Berhari-hari semenjak insiden Liana waktu itu (insiden tangan misterius), kini Liana sudah tidak terlalu memusingkannya. Karena tidak ada lagi gangguan yang ia dapatkan, minus gangguan berupa ledekan dan cemohan dari masyarakat Non Orph padanya. Tapi Liana acuh tak acuh saja. Namun sekarang Liana sedang bengong. Matanya menatap kosong ke depan. Nampaknya ada beban berat yang sedang menyelimuti benaknya.
"Lyosha...aku mengundurkan diri menjadi adikmu."
"Tidak bisa, kau menjadi adikku itu sebuah takdir. Dan kalaupun bisa ditolak maka aku yang akan menolak duluan takdir ini. Memiliki adik kaku tukang ngeluh sepertimu ini benar-benar meresahkan."
"Meresahkan katamu?!" Lysander berdiri dan menunjuk wajah Lyosha, "Kau yang meresahkan Lyosha! bisa-bisanya kau--hmphhh hmphh."
Jangan berfikiran kotor dulu. Lysander bukan sedang dicium, melainkan mulutnya disumpal oleh sebuah botol minum dari kaca.
"Lyosha, apa tidak ada yang lebih keras dari pada ini?" tanya Liana masih dalam tatapan yang kosong.
Hari ini mereka latihan pernafasan lagi. Bukan di dalam Coil Cottage lagi. Tapi di bawah air terjun deras dekat Bold Village. Kenapa harus ke Bold Village? bukannya di dekat Curch Village juga memiliki sumber mata air?
Alasan Lyosha membawa Liana dan Lysnader ke sini adalah untuk berlatih di bawah derasnya guyuran air terjun Bold Village. Tak hanya itu, tapi Lysnader dan Liana harus mengulang metode latihan pernafasan mereka tempo hari dengan media yang berbeda. Yaitu botol kaca, meniup kantung minum saja awalnya membuat wajah Liana dan Lysnader menjadi biru dan ungu. Apalagi disuruh meniup botol kaca seperti ini.
Memang sebenarnya latihan mereka tidak langsung se-ekstrim ini, karena setelah meniup kantung minuman waktu itu latihan mereka bertambah menjadi meniup wadah minum berbahan dasar melamin bening, lalu menjadi wadah minum berbahan dasar tanah liat, dan bertambah menjadi botol kaca seperti sekarang.
"Aku tidak menyuruh kalian langsung meniup botol itu bodoh!" seru Lyosha. "Aturlah pola pernafasan kalian dengan duduk di bawah air terjun itu," lanjutnya seraya menunjuk air terjun besar tersebut.
"Di sini?" tanya Lysander, "H-huwaaa licin sekali." Lysander mencoba menyeimbangkan posisinya yang tengah berjalan di atas bebatuan.
"Hati-hati Liana, di situ licin," ujar Lyosha.
"Iya, aku akan berhati-hati." Liana mulai melangkahkan kakinya.
Setelah keduanya (Liana dan Lysander) duduk di atas batu tepat di bahwa air terjun itu, Lyosha menyusul mereka berdua. Dia ikut duduk di bawah sana.
"Kenapa? aku juga perlu berlatih," ujar Lyosha seakan membaca fikiran Liana dan Lysander.
'Kakak sama adik sama-sama bisa baca fikiran orang lain,' batin Liana.
Lalu setelah beberapa saat berdebat kecil, mereka bertiga memulai latihan. Mereka fokus, berpejam mata, dan memusatkan pernafasan mereka agar tetap stabil meski tubuh mereka sedang di guyur derasnya air terjun tersebut. Ini bukan perkara mudah, mungkin kalian yang hanya pernah di guyur air satu ember pasti akan menganggap remeh latihan ini.
Tubuh mereka bertiga terasa berat. Ditambah rasa sakit tentunya. Beratnya berpuluh-puluh atau mungkin ratusan liter kubik air yang menerjang mereka dari atas.
Tapi bukan Lyosha namanya kalau tidak iseng, namun isengnya ini merupakan bagian dari tantangan latihan yang ia berikan.
"P-panaaaas," pekik Liana.
"Lyosha! apa-apaan kau ini?! kau ingin kulit kita melepuh?!" bentak Lysander.
Tapi hebatnya kulit mereka bertiga tetap baik-baik saja tanpa ada luka bakar atau melepuh sedikitpun.
"Tenang saja, rasa panas ini berasal dari kekuatan magis yang tidak digabungkan dengan elemen fisiknya secara langsung. Ingat konsep dampak energi magis apabila tidak terjadi konduksi antara energi magis dan bentuk fisiknya seperti elemen api, air, tanah, dsb. Maka yang ditimbulkan hanyalah dampak semu seperti perasaan panas, dingin, tajam, ringan dan sebagainya. Dan efek yang ditimbulkan bisa disesuaikan oleh pengguna. Ingat itu," ujar Lyosha menjelaskan panjang kali lebar.
'Kakak sama adik sama saja. Sama-sama pintar. Tapi kenapa Lyosha bila dihadapkan dengan buku, teori, pembelajaran, dan tulis menulis jadi bodoh sekali? aku jadi heran,' batin Liana.
"Sebentar...itu kan untuk pengguna kekuatan magis elemen alam. Tapi kami berdua kan pengguna jenis kekuatan yang berbeda. Lalu apa bentuk energi magis semu itu juga bisa berlaku pada kami?" tanya Lysander.
"Zzzzzz."
"LYOSHA SIALAN!" hardik Lysander. Lelah sudah ia menghadapi kakak satu-satunya tersebut.
"Bisa-bisanya ia tidur di sini," ujar Liana seraya menggeleng-gelengkan kepala.
Lalu Liana dan Lysander kembali fokus pada latihan mereka. Rasa panas yang seakan membakar kulit menambah besarnya api semangat Liana dan Lysander dalam berlatih. Trio L pun tidak perlu mengkhawatirkan Nenek Louvinna. Karena beliau sedang di rumah temannya. Untung saja di Curch Village itu banyak lansia. Jadi Nenek Louvinna tidak kesepian apabila Liana dan teman-temannya tidak ada di rumah.
Lima belas menit, tiga puluh menit, satu jam, kelihatannya mereka sedang berlarut-larut. Namun sebenarnya yang mereka lakukan adalah fokus berlatih. Bayangkan saja, betapa lelahnya selama satu jam lebih berendam di sungai yang di guyur derasnya air terjun. Untung saja airnya air panas, jadi mereka tidak masuk angin. Meskipun mereka harus menahan air yang rasanya seperti air mendidih itu.
"Sampai kapan kalian tetap berpejam begitu? kalian tidur?" Lyosha sudah berdiri di hadapan mereka.
Tidak ada jawaban, Lyosha jadi kesal. Digelitiki, ditampar, dicubit, ditendang bahkan dijambak pun tidak ada yang merespon. Tapi sebenarnya cuma Lysander saja sih yang diperlakukan begitu, soalnya Liana diperlakukan dengan halus oleh Lyosha.
"Jangan-jangan kalian benar-benar tertidur?" gumam Lyosha.
Lalu Lyosha memegang dada Liana dan Lysander. Lalu menghentikan aliran energi panas pada air terjun. Dan dengan tiba-tiba Lyosha mendorongkan tenaga dalamnya ke dada Liana dan Lysander. Tentunya hal tersebut membuat membludaknya energi magis mereka berdua untuk beberapa saat.
Liana dan Lysander tersadar, mereka langsung terbatuk-batuk. Sebenarnya siapa di sini yang berniat tidur itu Lyosha atau Liana dan Lysander?
Mari sudahi acara berendam ini. Sekarang Liana, Lysander, dan Lyosha sudah memegang botol kaca. Latihan utama pun dimulai.
Tentunya menggunakan botol kaca dalam latihan ini ada alasannya. Botol berbahan dasar kaca memiliki kerapatan ruang antar molekul yang lebih tinggi daripada wadah minum berbahan dasar tanah liat.
Lalu yang diperlukan hanyalah meniup botol itu sampai pecah bukan? kalau begitu maka trio L tidak perlu latihan sampai serumit itu, cukup memperkuat pernafasan saja sudah cukup. Tapi yang diperlukan sekarang adalah bagaimana udara dan kekuatan magis yang mereka miliki dapat bersatu dan mengalir dalam bentuk turbulensi. Sehingga dapat menembus botol kaca itu dengan rapi seperti ditembak dari satu arah.
Lama tentunya mereka melakukan latihan tersebut. Tidak selesai pada hari itu, dan mereka melanjutkannya dihari lain.
Berhati-hati mereka melakukan latihan tersebut, tak hanya kendala berupa tingkat kesukaran latihan. Namun waktu yang terbagi antara waktu belajar materi, waktu bekerja, dan waktu istirahat tentunya. Gigih boleh, tapi tetap harus cermat dalam melihat kondisi. Kalau mereka terlalu lelah dan drop, maka mereka akan kehilangan waktu untuk belajar materi.
Dan setelah berjuang keras, mereka beehasil menyelesaikan tantangan tersebut.
Latihan pernafasan selesai, tapi masih ada latihan-latihan lain yang sudah menanti Liana. Semangat Liana! ada banyak hal yang menantimu.
*****
Sekarang waktu menunjukkan pukul empat sore. Kebetulan semuanya sedang lenggang, belajar bersama juga sudah. Yah walapun Lyosha hanya belajar selama dua puluh menit. Itupun Lysander sudah kena jambak dan dimaki oleh Lyosha. Lyosha bilang, Lysander itu tidak becus mengajari materi pembelajaran padanya, jadinya Lyosha bukannya bertambah pintar malah jadi tambah bodoh dan pusing. Apalagi Lyosha untuk nilai hitung-manghitung dan ilmu ramuan sangatlah ambruk sekali.
"Sebentar, katanya tes masuk Tummulotary Academy tersisa empat bulan lagi. Tapi apa tanggal nya sudah diberi tahu kapan?" tanya Lyosha.
"Enam belas Maret, hanya ada satu gelombang. Karena untuk gelombang kedua dikhususkan untuk pendaftaran bagi anak-anak Non Orph," jawab Liana seraya merapikan tumpukan kertas di meja belajarnya.
"Satu gelombang saja? haha." Lyosha tertawa. Dia sudah membayangkan betapa sesak dan riuh nya pendaftaran pada hari itu.
"Pendaftarannya tidak diadakan di dalam gedung Tummulotary Academy. Melainkan di lapangan Havartz," jawab Liana. Seakan ia sudah mengetahui bayangan fikirannya Lyosha.
"Memangnya tempat itu cukup besar untuk menampung puluhan ribu pendaftar?" tanya Nenek Louvinna yang tiba-tiba ikut bergabung dalam pembicaraan.
"Hmm...entahlah Nek, tapi menurut kabar tempat itu sangat besar. Dan andaikan masih belum cukup, ada staf perlengkapan magis Tummulotary Academy yang akan memperluas cakupan wilayahnya. Lapangan Havartz dan wilayah sekitarannya kan milik pribadi Tummulotary Academy," ujar Liana.
"Lalu? untung saja bulan april, musim dingin sudah berlalu." Lysander menghela nafas lega dan memeluk Isaura.
"Jangan sentuh Isaura!" seu Liana dan merebut Isaura dari Lysander.
"Pelit sekali. Huft," Lysander mendengus.
"Sekarang kita sudah memasuki bulan Januari. Delapan puluh hari itu adalah waktu yang sebentar." Nenek Louvinna menjahit sebuah baju kecil untuk Isaura.
"Nek, baju Isaura sudah menumpuk di lemari. Untuk apa Nenek menjahit lagi?" tanya Liana heran.
"Bicara soal itu, apa kalian sudah mempersiapkan barang-barang untuk di bawa ke Tummulotary Academy?" tanya Nenek Louvinna.
Liana mengerutkan kening, Lysander menoleh ke Nenek Louvinna, dan Lyosha acuh tak acuh karena sedang fokus hendak mencekik Isaura sampai mati.
"Maksud Nenek?" Liana masih bingung.
"Tummulotary Academy memberlakukan peraturan baru. Setiap siswa-siswi yang bersekolah di sana akan tinggal di asrama sekolah." Nenek Louvinna meletakkan baju Isaura yang selesai ia jahit.
Liana melotot, tinggal di asrama berarti meninggalkan Nenek Louvinna sendirian selama berbulan-bulan. Liana tidak bisa meninggalkan Nenek Louvinna begitu saja. Ia jadi terfikir untuk mengurungkan niatnya bersekolah di sana.
"Jangan mengada-ngada," ucap Nenek Louvinna tiba-tiba. "Aku tidak mau mendengar alasan yang membuat mu tidak bersekolah di Tummulotary Academy. Bersekolah di sana adalah salah satu jalan untuk menaikkan derajat mu, serta menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan karakter. Nenek ingin kau menjadi orang yang terpandang dan berhasil di kemudian hari."
Liana diam, namun bukan berarti dia setuju begitu saja dengan ucapan Nenek Louvinna. Yang lainnya juga tidak ikut bicara, ini adalah masalah kekeluargaan antara Nenek Louvinna dan Liana.
"Dan kalian," ucap Nenek Louvinna seraya menatap tajam pada dua oranye bersaudara. "Aku tidak mau kalian tidak bersekolah di sana. Kalian bertiga harus sekolah di Tummulotary Academy. Ini semua bukan untuk Nenek, tapi untuk kebaikan kalian. Nenek tahu, kalian punya potensi yang besar. Dan Tummulotary Academy merupakan jalan bagi kalian untuk mengembangkannya."
Lysander dan Lyosha tertegun, Nenek Louvinna begitu memperhatikan masa depan mereka berdua. Padahal mereka berdua adalah orang baru dalam kehidupan beliau.
Keadaan hening, Nenek Louvinna membawa Isaura ke kamarnya. Nampaknya beliau sangar bersemangat memakaikan pakaian baru yang beliau jahit pada Isaura.
Lyosha dan Lysander melirik Liana dan terkejut. Liana kelihatan sangat sedih. Selama ini ia tidak pernah berpisah dengan Nenek Louvinna. Bukan, ia bukannya takut berpisah karena manja. Melainkan karena khawatir tidak ada yang mengurus Nenek Louvinna.
Malam datang membawa sinar rembulan yang terang. Keadaan pun nampak tenang dan damai. Setelah makan malam, Liana masuk ke kamarnya lebih awal daripada yang lain. Ia hendak merenungi sesuatu. Seluruh penghuni rumah lain heran melihat perubahan sikap Liana.