Setelah menyuapinya dengan permen gulali, Alana menjilat serpihan gula yang tertnggaldi tangannya. Angga yang melihatnya merasa Alana benar-benar tidak peduli dengan kondisinya saat ini.
Dia meneguk air mineralnya lagi.
Malam gelap itu menjadi terang saat dihiasi lampu jalanan dan warni-warni lampu hias di sekitarnya. Dua orang yang berbeda gender itu, berjalan perlahan beriringan menikmati suasana malam ibu kota.
"Paman, menurutmu London itu lebih baik daripada Jakarta?" Alana bertanya dengan santai.
"Sama saja", jawabnya.
"Oh. Jessica pernah berkata bahwa Paman pernah tinggal di London waktu kecil", ucap Alana.
"Dia bercerita banyak tentang aku, ya?"
Alana mengangguk penuh semangat, membuat kedua pipi gembulnya ikut bergerak lucu. Tiba-tiba dia mengatakan sesuatu hal aneh, "Jessica selalu berkata bahwa Anda sangat tampan dan sangat beribawa!"
"Apa menurutmu juga begitu, Alana?", tanyanya penasaran.
Mata Alana berkedip dengan cepat mendengar pertanyaan itu, dan kemudian menoleh ke arah Angga untuk mengacungkan jempolnya, "Setuju! Hehe!"
Angga dibuat senyum olehnya.
Senyuman Angga membuat Alana terkesan dan berkata, "Paman ... kamu harus sering-sering tersenyum seperti itu."
Senyuman Angga benar-benar berbeda dari senyuman tipis dan lembut yang biasa dia tampilkan di wajahnya. Wajahnya terlihat lebih hangat dan ramah, tidak sedingin dan sekaku sebelum-sebelumnya.
"Alana, ada sesuatu ... yang ingin kukatakan denganmu." Senyuman ramah tadi hilang dalam sekejap di wajah Angga. Mereka berdua berhenti sejenak kemudian berjalan ke sudut jalan yang sedikit lebih sepi.
Alana terus mengemut permen gulalinya dengan santai dan berkata, "Apa yang ingin Paman bicarakan?"
Angga tetap terdiam selama beberapa dan terlihat ragu-ragu saat ingin bicara.
"Paman?", tanya Alana kembali.
Angga menatap langsung ke matanya dengan dingin, "Apa kau dan Jessica sering menyelinap dan bermalam di rumahku?"
"Uhuk! Uhuk!"
Alana tersedak permen yang ia gigit sendiri saat mendengar pertanyaan itu. Dia menepuk-nepuk dadanya dengan keras dan melambaikan tangannya pada Angga, "Tidak-uhuk-t-tidak, kok ....!"
"Benarkah?", tanya Angga dengan tatapan menyelidik.
Alana masih terbatuk kecil. Wajahnya memerak karena malu. Setelah batuknya reda ia menjawab, "H-hanya sesekali, kok Paman. Ya, sesekali ..."
Alana tidak tahu mengapa dirinya panik saat Angga bertanya begitu. Jessica juga berkata bahwa dia telah mendapatkan izin dari pamannya untuk bermalam di rumahnya. Tetapi Alana merasakan ada sesuatu hal yang aneh, Angga bertanya seolah-seolah ada suatu hal lain yang dia sembunyikan ... ada yang aneh dari pertanyaannya..
"Lalu, kau tidur di kamarku?"
"Apa? Tidak, tidak!!" jawabnya panik.
Tangan Alana gemetar dan dalam pikirnya pasti Angga marah karena dia secara langsang telah tidur di kamarnya, bahkan memakai piyamanya tanpa izin!
Oh! Sungguh sebuah makan malam yang akan menjadi malapetaka! batinnya menjerit.
Dia sudah menduganya Angga akan segera mengetahuinya. Sialan Jessica! Katnya hanya cukup mengganti seprai dan selimut dan pamannya tidak akan tahu!
Angga mengecurutkan kedua alisnya. Bibir tipis itu terkatu rapat. Tatapan matanya sungguh menakutkan.
Alana menunduk lalu berterus terang, "Hanya sekali ... hanya satu malam! Aku tahu Paman suka kebersihan dari Jessica. Tapi aku mabuk malam itu dan tidak tahu apa yang terjadi, mungkin ... aku masuk ke kamar yang salah ... Sumpah, hanya sekali! "
Alana memiliki prinsip "jika kau berkata dengan jujur, semua masalah pasti akan terselesaikan". Matanya memandang dengan melas ke arah Angga.
Angga memandang Alana. Ekspresi wajahnya terlihat begitu jelas dan Alana menyimpulkan bahwa dia telah melakukan sesuatu yang salah.
"P-paman?", tanyanya pelan.
"Apa kau tidak ingat apa yang terjadi malam itu?", ucap Angga dengan tatapan menelisik.
"Yah, aku ... mabuk. Jadi tidak begitu mengingatnya … Kenapa?" jawabnya.
"Alana,Kau tidak tahu kalau aku berada di kamarku malam itu?"
Benarkah? Wah, Alana baru tahu itu.
"Maaf, Paman. Tapi, jika memang begitu kenapa kau tidak membangunkanku?!"
Alana berpikir kalau kamarnya ada orang asing tiba-tiba pasti sudah ia usir.
Jessica berkata bahwa dirinya akan memberitahukan caranya untuk mendapatkan sponsor, namun Alana harus menemaninya terlebih dahulu. Ternyata Jessica mengajaknya ke sebuah club! Dan dia mabuk karena banyak minum malam itu.
"Aku membangunkanmu."
"Apa?"
Oke … pembicaraan ini menjadi lebih serius.
"Alana, malam itu … kita melakukannya", jawab Annga dengan serius.
"Apa yang kita lakukan?" Alana memandangnya dengan ekpresi bodoh karena bingung.
Angga cemberut menatap ekspresi wajah Alana. Dia berpikir Alana benar-benar bodoh atau pura-pura lupa? Lampu jalan menyoroti kedua mata Angga yang terlihat kelam.
Angga tidak menjawab dan hanya menatap Alana dengan diam.
Setelah beberapa saat, Alana teringat sesuatu ...
Malam itu ... Dia bermimpi, sebuah mimpi yang aneh.
Cahaya lampu jalan menyoroti kedua mata coklat Alana yang bagi Angga terlihat indah. Tiba-tiba kedua mata kecil itu membelalak kaget.
Wajahnya bercampur dengan ekspresi terkejut dan bingung.
"Apa maksud dari kita telah melakukannya, Paman? Melakukan apa …"
Sebuah lintasan momen malam itu muncul di pikirannya yang membuat dadanya berdegup kencang dan seluruh tubuhnya gemetar.
"Persis seperti yang kamu pikirkan", ujar Angga seperti mengetahui apa yang dipikiran Alana.
Permen gulali di tangan Alana jatuh.
Jika pada awalnya Alana berpikir kalau Angga mencurigai dirinya tentang dia menginap di kamar atau sudah memakai piyamanya tanpa izin, sekarang dia yakin bukan itu masalah yang Angga maksud..
Gadis itu menjadi gugup.
Bukannya aku tidak peduli atau ingin mengingatnya. Aku hanya tidak ingat dan tidak sadar pada malam itu. Semua ini gara-gara alkoho sialan!
Melihat kegugupan di wajah Alana, membuat Angga sedikit jengkel. Bukan ini reaksi yang diingnikan Angga.
"A-aku … malam itu? Bagaimana mungkin … "
Ini pasti hanyalah salah paham saja! batinnya mengelak
"Kamu tidur di ranjangku … Dan kupikir kau mencoba menggodaku malam itu", ucap Angga.
"Aku? Menggodamu?!" pekiknya terkejut. Alana menunjuk dirinya sendiri, dan kemudian tangannya menunjuk ke Angga. "Bahkan jika aku ingin menggoda seorang pria, pastinya aku lihat-lihat dahulu siapa orangnya! Kamu jauh lebih tua dariku, Paman. Dan kau mengatakan aku menggodamu?!"
"..."
"Itu pasti hanyalah salah paham, Paman. Kau tahu bukan? Aku saat itu tidak sadar apa yang aku lakukan, tetapi kau sepenuhnya sadar, Paman! Usiamu jauh lebih tua dan seharusnya kau tahu untuk mengendalikan dirimu!"
Alana berharap bahwa omongan Angga hanyalah sebuah lelucon.
Tapi, malam itu … seperti mimpi yang nyata ...
"Kamu imut saat itu."
Ha! Emosinya langsung meledak mendengar perkataan Angga.
"Imut katamu?! Jika memang begitu semua orang juga bisa menjadi imut!"
"... Kau sangat antusias dan bergairah."
"Stop!" Alana dengan cepat memintanya untuk berhenti bicara. Dirinya tidak ingin mendengarkan perkataan dari Angga lagi.
Antusias? Bergairah? Dia memang memiliki kebiasaan menari samba dengan antusian juga bergairah saat dia mabuk! Omong kosong macam apa ini?!
Memikirkannya membuat kepala Alana hampir meledak ...
Alana yang ketakutan dan bingung terdiam di tempat.
Setelah beberapa saat, dia perlahan mengangkat kepalanya dan menatap tepat di kedua mata pria itu. "Kau. Apakah ada maksud lain, Paman? Mengapa memberitahuku hal omong kosong ini?"
"Aku salah dalam menilaimu dan bersedia memperbaikinya. Apapun akan kulakukan untukmu."
Memperbaiki katanya? Apapun?
Kepala Alana menunduk dengan dalam.
Matanya melihat kedua kakinya dan berbisik, "Mengapa memberi tahuku hal itu … Aku berpikir ini juga bukan salahmu ... "
"Kau gadis yang baik. Aku membuatmu dalam masalah, tapi aku tidak akan membuatmu kecewa, Alana" jawabnya dengan yakin.
Apa?
Aku mungkin lebih suka berada dalam masalah, Paman!