webnovel

09. Pet Shop

"Mio?"

"Ah?" Seolah terseret dalam kenyataan mata Mio membuka perlahan. Sepasang mata phoenik yang menatapnya ragu adalah hal pertama yang Mio lihat.

"Sean?" Suaranya masih serak. Mengulurkan air mineral, Sean menatap Mio kawatir. Mio tidak menolak. Langsung meminum air mineral sekali teguk hingga tersisa setengah botol air 600ml.

Sean tidak bodoh. Dia tidur nyenyak sepanjang malam. Ini adalah malam pertama dimana dia bisa tidur nyenyak tanpa mimpi sangat buruk. Atau perasaan seolah tubuhnya tersedot dan lemas. Hingga dia takut untuk tidur. Tapi semalam dia tidur begitu nyenyak. Bahkan tanpa bermimpi. Sean berpikir mungkin saja Mio mengambil mimpinya menggantikannya. Dia merasa tidak enak.

"Bermimpi buruk?"

"Ya?" Mio mengerjap. Bayangan tentang mimpi berkelibat di kepalanya. Karena wajah Sean terlalu dekat dengannya, Mio ingin menyingkirkannya. Namun saat ingin menggerakkan tangan kirinya, Mio sadar bahwa tangan mereka masih saling berpegangan.

Gugup, Mio melepaskan tangannya.

"Aku tidak bermimpi buruk." Mio gugup menjawab. Semalam karena suasana dia tidak merasakan apa-apa saat berpegangan tangan. Tapi begitu terbangun, entah kenapa Mio merasa malu.

"Lalu kamu kenapa kamu menangis dalam tidurmu?"

"Eh?" Mio mengerjap. Ketika meletakkan jari telunjuk diantara sudut matanya, Mio baru menyadari bahwa itu adalah sisa-sisa air mata.

"Aku tidak tau." Mio ingat bagaimana mimpinya. Itu mimpi yang bagus. Lalu kenapa dia menangis? Ngomong-ngomong sepertinya Mio melupakan hal. Mio mengingat-ingat apa yang salah dengan mimpinya? Tapi tidak menemukan hal apapun.

"Ngomong-ngomong kapan kamu bangun?"

"Saat kamu mengigau dan menangis."

Mio menempelkan kedua tangan di kedua pipinya ," apa suaraku sangat keras?"

"Tidak . Tapi suara babi terjepit membuatku bermimpi buruk dan terbangun."

Wajah Mio langsung gelap, " siapa yang babi?"

" kita akan segera sampai. Pasang sabuk pengamanmu dan jaket." Tanpa menjawab Sean mengalihkan perhatian.

"Ck. Ini balasanmu? Tak tau diri."

Meski Sean mendengar gerutuan Mio, dia memilih tidak menjawab. Pramugari menghampiri keduanya. Mengingatkan mereka untuk memasang sabuk pengaman dengan baik karena mereka akan segera mendarat.

"Sepertinya sudah tidak apa-apa." Mio mengamati tangannya yag semalam terasa perih dan panas. Pagi ini tangannya terlihat seperti biasa. Lalu melihat keluar jendela pesawat untuk melihat cuaca. Dia mendapatkan bahwa ini tidak lebih dari pukul enam pagi.

"Kita akan di penthouse. Aku akan menemanimu selama empat hari. Setelah itu aku akan kembali."

"Aku tau." Mio sudah mendengar dari papanya. Mio akan berada di penthouse keluarga Guan selama dua bulan. Masalah pembunuh, Itu urusan tetua Guan dan ayahnya.

Sean akan tetap melakukan rutinitas seperti biasa guna menghindari kecurigaan publik. Meski status Grace adalah calon istri, jika dilogika seorang Sean tidak bisa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai CEO di grup Guan. Ada dua ribu pekerja dibawah kendalinya yang mengantungkan hidup padanya. Dimata publik, Sean akan dicap bodoh jika mengabaikannya hanya karena 'tunangannya yang koma.'

"Akan ada pengurus rumah. Aku juga telah mempekerjakan pelatih tata krama untukmu."

"Ya?" Mio memiringkan kepalanya. Awalnya dia bingung namun kemudian wajahnya tidak terlihat baik, " maksudmu aku harus belajar tata krama?"

"Tata krama bukan hanya masalah table maner. Gaya berbusana, gaya makeup semua akan kamu pelajari."

"Untuk apa aku melakukan itu semua?"

"Kamu tunanganku."

"Pura-pura!" Mio memgoreksi. Sean menoleh pada Mio.

"Tapi lamaran keluarga adalah nyata. Sulit untuk membatalkan. Bagi kita, sebaiknya mempersiapkan diri agar kamu tidak mempermalukan diri dihadapan sosial keluarga Guan."

"Apa maksudnya itu? Aku memiliki pekerjaan baik. Dan kita sudah sepakat bahwa kita akan saling menguntungkan. Aku tidak suka dipaksa."

Mio terlahir dibawah kasih sayang penuh kakeknya di masa kanak-kanak. Dimanjakan oleh ayahnya. Memiliki adik yang memyenangkan. Memiliki teman yang...oke, lupakan masalah teman . Karena Mio tidak memilikinya. Tapi selain dari itu Mio menikmati hidup bebasnya. Dan sekarang seorang yang baru dikenalnya akan mengaturnya? Jangan bercanda!

Karena Sean tidak lagi menanggapi , Mio tidak berkeinginan mengejar. Beberapa saat kemudiam Philip masuk disaat pesawat baru saja mendarat. Philip sudah berganti pakaian. Meski terlihat memakai jas yamg sama, namun kemeja yang dipakainya telah berganti.

Mengamati dari dekat, Philip merasakan aura tidak mengenakan dari keduanya. Philip merenung, semalam mereka baik-baik saja. Bahkan Philip sempat ingin segera menghubungi kakek Guan guna melaporkan berita bahagia bajwa tuan muda mereka tidur! Demi Tuhan tuan muda tidur! Philip bahkan beberapa kali terbangun hanya untuk mengecek Sean apakah dia terbangun atau tidak. Dan hasilnya, Philip bahkan merasa dirinya sangat tolol karena seperti seorang ibu yang menengok bayinya. Sean tidur nyenyak. Dan dia justru bermata panda karena sering bangun hanya untuk mengecek.

Melihat bagaimana Mio dan Sean berpegangan tangan, meski Philip merasa mereka terlalu cepat bahkan setelah kematian nona Grace, tapi Philip tetap senang. Sean lebih tidak bisa tidur dengan baik setelah kematian Grace. Jadi melihatnya tidur nyenyak Philip sangat bahagia. Bagaimanapun temperamen manusia ketika kurang tidur adalah yag terburuk!

Jadi apa yang terjadi pagi ini?

Merasakan udara di dalam tidak enak, Phipip ragu-ragu untuk menyapa keduanya.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Oh!" Philip terkejut sesaat sebelum berhasil pulih.

"Saya sudah menghubungi driver. Mungkin kita akan menunggu setengah jam untuk dijemput. Karena masalah cuaca, mereka tidak bisa menjemput tepat waktu."

"Tidak apa. Kita akan sarapan di kafe bandara dulu."

"Ya CEO." Philip melirik Mio, mendapati gadis itu tengah merapikan tas miliknya. Lalu tanpa berkata-kata Mio berdiri.

"Kamu menghalangi jalan." Mio memandangi Sean yang masih duduk.

"Kita akan sarapan dulu."

"Aku tidak lapar. Aku ingin langsung ke penthouse."

"Kalaupun kamu keluar terlebih dahulu, kamu tidak akan tau tujuan kita."

"Aku bisa bertanya."

"Philip tidak akan menjawab."

"Maaf. Tapi aku akan bertanya pada sosok setia pengikut Philip. Bukan dia atau kami."

Jeng....

Ucapan terakhir Mio berhasil membungkam tidak hanya Sean melainkan Philip juga. Lebih seramnya lagi, setelah mengucapkan hal itu, seolah itu nyata Mio menatap ruang kosong dibelakang Philip lalu berkata dengan tulus,

"Paman, bisa kamu membawaku ke penthouse Guan? Paman pasti tau."

Jika Sean langsung berwajah pucat, maka Philip lebih seperti patung hidup. Seperti besi yang berputar, Philip menengok pelan-pelan kebelakang. Bulu kuduknya merinding. Paman? Mengikutinya? Aih ... Philip merasa dia hampir mati ketakutan. Keistimewaan Mio telah diketahui oleh Philip. Jadi bagaimana tidak takut?

"Anu ...nona, apakah kamu bercanda?"

Mio memiringkan kepalanya, " bercanda? Aku tidak bercanda. Sosok dibelakangmu adalah sosok paman berambut putih dengan mata tajam, kumis tipis , pakaian klasik kepala pelayan. Dan wajahnya...mari kita lupakan itu."

Ketika Mio berbicara, Otak Philip langsung tertuju pada sosok dilukisan tua keluarga Guan. Sosok seperti gambaran Mio, itu seolah mirip dengan sosok tuan Gilbert kepala pelayan pada tahun 1936 dimana keluarga Guan baru merintis sebagai pendatang baru di dunia fashion. Tubuh Philip mendadak dingin. Lalu dengan penuh keberanian dan rasa penasaran, Philip memilih untuk bertanya.

"Anu nona, bisa kamu tanyakan siapa namanya?"

Seolah Mio sudah tahu sebelumnya. Dia menjawab tanpa butuh waktu.

"GILBERT."

Dong!

Badan Philip lemas seketika. Nona, bisakah kamu tidak terlalu jujur? Philip menangis dalam hati.

***

"Apa yang mau kamu makan?" Sean menggeser menu mendekati Mio.

"Hmp!" Mio memalingkan muka. Namun berbeda dengan kecepatan tangannya mengambil menu dengan baik.

Setelah konfortasi sebelum turun dari pesawat, karena bujukan Sean dan terlebih bahwa 'tuan Gilbert' yang mengikuti Philip adalah pelayan setia Guan. Dia bahkan tidak mau menjawab Mio sama sekali karena Sean tampak tidak menyetujuinya.Gilbert bukanlah hantu atau roh. Dia hanyalah serpihan jiwa dari keinginan kuat dan kesetiaan mendalam hati seseorang pada junjungannya. Setiap jiwa memiliki serpihan keinginan yang akan tertinggal di dunia setelah dia meninggal. Itu akan menghilang seiring waktu dan berkurangnya keinginannya. Misal, ada serpihan seorang ibu yang meninggal ketika anaknya masih bayi. Biasanya serpihan itu akan menemani bayi tersebut dan akan menghilang setelah bayinya beranjak balita. Dan Gilbert adalah termasuk contoh serpihan yang kuat. Dia bahkan bisa bertahan hingga generasi Guan sampai saat ini. Meski wajahnya sudah tidak berwujud, hanya ada sepasang mata dan kumis dan bibir nyaria pecah-pecah, tapi kesetiannya yang kuat membuatnya masih tertinggal di dunia ini.

"Salad, sandwich, orange jus, asparagus. Aku mau itu semua."

"Baik." Sean sudah mengerti nafsu makan Mio yang sangat baik. Jadi dia tidak berkomentar.

Menoleh pada pelayan yang menunggu, Sean memesan makanan dalam bahasa inggris, " we order two sandwich, two salad , orange juice, and one of black coffe with a lil creamer."

"two sandwich, two salad , orange juice, and one of black coffe with a lil creamer. Is it right Mr?"

"Yes."

"Oke, please wait ten minunes sir."

Setelah mengulang pesanan, pelayan itu kembali ke pantri. untuk membuatkan pesanan mereka.

"Aku tidak menyangka kamu bisa berbicara dengan aksen britis." Mio menatap Sean penuh rasa iri. Mio sangat menyukai gaya bicara orang inggris. Sangat anggun dan terdidik. Namun betapapun Mio belajar, Mio hanya bisa fasih berbahasa inggris. Tidak dengan nada Britis seperti Sean.

Sean menaikkan alisnya. Sepertinya suasana hati Mio sudah membaik.

"Aku berada di Inggris satu tahun saat masa kuliah sebagai pertukaran pelajar."

"Cih." Mata Mio menunjukkan kecemburuan yang berlebihan. Entah kenapa dunia Sean membuat Mio merasa dia hidup selama ini dengan buruk. Satu tahun katanya? Mio bahkan mengambil les privat tiga tahun pada masa kuliah namun dia masih gagal mengambil aksen itu.

"Setelah ini aku akan mampir ke pet shop. Kamu ikut atau menunggu di mobil."

"Kamu mau membeli hewan?"

"Makanan."

"Kamu punya peliharaan?" Kali ini Mio membulatkan mata penasaran.

"Seekor kucing persia mesir."

" milikmu?" Seolah tidak percaya seorang sekaku Sean memiliki peliharaan, Mio masih bertanya memastikan. Sayang kali ini Sean tidak mau lagi menjawabnya. Membuat Mio berdecak kesal. Tepat sepuluh menit pesanan mereka diantar ke meja mereka. Mio menikmati sarapannya dengan baik. Ketika dia menyuapkan potongan terakhir sandwich, Mio melihat sekelilingnya.

"Apa yang kamu cari?" Sean bertanya.

"Dimana pengawalmu dan Philip?"

"Sarapan."

Jawaban pendek Sean tidak memuaskan hasrat penasaran Mio, " dimana?"

"Kenapa kamu bertanya?"

"Aku hanya penasaran saja. Bukankah mereka seharusnya makan bersama kita?"

"Kenapa harus?"

"Kenapa tidak?" Mio balik bertanya.

"Tidak ada alasan."

Dan jawaban Sean berhasil membungkam Mio. Mio hampir saja mati kesal. Kenapa lelaki didepannya begitu menyebalkan? Setiap ucapannya selalu dapat membuat orang tidak bisa berkata-kata. Mio yakin Grace adalah gadis yang sangat sabar. Karena berhasil menghadapi mahluk seperti Sean.

"Cepat habiskan sarapanmu. Lima menit lagi supir datang menjemput." Sean mengelap mulutnya. Dia sudah menyelesaikan sarapannya. Melihat meja Mio, masiha ada asparagus yang belum tersentuh.

"Iya..iya...aku akan makan dengan cepat. Ini hanya sup. Ah...aku merindukan nasi."

Sean mengerutkan kening mendengar ucapan Mio. Bahka dengan tiga piring sarapan gadis itu masih mengeluh?

***

Supir datang tepat waktu. Mio duduk di belakang bersama Mio. Sedangkan dibelakang mobil mereka, ada satu mobil yang ditumpangi Philip dan para pengawal yang membuntuti mobil mereka. Sesuai rencana, sebelum pergi ke penthouse, mobil berhenti di pet shop. Awalnya Mio enggan ikut. Mio tidak pernah memiliki ketertarikan pada binatang berbulu. Dia hanya menyukai kura-kura dan ikan. Karena keluarganya melarang memelihara hewan berdarah panas dirumah, Mio menjadi puas pada hewan berdarah dingin itu. Tapi ketika melihat bahwa itu pet shop sangat mewah dan imut, Mio langsung membuntuti Sean begitu mobil berhenti.

"Sean, apa jenis kelamis kucing itu?"

"betina."

"Pita ini cantik! Beli ini!" Mio langsung memasukkan pita berwarna merah polkadot kedalam keranjang belanjaan yang sudah berisi sepulub kaleng tuna kering.

"Sean, baju ini lucu! Beli ya!" Mio kembali memasukkan kedalam tas belanja.

" Sean..."

"Sean..."

"Sean..."

Hingga keranjang belanjaan menggunung, Sean akhirnya membuka suara.

"Berhenti mengambil atau kita akan terlambat pulang."

"Eh...kenapa? Dasi ini sangat imut! Kudengar Kucing persia mesir memiliki mata biru safir yang cantik dan bulu lebat lembut. Ini akan sangat cantik dengannya."

"Kamu sudah memasukkan hal-hal itu melebihi batas." Jawab Sean.

Mio melihat keranjang di tangan Sean. Dia sedikit terkejut bahwa dia terlihat seperti fanatik dibandingkan dengan Sean yang notabenya adalah pemilik kucing. Kenapa Sèan tidak mengingatkannya?

"He-he...oke aku berhenti. Ini kan demi kebaikan kucingmu."

Sean tidak menjawab langsung berbalik menuju mesin kasir. Saat kasir mengeluarkan barang-barang, Mio masih berkeliaran. Kali ini dia melihat-lihat binatang laut yang terpajang di akuarium. Mata Sean melihat kearah dimana Mio tengah berjongkok dengan bibir menirukan mulut ikan. Tidak sadar sudut bibir Sean terangkat.

"Semuanya 400 dollar." Kata kasir dengan bahasa inggris

"Tunggu sebentar." Sean berjalan menuju Mio. Mendekati gadis itu Sean menunjuk pada ikan yang berenang di di depan Mio. Itu adalah gerombolan neon tetra dengan warna hidup di gelapnya akuarium. Seolah memiliki cahaya berwarna warni. Itu sangat cantik.

"Kamu menyukainya?"

"En."

"Mau membelinya?"

Mio mendongak, "tidak. Ikan sulit dibawa kemana-mana. Lagipula aku hanya sebentar disini neon tetra juga mahal. Aku tidak perlu itu."

Lalu mata Mio mengamati kura-kura kecil berwarna hijau yang berenang diantara rumput laut akuarium. Mata Mio memancarkan binar bahagia. Sean dapat melihat hal itu. Lama Mio mengamati sepasang kura-kura, Mio akhirnya sadar bahwa mungkin dia terlalu lama.

"Apa kamu sudah selesai membayar?"

"Ya. Sebaiknya kamu masuk mobil terlebih dahulu. Aku akan menyusul."

"Kenapa tidak bersama?"

"Kamu memiliki wajah jetlag. Tidurlah dimobil."

"Oh benarkah?" Mio memegangi kedua pipinya. Dia memang merasa lelah. Tapi apakah wajahnya memiliki mata panda?

"Oke aku akan masuk mobil dulu."

Sean mengamati Mio yang keluar hingga masuk kedalam mobil. Lalu dia memanggil penjaga toko.

"Saya pesan dua dari itu dan sediakan akuarium kecil komplit untuknya." Ucap Sean sambil menunjuk pada sepasang kura-kura kecil di dalam akuarium besar.

"Masukkan tagihan pada belanjaku tadi."

"Baik tuan."

"Anda membeli kura-kura itu Ceo?" Philip muncul dibelakang Sean.

"Saya kira Miss Han membenci hewan laut?"

Oh? Oke, Sean baru mengingat hal itu sekarang.

"Tidak apa. Miss Han harus belajar sosialisasi."

"Ya?" Philip melongo. Hewan darat berdarah panas harus bersosialisasi dengan hewan laut yang merupakan makanannya? Philip tidak mengerti jalan pikiran tuan mudanya. Sungguh!

"Bawakan semua ke mobilmu."

"Baik CEO."

Sudahlah, Philip merasa dia tidak perlu mempertanyakan hal ini pada Tuan mudanya. IQ tinggi cenderung memiliki pemikiran yang berbeda. Seolah Philip berpositive thingking.

***

次の章へ