- 1 bulan 29 hari sebelum asteroid jatuh -
Mendung nan berawan, kala itu hanya gerimis ringan. Tak ada hujan namun saat itu kesedihan meliputi suasana di pemakaman. Beberapa tangisan yang terdengar dari kejauhan. Semua keluarga dan kerabat tak dapat menahan rasa kehilangan seorang yang begitu disayanginya. Namun kehidupan memang tak semulus itu. Terkadang kenyataan tak seindah harapan.
Dalam upacara pemakaman, Dito hanya berdiri di gerbang depan tempat pemakaman. Memakai jas hitam dan fedora hitam. Punggungnya menempel di tembok sebelah gerbang. Kepalanya tertunduk ke bawah. Dia tak berani menghadap ke pemakaman sebab merasa bersalah karena tak berhasil melindunginya. Kerutannya nampak sekali dan otot di pelipis terlihat tertarik. Gigi atas dan bawah ditekannya kuat-kuat. Isi pikiran hanya diliputi kemarahan, seketika dia ingin membalas perbuatan sang pelaku.
Dalam sekejap hujan mulai turun, satu persatu pelayat mulai meninggalkan pemakaman. Saat itu juga air yang menetes ke rambut kepalanya membuat pikiran Dito menjadi tenang. Kepalanya menghadap ke atas, melihat awan yang menggumpal hitam. Kemarahannya semakin memudar. Dia mulai berpikir jernih dan membuat rencana untuk menemukan pelaku.
Matanya terpejam dan menghembuskan nafas dari hidungnya.
"Aku pasti akan menemukannya"
Matanya sedikit berbeda akhir akhir ini setelah kematian Helga. Terlihat menajam seolah memburu seseorang yang dibencinya. Dia mulai menghadap dan berjalan ke depan.
~ | | | ~
Garis polisi membentang di tempat perkara. Saat itu polisi sudah menyelidiki kasus penembakan di jalan. Untungnya sudah sejak tadi para polisi melakukan penyelidikan, karena jika tidak segera maka jejak pelaku akan terhapus oleh hujan yang mengguyur.
Dito melewati garis polisi dan berdiri di dalamnya. Dia sesaat membayangkan kejadian semalam. Malam itu dia melihat bayangan pelaku yang kabur dari tempat perkara. Siluet di tembok yang terlihat dari kejauhan itu dia sangat mengingatnya. Dilihat dari siluet sepertinya Dito pernah melihat pelaku dan mungkin dia mengenalnya.
Seorang Detektif datang dari belakang memanggil Dito "Permisi Prof Wadito ?"
"Oh ada apa ?" Menengok ke belakang dengan ekspresi wajah kosong.
"Sebenarnya kami ingin memeriksamu juga untuk penyelidikan. Apa kau tak keberatan?"
Dito menajamkan matanya seraya menatap di depannya " Hei hei tunggu. Apa aku terlihat seperti sang pelaku, Pak Rohan?"
Dengan tenang dia berbicara " Kau berada di tempat perkara saat itu, jadi kau pasti sangat mengerti apa yang kupikirkan."
Dito hanya terdiam mendengar perkataannya.
"Terkadang seorang antagonis berada di sekitar kita. Dan kita tak mengetahui siapa karakter sebenarnya seseorang."
"Ya... Kau benar. Kita memang tak mengetahui isi hati seseorang, baik atau buruknya kita tak mengetahui apakah orang disekitar kita sebagai tokoh jahat" dengan wajah menghadap ke atas dia mengatakannya.
Dito dijadikan sebagai terduga dalam pembunuhan Helga. Saat itu dia hanya mengikuti alurnya. Bersama Detektifif Rohan, Dito dibawa ke kantor polisi untuk melakukan pemeriksaan.
~ | | | ~
Mata seorang pria yang berdiri memandangi langit dari jendela. Di lantai 5, Rohan mencoba mengambil sepuntung roko dan pemantik api di sakunya. Dia menghisapnya setelah rokok itu dinyalakan.
Hembusan asapnya memapar keluar lewat ventilasi di atas jendela sehingga bisa menuju tempat keluar. Matanya melirik seseorang yang sedang duduk di bangku dekatnya.
"Sebelum kematiannya, dia terakhir kali berbicara denganmu. Apa yang kalian bicarakan?"
Mendengar pertanyaan tersebut membuat Dito termenung ke bawah. Mengingat kembali percakapan dengan Helga membuatnya terasa sakit.
"Kau pasti sudah tahu bukan kalau kami ilmuwan? Jadi saat itu kami sedang membicarakan rencana untuk mengatasi asteroid yang akan menabrak bumi."
"Asteroid? Apa maksudmu, aku baru mendengarnya"
"Memangnya belum di laporkan lewat berita? Iya, dua bulan lagi meteor besar itu akan menghancurkan seperdelapan bumi."
Menyandarkan bahu ke tembok sembari membuang abu di ujung rokok ke asbak. Rohan diam sejenak dengan menghisap rokok lagi sebelum akhirnya melanjutkan percakapannya. "Keadaan yang sangat darurat saat ini harus secepatnya diatasi. Lalu apa kau melihat pelaku penembakan saat kejadian?"
"Waktu itu saat aku menghampiri Helga, aku hanya melihat sekilas bayangan seseorang, aku pikir pernah melihat orangnya."
"Itu bisa menjadi petunjuk"
"Kalau begitu aku butuh sampel sidik jarimu untuk analisis" lanjutnya lagi dari Rohan.
Rohan mulai menyinkronkan sidik jari ke petunjuk yang dia temui. Melalui komputer dia menganalisis dan ternyata samplenya tidak ada kaitannya dengan Wadito. Dari hal itu dia menyadari kalau pelakunya bukanlah Wadito Stalhom.
" Sebenarnya kami dari pihak penyelidik menemukan pistol sejenis peluru yang terbuang di tempat sampah yang tak jauh dari TKP" jelasnya.
Dito bertanya "Apakah itu pistol yang digunakan pelaku?"
"Dari hasil pemeriksaan pistol yang ditembakkan ke tubuh korban itu adalah peluru yang sama. Jadi dipastikan bahwa itu senjata yang digunakannya. Dan saat aku menyamakan jejak ke sidik jarimu ternyata tidak cocok, jadi kemungkinan kau terbebas dari terduga." Ucapnya sembari menghubungkan sela jari jemarinya serta sikunya di letakkan ke meja
Menurut pemikiran Rohan bahwa kasus ini memiliki hubungan dengan kejadian asteroid ini. Dia segera memberitahukan kepada Wadito untuk waspada karena mungkin dia yang selanjutnya akan ditargetkan.
Namun Wadito sama sekali tak takut dengan ancaman pembunuhan itu karena dia juga sedang memburu sang pelaku. Kemarahannya tak akan pudar sebelum pembunuh di balas hukum.