kisah ini menyeritakan seseorang gadis yang mempunyai paras cantik dan juga dengan kepintaran diatas rata-rata. Selama hampir 17 tahun ia hidup bahagia bersama dengan neneknya, hingga suatu hal terjadi dan merubah hidupnya yang penuh warna itu.
Gadis cantik itu mengerjapkan matanya berkali-kali, menyesuaikan cahaya yang masuk melalui indra penglihatannya. Ya dia adalah Athasya Van Dejhong biasa dipanggil Tasya, tetapi orang-orang terdekatnya memanggil dia dengan sebutan Aca. Tasya sejak kecil tinggal bersama dengan neneknya, hanya berdua tanpa ayah ataupun ibunya. Tapi Tasya bahagia, ia tak merasa kekurangan kasih sayang karena bagi Tasya neneknya ini sudah lebih dari segalanya yang selalu bisa menjadi ibu, ayah, bahkan sahabatnya.
Tasya tumbuh menjadi gadis yang mandiri, cantik dan pintar. Saat ini ia berada dikelas XII di salah satu sekolah yang ada didaerahnya. SMA Pelita, sekolah swasta yang biasa-biasa saja. Memang sekolah itu bukanlah sekolah elit ataupun favorit, tapi Tasya sudah sangat bahagia bisa sekolah disana di tambah ia dan neneknya tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya sekolahnya. Karena Tasya merupakan salah satu siswa yang berprestasi dan untuk itu ia mendapatkan beasiswa untuk sekolah disana. Walaupun cantik dan pintar tetapi Tasya tidak mempunyai banyak teman disekolahnya. Hal itu dikarenakan kondisi keluarga Tasya dan penampilan Tasya yang sangat mencerminkan seorang kutu buku.
Di sinilah Tasya sekarang, berdiri diantara murid-murid berseragam lengkap yang sedang mengikuti upacara bendera, Tasya berada di barisan paling depan bersama dengan Marianne. Marianne adalah salah satu siswa yang cukup populer disekolah karena kecantikannya dan juga pastinya karena orang tuanya adalah salah satu donatur disana. Tasya di hukum karena telat masuk sekolah, padahal biasanya Tasya sudah berangkat dari rumahnya pukul 06.20 dan sampai di sekolah pukul 06.40. Tapi hari ini karena satu dan lain hal Tasya menjadi telat untuk datang ke sekolah dan berakhir ia dihukum seperti itu.
Tasya berangkat ke sekolah dengan bersepeda, selain karena jarak antara rumah dan sekolahnya tidaklah terlalu jauh. Tasya juga ingin menghemat pengeluarannya, dia tidak mau terlalu membebani sang nenek jika masih harus memberikannya uang lebih untuk naik angkutan umum. Lagipula tidak ada salahnya dengan naik sepeda, itu membuatnya lebih sehat karena bisa olahraga tanpa berasa olahraga.Ia hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke sekolah dengan sepeda tuanya. Sepeda Tasya ini memanglah sepeda tua, ini pemberian neneknya saat ia masuk dan dapat beasiswa disekolahnya itu. Tapi Tasya sangat menyayangi sepedanya, karena sepeda itu dibeli dari hasil keringat neneknya yang bekerja.
Saat upacara telah selesai, hukuman Tasya dan Marianne belum usai. Ia masih harus membersihkan toilet lantai satu dan lantai dua karna suruhan pak Randi. Guru itu adalah guru olahraga baru di SMA Pelita, selain masih muda dan tampan, guru itu sangat ditakuti oleh murid-murid SMA Pelita, tak terkecuali oleh Tasya. Jadi mau tak mau Tasya harus melaksanakan hukumannya itu, walaupun hal ini bukan karena kesalahannya. Tetapi Tasya lebih memilih utuk diam dan menerimanya.
"Eh Atasya!" teriak Marianne kepadanya.
Tasya yang merasa namanya terpanggil merasa takut, apakah yang harus ia lakukan kali ini. Padahal sebisa mungkin Tasya selalu menghindari Marianne, tapi nyatanya kali ini alam tidak berpihak kepadanya karena ia harus mrnjalani hukuan bersama dengan Marianne tanpa sengaja. Karena Tasya tahu kalau membuat masalah dengan Marianne sama saja mencari masalah dalam hidupnya, karena sifat Marianne yang semena-mena itu.
"Ah, kenapa juga aku harus dihukum sama Marianne sih" pikir Tasya.
"Lo bersihin toilet di lantai satu ama dua gih! Males gua, awas aja lo nolak, bakal gua copotin ban sepeda lo! Kalo bukan karena si Randi yang nyuruh mah gua kaga mau dah. Dan satu lagi, sampe lo berani laporin gua ke si Randi abis lo ama gua!!!" ucap Marianne seenaknya sendiri.
Tasya pun hanya mengangguk mengiyakan apa yang Marianne ucapkan, menurutnya akan lebih baik jika ia sendiri yang menjalankan hukuman itu daripada harus menjalaninya bersama dengan Marianne.
Hampir 1 jam Tasya membersihkan toilet itu sendiri, hingga tanpa ia sadari pak Rendi sudah ada dibelakangnya.
"Atasya!" panggil pak Rendi kepada Tasya tiba-tiba membuat Tasya harus mengelus dadanya karena kaget.
"Iya, pak. Kenapa?" tanya Tasya sopan.
"Kenapa kamu sendiri? Mana Marianne?" tanya pak Rendi menatap Tasya tajam.
"Tadi Marianne tiba-tiba sakit perut pak, makanya saya suruh dia buat istirahat saja biar saya yang mengerjakan ini sendiri" jelas Tasya yang terpaksa berbohong demi Marianne. Ia masih ingat akan ancaman Marianne tadi, ia tidak mau jika sepeda kesayangannya itu harus dirusak gara-gara hal sepele seperti ini.
"Apa hak kamu untuk memutuskan itu?" ucap pak Rendi.
"Maksudnya pak?" tanya Tasya tidak mengerti akan apa yang diucapkan oleh guru olahraganya itu.
"Sudahlah lupakan saja!" ujar pak Rendi yang kemudian langsung pergi meninggalkan Tasya sendiri.
Melihat sikap dan perilaku pak Rendi barusan membuat Tasya bingung. Ia benar-benar tidak paham akan guru barunya itu. Sebenarnya sejak awal kedatangannya disekolah ini sudah cukup membuat seorang Atasya Van Dejhong tertarik kepadanya. Tampan, pintar, tinggi, dan semua yang ada ditubuhnya seolah memang tercipta sangat sempurna. Tapi Tasya ingat akan siapa dirinya, dan ia pun tahu kalau dirinya tidaklah secantik ataupun sekaya Marianne. Maka dari itu, Tasya selalu menepis perasaannya kepada pak Rendi. Hampir selama 17 tahun dalam hidupnya, Tasya belum pernah sama sekali memiliki seorang kekasih. Karena mereka tentu saja tidak pernah tertarik dengan penampilan Tasya yang sangat kampungan itu. Bagaimana tidak, Tasya jika berada disekolah selalu mengikat 2 rambut panjangnya dan tak lupa juga kaca mata yang terlihat sangat kuno dan tidak fasionable sekali. Sebenarnya neneknya selalu berkata kalau Tasya sangatlah cantik tapi Tasya tidak mempercayai itu karena buktinya dengan penampilannya tidak ada seorang pun laki-laki yang mau dekat dengannya. Untung saja Tasya masih mempunyai seorang teman yang sangat mengerti dirinya, Vallerie. Walaupun berbeda kelas setidaknya mereka masih berada disatu sekolah yang sama.
"Akhirnya selesai juga" ucap Tasya meneliti toilet yang ia bersihkan itu, ia tersenyum senang karena itu artinya ia bisa segera masuk kelasnya untuk mengikuti pelajaran.
Bagi Tasya membersihkan toilet seperti itu tidaklah berat sama sekali, karena selama ini ia selalu membantu neneknya untuk bekerja. Ya walaupun ia harus sering dimarahi oleh sang nenek. Setelah memastikan kalau toilet itu benar-benar bersih, barulah Tasya keluar dan berjalan kearah kelasnya.
Namun, saat berada dikelas Tasya heran karena tidak ada guru yang mengajar disana. Terlebih lagi teman-temannya sekarang sedang melakukan hal-hal yang diluar pikirannya. Bagaimana tidak, didalam kelasnya itu ada beberapa siswi perempuan yang sedang sibuk dengan make upnya dan beberapa siswa laki=laki merokok dikelas. Tapi Tasya tidak memperdulikan hal itu, karena bagi Tasya ia berada disekolah bukanlah untuk main-main. Ia pun kemudian berjalan kearah tempat duduknya dan mulai membuka buku pelajarannya, namun tiba-tiba saja saat ia sedang duduk ada seseorang yang menyiramkan segelas juice diatas kepalanya.
BYURRRR
"Apa-apaan sih kamu,,,,,,,
.
.
.
.