webnovel

Chapter 36 Kecelakaan

"Pak Wandi, terima kasih banyak ya maaf kemarin aku merepotkan bapak." Azzam menerima kunci motor dari tangan pak Wandi, kemudian dia dan Likha segera berpamitan karena hari sudah agak siang. Mereka janjian dengan pak Agus sebelum jam duabelas siang.

"Tidak apa-apa mas Azzam, kalian tenang saja. Bagaimana luka mas Azzam?" pak Wandi tidak tahu persis apa yang terjadi, tetapi yang jelas dia tahu kalau Azzam habis bertengkar. Baru kali ini dia melihat Azzam bertengkar dan berkelahi hingga babak belur seperti ini.

"Alhamdulillah pak, sudah baikan. Kami permisi dulu ya pak, Assalamu'alaikum." Azzam dan Likha meninggalkan rumah pak wandi yang sedang libur berjualan. Dia agak meriang, jadi saat Azzam mencarinya di danau tadi, pak Iwan memberitahunya agar langsung datang kerumahnya saja.

Keduanya kini sudah menuju desa Likha, mereka akan menemui pak Agus. Lalu akan segera kembali ke rumah Azzam. Jum'at ini keduanya akan menikah. Setelah satu jam perjalanan, Likha dan Azzam sudah tiba di depan rumah pak Agus. Beliau sudah menunggu kedatangan kedua remaja itu, lalu setelah beliau mempersilahkan keduanya masuk, pak Agus menyerahkan beberapa lembar berkas yang mereka butuhkan. Setelah itu, keduanya langsung berpamitan karena pak Agus akan pergi ketempat saudaranya yang sedang menggelar hajatan. Pak Agus akan ke Banten selama tiga hari dan beliau akan kembali saat hari pernikkahan Likha dan Azzam.

"Sayang, apakah kita akan kembali sekarang?" Azzam bertanya kepada Likha yang agak tertekan saat mereka menuju rumah Azzam. Likha agak merasa tidak enak dengan kedua orang tua Azzam, dia merasa sangat bersalah karena dia sampai mengandung anak Azzam disaat mereka masih sekolah. Tentu saja hal itu mengecewakan kedua orang tua Azzam, juga kedua orang tanya seandainya keduanya masih hidup.

"Mas, kita mencari tempat dulu untuk beristirahat sebentar. Aku akan menenangkan diri dulu, aku butuh persiapan untuk bertemu kedua orang tuamu. Aku merasa sangat bersalah terhadap mereka karena kesalahan kita ini, kita sudah membuat mereka kecewa mas." Likha menunduk, dia sungguh menyesal dengan semua yang telah terjadi dengan dirinya saat ini.

"Baiklah sayang, didepan ada sebuah taman. Kita akan beristirahat disana nanti." Azzam kemudian kembali melajukan motornya. Saat hampir sampai dirumahnya, Azzam membelokkan motornya ke sebuah taman yang sangat sejuk dan asri. Disini biasanya banyak sekali didatangi pasangan muda disaat sore hari, tetapi karena ini masih siang dan agak panas, tempat ini masih terlihat sepi. Keduanya kemudian menuju sebuah pohon yang sangat rindang dan duduk dibawahnya, mereka menatap kedepan mereka. Keduanya terdiam, entah apa yang mereka pikirkan saat ini.

"Mas, aku masih takut bertemu dengan kedua orang tuamu. Aku merasa mereka tidak begitu menyukaiku, tetapi aku maklum atas hal itu. Orang tua mana yang akan merasa senang saat putra mereka tiba-tiba datang dengan seorang gadis yang telah hamil. Padahal, mungkin mereka sangat menggantungkan harapannya kepadamu dan kita menghancurkannya begitu saja." Likha tertunduk, dia kemudian terisak. Dia merasa sangat berdosa kepada kedua orang tuanya. Azzam merengkuh tubuh kurus Likha kedalam pelukannya, dia juga merasakan hal yang sama.

"Sayang, tenanglah! kita akan menghadapinya bersama-sama. Mas tidak akan meninggalkanmu, kamu percaya kan?" Azzam menatap wajah pucat Likha yang terlihat sangat sedih. Dia kemudian teringat, mereka belum memakan apapun sejak pagi. Bahkan tadi ditempat pak Agus mereka menolak saat bu Agus menawari mereka makan. Azzam melihat kesekelilingnya dan menemukan seorang pedagang ketoprak, dia segera beranjak dan memesan dua porsi untuk dirinya dan Likha. Bagaimanapun, bayi diperut Likha tidak boleh kelaparan.

"Sayang, makan dulu. Kasihan bayi kita, dia butuh makanan. Lalu kita akan segera kembali setelah selesai." Azzam menyerahkan sepiring ketoprak, Likha memakannya sedikit dan kemudian meletakknannya. Dia tidak bernafsu makan sama sekali, Azzam yang melihat pemandangan ini merasa sangat prihatin. Bagaimana jika bayinya kekurangan asupan makanan dan kekurangan gizi?

"Mas, maaf... aku merasa mual. Dari pada muntah, lebih baik aku menyudahi makanku. Lumayan, meski sedikit perutku sudah terisi." sebenarnya Likha menginginkan makanan yang segar. Seperti rujak atau buah, tetapi dia tidak berani meminta kepada Azzam. Nanti saja kalau melewati penjual buah, dia akan membeli sendiri.

"Ya sudah, atau kamu mau yang lain? akan Mas carikan,bagaimana?" Azzam menatap Likha dengan tatapan penuh cinta, tetapi gadisnya itu menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau banyak merepotkan Azzam.

"Aku sudah selesai mas, kalau kamu juga sudah selesai kita bisa segera kembali sekarang." Likha kemudian berdiri, dia merapihkan pakaiannya lalu menunggu Azzam berdiri. Keduanya menghampiri tukang ketoprak. Setelah membayar, Likha dan Azzam segera meninggalkan taman. Saat Likha akan membonceng Azzam, dia melihat ada tukang rujak di seberang jalan. Lalu matanya berbinar,di kemudian meminta Azzam untuk menunggu sebentar. Likha menyeberang jalan tanpa melihat kiri dan kanan karena saking inginnya dia memakan rujak itu. Alhasil, Likha terserempet sebuah motor. Seketika tubuhnya terpental dan tergeletak dipinggir jalan. Azzam yang baru menyadari kalau Likha terserempet motor, dia berteriak histeris sehingga banyak orang yang berdatangan membantu mengangkat tubuh Likha.

Azzam melihat darah keluar dari bawah tubuh Likha, dia sangat khawatir dengan bayinya. Dia segera meminta tolong untuk membawa mereka berdua ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Azzam menelepon ayahnya untuk mengambil motornya ditaman dan memberitahu kalau dia dan Likha sedang menuju rumah sakit. Segera, Ayah Azzam pergi ke taman bersama seorang keponakannya lalu dia membawa motor Azzam pulang. Setelah itu, Ayah dan ibu Azzam menyusul kerumah sakit. Saat mereka sampai, mereka menemukan putra semata wayang mereka sedang menunggu di depan ruang UGD dengan wajah yang sangat cemas.

"Azzam, apa yang terjadi nak?" Ibu Azzam memeluk putranya. Semarah-marahnya mereka, melihat putra mereka terpuruk seperti ini keduanya juga merasa tidak tega.

"Likha bu, dia tertabrak motor. Azzam melihat banyak darah di kakinya bu, Azzam takut kami akan kehilangan bayi kami." Azzam memeluk ibunya dengan erat. Setelah beberapa saat, dokter keluar. Mereka bertiga segera menghampiri dokter dan menanyakan keadaan Likha.

"Bagaimana keadaan anak kami dokter?" Ayah Azzam memanggil Likha sebagai putrinya, hati Azzam agak menghangat. Akhirnya kedua orang tuanya luluh juga.

"Syukurlah pak, putri bapak tidak apa-apa. Hanya terjadi sedikit pendarahan, tetapi janinnya juga berhasil kami selamatkan. Hanya saja, satu minggu ini dia tidak boleh turun dari tempat tidur. Itu semua demi keselamatan bayinya. Sekarang, kami akan memindahkan pasien ke kamar rawat inap. Kalian bisa mengikuti kami." Dokter kemudin membawa Likha bersama para perawat. Setelah sampai di bangsal rawat inap, dokter kembali memeriksa keadaan Likha dan kemudian berbicara kepada Ayah dan ibu Azzam.

"Bapak, ibu, tolong jaga baik-baik putri kalian. Jangan biarkan dia tertekan dan stres. Saat dia sadar nanti, segera panggil saya dan ingat jangan biarkan dia banyak bergerak." dokter segera meninggalkan kamar Likha. Azzam segera menghampiri gadis pujaannya, dia meraih tangan Likha dan menciumnya. Sementara kedua orang tuanya melihat betapa Azzam sangat mencintai gadis ini, mereka saling menatap dan tersenyum.

"Nak, sebaiknya kamu beristrahat dulu. Biar kami yang menjaga Likha, kamu pulanglah dulu berganti baju dan tidurlah sebentar." Ibu Azzam membelai kepala putranya yang sedang menyandarkan kepalanya disisi tempat tidur Likha.

"Tapi bu, bagaimana kalau Likha bangun? dia sangat takut kepada kalian berdua. Jadi Azzam akan tetap berada disini sampai dia terbangun." Azzam kembali menciumi tangan Likha yang masih belum sadarkan diri.

"Tetapi bajumu penuh darah Zam, kamu sebaiknya berganti baju dulu. Setelah itu baru kemari lagi." Ayah yang semenjak tadi diam menyuruh Azzam untuk berganti baju, dia memang terkena darah Likha saat menggendongnya tadi.

"Lagi pula, kenapa dia takut kepada kami?" Ayah Azzam bertanya kepada putranya. Seulas senyum tersungging diwajah ayahnya dan Azzam merasa agak tenang.

"Baiklah ayah, ibu, aku pulang sebentar untuk berganti baju. Lalu aku akan segera kesini lagi, jangan lupa kalau Likha terbangun segera panggilkan dokter." Azzam mencium tangan ayah dan ibunya, kemudian dia menerima kunci mobil ayahnya. Segera Azzam meninggalkan rumah sakit, dia akan mengambilkan baju untuk Likha juga dan membelikan rujak yang diingikan calon istrinya tadi. Dia merasa bahagia karena kedua orang tuanya sudah mulai bisa menerima kehadiran Likha dan calon cucu mereka.

次の章へ