu? Apa ini udah semuanya?" tanya Salsha menginginkan lebih, namun Tania menjawabnya dengan terkekeh.

"Beri gue satu hal yang berharga dan berarti untuk lo. Maka gue akan melanjutkannya," ucap Tania membuat Salsha berpikir keras. "Apa lo mau Aldi? Gue akan memberikannya. Gue akan pura-pura bodoh dan baik-baik aja saat kalian pergi berdua. Aldi milik lo saat di luar jam sekolah dan Aldi milik gue hanya saat di jam sekolah. Deal?" Tania total tertawa terbahak-bahak sekarang.

"Lo serakah Sal," cibir Tania membuat Salsha tidak bisa memilih antara dua untuk satu. "Enggak ada cara lain, kalian berdua cocok. Dan gue hanya membutuhkan infomasi untuk mempertegas perasaan gue. Lo enggak dirugikan, ayo bicarakan lebih banyak soal Iqbal. Gue memberi lo Aldi yang berharga buat gue," sambung Salsha menuntut lagi, Tania terkekeh.

"Iya, gue setuju," Dan persetujuan itupun terjadi. Aldi milik Salsha saat di jam sekolah dan Aldi milik Tania di jam luar sekolah. Waw!

"Ini enggak merugikan gue, sebelumnya thanks," ucap Tania mengatakan terimakasih lebih dulu. "Ada satu hal yang akan membuat lo terkejut bukan main ke Iqbal, ini masalah pokok saat lo memilih Iqbal dan meninggalkan Aldi," ucap Tania membuat Salsha semakin penasaran.

"Apa?"

"Kania mantan pacar Iqbal, mereka putus dengan keadaan enggak baik-baik aja. Iqbal bohong kalau Kania hanya berstatus adik kandung gue, tapi di hidup Iqbal sebelumnya. Kania sangat berharga," jelas Tania membuat Salsha sedikit termenung.

"Dan kabar mengejutkannya lagi, Iqbal memberi Kania kesempatan untuk mencintai Iqbal lagi. Mengejutkan bukan?"

•••

"Lo akan berusaha sekeras yang lo bisa?" tanya Iqbal saat waktu mereka untuk belajar tersisa limabelas menit lagi.

"Apa gue harus memperjuangkan lo? Gue datang sebagai Kania, gue adik Tania dan berusaha membantu lo. Bukan untuk balikan atau berpacaran lagi sama lo, ini diluar konsep," jawab Kania tidak setuju.

"Kenapa manusia harus hidup dengan konsep jika sebenarnya mereka bisa mengambiĺ langkah baru dan terbaik untuk mereka sendiri dengan berani?" tanya Iqbal membuat Kania kalah.

Dia menghela nafasnya berat sedikit gugup. "Gue akan gagal, gue yakin soal itu," jawab Kania tegas. "Gue enggak belajar karena gue enggak butuh," ucap Kania lagi, Iqbal terkekeh.

Dia mengelus puncak kepala Kania pelan sekali. "Lo pintar kan? Ayo tunjukan seberapa pintarnya lo dan seberapa hebatnya lo bisa lolos tanpa belajar. Hadiahnya kita balikan," jelas Iqbal tidak main-main. Kania memutar bola matanya malas mempertegas.

"Gue enggak mempertegas soal itu," sahut Kania tidak perduli. "Tapi gue benar-benar menolak tumbuh lebih dulu," sambung Kania serius, Iqbal menghela nafasnya berat.

"Saat lo tumbuh lebih dulu dari orang lain, lo lebih punya banyak pengalaman dari mereka yang belum melakukannya. Lebih baik lebih dulu daripada terlambat dan sejajar, gue rasa begitu," Kania memasang wajah tidak ekspresi senang.

"Berani bersaing?" tanya Iqbal mengompor-ngompori Kania tanpa ampun, Kania menganggukan kepalanya tegas. "Tentu, lo tahu gue ambisius," jawab Kania yang kembali melihat beberapa halaman secara acak dan mulai belajar walaupun waktunya hanya tersisa lima menit lagi.

"Berusahalah, waktu belajar lo hanya lima menit. Menurut gue lo akan gagal sebelum berperang. Terlebih, orang bodoh akan banyak mengatakan omong kosong," celetuk Iqbal pelan, Kania meringis dan kembali fokus di jam belajar mepet seperti ini.

"Lo orang bodoh itu!" balas Kania kesal, Iqbal terkekeh. "Gue memang orang bodoh, makanya gue banyak belajar," sahut Iqbal menghentikan perdebatan mereka, Iqbal fokus pada langkah satunya dan Kania fokus pada jalan yang lainnya.

Mereka memiliki cara belajar masing-masing yang jelas-jelas berbeda. Entahlah siapa yang akan siapa, yang pasti. Tidak ada yang kalah dari berperang jika yang menantang yang biasanya akan kalah lebih dulu.

"Gimana kalau lo yang kalah? Apa lo mau beliin gue satu apartemen dekat kampus LA nanti?" tanya Kania yang sadsr jika dia juga perlu membakar semangat Iqbal. "Deal jika iya," sahut Kania menuntut jawabannya sendiri.

"Deal," jawab Iqbal mantap. "Karena gue yakin gue enggak akan mengeluarkan uang itu untuk membelikan lo apartemen. Gue yakin lolos," Iqbal menaikan satu alisnya menggoda.

"Apa lo yakin bisa lolos?" Iqbal tertawa sampai terkekeh sekarang karena berhasil membjat Kania marah dengan wajah memerahnya. "Bangsat," kesal Kania herah.

"Tentu, gue tentu bisa lolos. Bukan hanya untuk hubungannya aja. Gue melakukan dan berusaha keras demi harga diri gue yang lo injak, dan wajah gue yang lo ludahi!" Kania marah, Iqbal berhasil membuat Kania menjadi ingin belajar.

Sebenarnya tujuannya hanya satu. 'Iqbal tidak mau membuat nama sekolahnya anjlok hanya karena satu tidak lolos. Iqbal perlu membuktikan jika sekolah dari SMA nya wajib ditakuti karena prestasinya. Itu saja sebenarnya, tidak ada maksud lain,'

Tapi, bukankah jika ada yang salah pemahaman. Bukankah mereka saja yang terlalu bodoh?

Tidak mungkin juga seorang Iqbal kembali mencintai sampah seperti Kania yang memberinya masalah serius untuk masalalunya.

Kembali pada cinta masalalu akan sakot lagi jika tidak bisa memperbaikinya. Dan Iqbal benci memperbaiki sesuatu yang sudsh rusak.

"Bodoh sekali," umpat lirih Iqbal yang melihat ke arah Kania mencuri pandang.

Bodoh saat orang baik berbuat licik dengan sangat halus dan semua orang tidak menyadarinya.

"Tunjukan saja kalau lo bukan kumpulan orang-orang bodoh yang banyak bicara,"

Hai kak, selamat hari senin lagi. Waktunya baca PL ya, hehe.

sakasaf_storycreators' thoughts
次の章へ