webnovel

MEMUTUS DAN MENYAMBUNGKAN

"Kita berangkat sekarang?" tanya Rio menarik lauman Salsha yang berdiri terdiam. "Eh, em. Iya, ayo kita berangkat," Salsha membelakangkan rambutnya yang berantakan agar tidak menutupi wajahnya. "Mau ke bioskop?" Rio menawarkan

"Gue ngikut aja kak, bingung juga mau kemana," Salsha tersenyum tipis saat Rio memegang wajahnya. Dalam hati, Salsha mati-matian tidak memuji sikap manis kakak kelasnya itu. Kenapa pacar baru beberapa jam nya itu manis sekalo, Salsha semakin merasa bersalah untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Bukannya sering jalan ya, sama Aldi apa Iqbal gitu," Salsha langsung saja tidak mood, kenapa juga harus membahas Aldi dan Iqbal? apa hanya mereka saja yang pernah bersmaa Salsha? menyejek sekali.

"Cuma sama Aldi, Iqbal belum," jawab Salaha santai. "Ayo pergi kak," ajak Salsha berjalan mendahuluinya. Rio mengikutinya dari belakang, kentara sekali jika Salsha tidak ingin membahasnya.

"Iqbal belum? Kok gue enggak percaya gue kira Iqbal sering keluar sama temen cewek satu kelas dia, lo enggak tahu?" tanya Rio dibalas gelengan kepala Salsha tidak berminat.

Keduanya mengobrol santai di peejalanan, mobil yang sepi hanya dengan musik klasik terus saja berisik karena Rio terus menanyakan sesuatu pada Salsha karena tidak ingin kehilangan waktunya dengan Salsha. Hari ini mungkin adalah hari bahagianya.

"Enggak, gue emang belum pernah jalan sama Iqbal kak. Seharusnya malem ini, berhubung gue buat janji sama lo, gue batalin jadi besok. Gue lebih sering keluar bareng Aldi daripada Iqbal," Salsha menjelaskan salah paham Rio tentang Iqbal, lagipula sampai detik ini juga Salsha belum melihat keburukan Iqbal.

"Malem kemaren juga?" Salsha mengangguk menjawab. "Bukanya akhir-akhir ini lo lagi jauh ya sama Aldi, Aldi sering sama anak baru itu. Gue lihat juga lo lebih sering sama Iqbal," Salsha mengangkat bahunya tidakbmenjawab.

"Gue sering sama Iqbal karena kita satu tempat duduk, selebihnya enggak ada," Salsha mengambil ponselnya melihat jam, disana masih menujukan pukul tujuh lebih lima menit. Ah, astaga. Lama sekali. "Kalau kemaren malem aja lo jalan sama Aldi, kenapa setiap di sekolah lo deketnya sama Iqbal, dan Aldi juga deketnya sama murid baru itu. Kalian breakstret atau gimana?"

"Enggak, gue sama dia . Enggak lebih, dan enggak akan lebih juga," Maybe. "Ayo turun,"

"Lo duduk aja, gue yang beli tiket sama cemilan," Salsha mengangguk patuh, dia melepaskan tautan tangan Rio yang masih sabar memegangnya tidak sungkan. Dalah hati Salsha meruntuki dirinya, kenapa dia merasa sulit untuk mengambil keputusan? Kenapa sesulit ini melepaskan seseorang padahal itu orang baru.

°°°

"Al, kok kamu diam aja. Aku tadi tanya sama kamu, temenin aku beli barang abis itu kita nonton ya?" Tania menarik tangan Aldi cukup kasar karena tergesa-gesa. "Eh," Aldi meringis bingung, dia masih tidak bisa berfikir jernih kenapa Tania sangat bersemangat. Pikirannya ada dimana Salsha sedang dusuk dengan nyaman bersama dengan Rio sedang mengantri membeli tiket film dan cemilan.

"Kamu mau menemani beli barang dulu atau nonton dulu?" tanya Tania berusaha menelan kekesalannya bulat-bulat. Aldi menggaruk tengkuknya tidak gatal, kenapa jika Aldi berhadapan dengan Tania dan hatinya meminta mendekat dengan Salsha. Rasa-rasanya dia bingung untuk mengondisikannya dengan baik. Rasanya, kemarin dan malam ini sangat berbeda.

"Kita nonton dulu aja, abis itu makan, baru beli barang," Aldi melihat arloji yang melingkar pas pada tangan kirinya. "Gue yang pilih filmnya, lo tunggu disini," Aldi menarik Tania lembut.

Aldi masih belum bisa menerima kenyataan jika Salsha sudah mempunyai pacar sebelumnya, setidaknya kenapa bukan dirinya. Aldi juga masih banyak berpikir kenapa Salsha menerima orang asing semudahbitu.

Jujur, Aldi juga bingung dengan respon Salsha. Aldi takit jika yang mempunyai rasa hanya Aldi saja, Salsha tidak. Aldi juga menunggu Salsha untuk sedikit mengkodenya jika Salsha menyukai Aldi. Tapi, Salsha tidak menujukannya sama sekali.

Aldi juga berpura-pura bodoh dihadapan Tania agar Salsha merasa cemburu, namun lama kelamaan Salsha justru semakin dekat dengan Iqbal yang jelas-jelas Aldi sudah memberi larangan itu berdekatan dengan orang itu.

"Pegang dulu Nat," Aldi memberikan tiket yang baru saja ia beli, Tania menerimanya dengan senang. 'Ini waktu romantis,'

°°°

"Lo udah ngantuk?" tanya Rio melihat Salsha menutup kedua matanya menyandarkan kepalanya pada tembok dibelakangnya. Salsha terkejut, dia membuka kedua matanya dan tersenyum. "Enggak, cuma lagi males aja," jawab Salsha sekenanya.

"Sini, kepala lo dibahu gue. Masih tigapuluh menit lagi bioskopnya mulai," Sedikit ragu Salsha melihat Rio tersenyum manis disebelahnya.

"Enggak usah takut gitu. Gue enggak gigit kali," Rio terkekeh saat melihat respon Salsha, menurutnya sangat waspada atau memang terkejut. Salsha tetaplah Salsha, dia keras kepala. Dia masih saja melanjutkan aktifitasnya dengan menyandarkan kepalanya pada tembok belakangnya. Lambat laun kesadaan Salsha mulai menipis, kemudian tidak Salsha sadari dia sudah menempelkan kepalanya pada bahu Rio kaŕema mengantuk.

Tanpa Salsha sadari Rio terkekeh geli, sekeras apapun Salsha menyangkal. Saat Salsha tertidur polos seperti ini, wajahnya seperti bayi tertidur damai karena kenyang setelah meminum asi dari ibunya.

"Lo manis Sal, sejauh apapun lo berusaha nolak gue. Gue masih bisa kok jadi kakak lo, anggap gue seperti lo nanggal Iqbal. Gue lebih suka itu, daripada lo berusaha perduli sama gue karena merasa enggak enak. Gue tahu lo orang baik," Rio membelai lembut puncak kepala Salsha, dia juga memegang pipi Salsha takut jika tubuhnya terhuyut atau bahkan jatuh ke lantai. Dari sebrang sana Aldi masih mengamatinya, lebih tepatnya sudah mengeraskan rahangnya kesal. Dia sangat kesal pada Salsha. Kenapa Salsha semurahan itu, begitu batin Aldi yang masih berpendapat sendiri.

Tiba-tiba Aldi dikejutkan karena tangan dipegang oleh Tania. "Kamu bengong?"

"Enggak kok, gue cuma lagi mikir. Kalau misalkan gue melanggar perjanjian sama seseorang, apa gue bisa disebut penghianat, gue lagi berpikir," Tania mengangguk singkat, dia kembali mengelus tangan halus Aldi. 'Modus,"

"Tiga menit lagi bioskop dimulai, ayo masuk," ajak Tania berdiri dan menggandeng Aldi untuk berdiri.

Tanpa Aldi sadari tangan yang satu miliknya sudah merangkul mesara bahu Tania. Bagaimana tidak ada beban, bukankah tadi dia banyak melamun dan tiba-tiba kesal.

Namun sekarang mereka berdua sudah berbeda, Aldi sudah mulai bisa tersenyum manis, seakan-akan sudah melupakan masalahnya tadi.

Ada apa dengan Aldi?

°°°

"Mau ngomong apa?" Salsha menggigit bibir dalamnya gugup, sumpah dia merasa merinding dan takut. "Masalah hubungan ini," Salsha memainkan tangannya gugup, dia juga meremas bajunya tanpa sadar. "Iya?" Salsha menghela nafas pelan, dia berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Sebenernya gue, gimana ya ngomongnya. Gue minta maaf banget kak. Gue enggak bermaksud bohongin lo kak, gue nerima lo karena gue takut lo malu didepan temen-temen. Maaf kak, kita putus aja ya. Gue belum ada perasaan sama lo, dan kemungkinan besar juga gue enggak suka sama lo," Rio menganggukan kepala tidak paham, dia tertawa mendengarnya.

"Gue serius kak, ini bukan waktunya bercanda. Gue mau kita putus kak. enggak apa-apa kan kak?" tanya Salsha bingung, dia memegang tangan Rio merasa tidak enak. "Bohong kalo gue gak papa." Salsha meringis, benar. Munafik juga kalau ada orang yang baru saja jadian beberapa jam, mendapat klarifikasi seperti ini.

"Gimana lo bisa tanya gue kalau gue enggak apa-apa. Gue udah tahan perasaan gue selama satu tahun, dan menata hati gue demi keberanian kemaren dalam satu tahun juga," Salsha meringis sedikit kecewa, dia memang bodoh. "Gue enggak apa-apa, gue enggak setegar itu Sal. Sumpah. Awalnya gue seneng banget saat cinta gue lo terima, gue sempet pamer sama mama gue karena gue bisa ngungkapin perasaan gue. Bahkan gue juga diajak jalan sama dia," Rio menghentikan ceritanya, dia menatap ke seberang arah. Dia tersenyum miris, benar. Cinta pertama tidam selalu mulus, seperti cinta terakhir tanpa konflik. "Ternyata cinta pertama gue, berhenti dalam beberapa jam. Mungkin cuma tujuh jam doang, miris," Rio tertawa sumbang, sesakit inikah jatuh cinta?

"Gue suka sama lo dua tahun, tapi cuma jadian sama lo tujuh jam. Gue enggak apa-apa, lo jangan merasa terbebani. Seenggaknya gue bisa cerita sama mama gue kalau gue berhasil pacaran sama ornag yang gue suka,"

"Maaf kak," Salsha menunduk merasa bersalah, maksudnya tidak seperti ini. Dia menerima Rio dan meminta waktu yang berbeda untuk menjelaskan kesalah pahaman mereka. "Jujur awalnya gue kecewa," Salsha menggeleng kepalanya, bukan ini yang Salsha maksud.

"Gue tahu lo enggak cinta sama gue, makasih. Setidaknya gue pernah bahagia walaupun cuma sebentar sama orang yang gue suka," Rio melepas pelukan tadi dia tersenyum manis, walaupun terlihat getir dan dipaksakan. "Kita masih bisa berteman kok, kaya gue sama Iqbal, enggak apa-apa kan?"

°°°

"Udah jauh-jauh hari aku mau ngomong ini sama kamu Al, seenggaknya beri aku kesempatan buat jadi orang yang penting buat kamu,c Aldi melirik Tania yang membuatkan sempat tersedak. "Maksud lo gimana?" tanyanya Aldi bingung dengan oembicaraan Tania yang tiba-tiba entah kemana.

"Gue suka sama lo," Mata Aldi melotot terkejut Aldi menggaruk kepalanya bingung, kenapa jadi seperti ini?

Banyak orang bilang lebih baik jujur walaupun akhirnya menyakitkan, tapi ada kalanya juga dampak kejujuran bisa membunuh jarak jujur itu sendiri. Benar-benar buruk kak, kasaf pernah jujur dan kehilangan satu orang untuk selamanya.

sakasaf_storycreators' thoughts
次の章へ