Rena sedikit merasa malu, "Kakak, kita masing-masing hanya punya dua setel pakaian. Jika kita mencuci semuanya agar kutu itu hilang, kita tidak akan punya pakaian untuk dipakai."
Apa yang dikatakan Rena adalah kebenaran bahwa mereka hanya akan membeli baju baru ketika hari raya tiba. Jadi, mereka hanya punya sedikit pakaian saja.
Mona juga agak malu karena tidak ada pakaian yang bisa dipakai. Tapi, semua harus dicuci agar kutu-kutu hilang semua. Jika masih ada baju yang menjadi sarang kutu, maka kutu bisa menyebar lagi dengan cepat.
"Kak, kemarilah dan saya akan membantumu menyingkirkan kutu dari kepalamu." Mona berseru dan kemudian dibantu Eka membelah rambut Rena, memunguti kutu satu demi satu.
Kedua anak tersebut berbagi kepala rena dan mulai sibuk mencari kutu. Mereka yang belum pernah melihat kutu sebelumnya merasa antusias. Mereka senang menggencet kutu dengan dua kuku hingga berbunyi, terutama jika bertemu dengan kutu besar.
Saking banyaknya kutu, kama kelamaan kedua jari tangan mereka menjadi sakit karena menjepit kutu. Tetapi, mereka tetap kekeh melanjutkan mencari kutu. Masalah besar jika kutu terus dibiarkan ada di kepala Rena karena orang akan mengira mereka kurang menjaga kebersihan. Kali ini, giliran Mona yang kepalanya dikerubuti dua kakaknya,
Ketika Dewi dan Restu kembali, Eka dan Mona masih asik mencari kutu di kepala Mona.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Dewi bertanya dengan cemas melihat ketiga aaknya.
"Bu, kita semua punya kutu, ibu harus membantu kami"
Mona yang terbaring di pelukan kakak perempuannya dan membiarkan dua orang kakaknya menyibak rambutnya berkata kepada Dewi dengan suara lembut.
Restu tidak menganggapnya serius ketika dia mendengar bahwa anak itu memiliki kutu. Dia tertawa dan berkata, "Tak apa-apa kan jika kalian punya kutu?."
Dewi mengamati wajah suaminya, "Kamu masih tertawa? Lebih baik kamu menuruti mereka membuatkan bak mandi. Aku akan pergi ke pasar untuk membeli pakaian ganti. Jika tidak, kutu akan semakin menyebar. Anak-anak, kalian tunggulah di rumah. Ibu akan segera kembali."
Tentu saja Dewi bisa langsung pergi ke pasar karena ia punya uang dari hasil penjualan ginseng. Tapi Restu, ia tak tahu semua yang terjadi tempo hari.
"Wi, aku tak punya cukup uang untuk membuat bak mandi. Nanti akan kucoba meminjam uang pada bibi."
Pasangan itu keluar secara terpisah, sebelum akhirnya sama-sama kembali ke rumah.
Rano, yang sudah lama bermain di luar, berlari pulangi, "Kakak, apa yang kamu lakukan?"
"Tangkap kutu, kamu juga akan kami periksa nanti. Pasti ada kutu di tubuhmu. Tunggu giliranmu."
Rano menganggukkan kepala kecilnya dengan gembira, "Kakak, aku menunggu giliranku, aku ikut gatal melihat Mona punya kutu. Itu menjijikkan, aku geli."
Rano melihat kutu keluar masuk menyelinap rambut Mona. Ia yang merasa geli hanya bisa patuh duduk di tepi kasur dan menunggu gilirannya.
Karena Mona berambut pendek, Eka dan Rena selesai memeriksa rambut Mona dengan cepat. Sekarang giliran Rano. Pokoknya, tidak boleh ada satu kutu pun yang tersisa.
Dewi yang pergi ke pasar untuk membeli baju sudah kembali. Ia membawa kantong kertas di tangannya.
"Anak-anak, lihat baju baru yang Ibu belikan untuk kalian."
Keempat anak yang masih sibuk mencari kutu itu berhenti sejenak dan dengan cepat membuka kantong kertas untuk melihat isinya.
Dewi kali ini membeli satu setel pakaian panjang untuk semua anggota keluarga. Ia juga membeli kain yang nantinya akan dijahit untuk baju anak-anak.
"Anak-anak, bak mandi sudah siap." Wang Zhenhe berjalan dengan membawa tong kayu besar.
"Ah, Ayah, Ayah baik sekali, aku sangat mencintaimu." Melihat bak mandi, Mona dengan bersemangat melompat dari kasur ke pelukan Restu.
Ayah dan putrinya itu bermain air untuk waktu yang lama karena bak mandi baru. Ketiga anak lainnya juga ikut bermain sambil melepas tawa.
"Bu, ayo kita masak air untuk mandi nanti, biar adik-adikku mandi dulu. Aku akan mengambil jerami dan ranting keringnya."
Eka dengan semangat mengambil jerami dan ranting, meletakkannya di tungku dan mulai menyalakan api untuk memasak air.
Sebelum hari gelap, keenam anggota keluarga Wang mandi dengan nyaman. Mereka sudah hampir setahun tidak mandi. Warna air mandi bahkan berubah sehingga anak-anak jengah melihatnya. Ada tumpukkan daki berwarna abu pekat di atasnya.
Wang Qian menyembunyikan cincin itu saat mandi, Dia takut jika orang dewasa melihat dan bertanya darimana asal cincin itu.
Dewi memakaikan pakaian baru untuk anak-anak. Ia kemudian melempar pakaian lamanya. Takut jika kutu itu akan semakin tumbuh dan berkembang.
Restu mengeluarkan semua selimut dan kasur di rumah, menjemurnya agar bebas kutu. Ia memastikan tidak ada tempat lain yang mungkin menjadi sarang kutu dan tertinggal di dalam rumah.
Di malam hari, Dewi menghabiskan banyak sekali kapur obat untuk mengusir kutu. Mona tak tahu kapur apa yang digunakan ibunya itu, jadi dia bertanya dengan santai, "Bu, ini untuk apa?"
Dewi tersenyum dan berkata, "Ini adalah kapur yang dibasahi dichlorvos, semua orang menggunakan ini untuk menyingkirkan kutu."
Dewi kemudian mengeluarkan sisir berjarak rapat yang tadi ia beli di pasar. Ia mulai menyisir satu per satu rambut anak-anak hingga semua sisa kutu rontok. Setelah itu, dewi mengolesi kulit kepala anak-anak dengan kapur obat, menggosok-gosokkan kapur dengan gerakan bolak-balik.
Setelah menyelesaikan anak-anak, dia menyisir rambutnya. Dewi juga memiliki kutu di kepalanya. Setelah dia menyelesaikan kepalanya, dia memberikan sisir rapat itu kepada Restu. Untungnya, pria itu berambut pendek sehingga tak butuh waktu lama untuk menyisir kutunya. Setelah selesai, Restu dan Dewi bergantian saling mengoleskan kapur obat.
Jika ingin semua kutu pergi, semua anggota keluarga memang harus memakai kapur obat. Jika ada satu saja yang terlewat, kutu bisa berkembang biak dan menular lagi ke anggota keluarga lainnya.
Mona tak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh rambutnya. Ia tak tahu apakah dichlorvos yang ada di kapur obat kutu itu berbahaya bagi tubuh atau tidak. Meskipun itu bahaya, Mona sudah terlanjur menyentuhnya. Ia kemudian menghibur dirinya sendiri. Obat ini pasti tidak akan bahaya, jika memang bahaya tidak akan sampai membuat mati, kecuali kematian kutu-kutu busuk di rambutnya.
Saat tidur, empat bersaudara ini berbaring berjejer. MOna kemudian mendatangi ayahnya yang masih menenun benang. "Ayah, ceritakan sesuatu tentang masa lalu".
Restu dan Dewi saling memandang sebentar. Dewi berjalan mendekati empat anaknya, menyentuh mereka dengan lembut dan kemudian berkata. " Cerita seperti apa yang ingin kalian dengar? Masa kecil ayah dan ibu? Dulu, ayah dan ibu bahkan lebih susah dari kalian yang sekarang."
Dewi kemudian bercerita sedikit. Mona menangkap kisah jika ayah dan ibunya pernah hidup di masa penjajahan. Tentara penjajah itu ada yang baik dan ada yang jahat. Tapi, intinya mereka menjajah dan pernah membuat hidup rakyat susah.
Saat cerita Dewi belum selesai, anak-anak sudah tertidur. Restu meninggalkan pekerjaannya sebentar dan membenarkan selimut anak-anaknya.
"Restu, jangan lakukan itu. Jangan bekerja terlalu keras. Berhenti dan istirahatlah lebih awal."