webnovel

Chapter 14: F Grade Hunting

Oleh: Manggala Kaukseya

"Ghanimah buat perisai yang cukup kuat untuk melindungi kita ber-7."

"Tapi Dakruo—"

"SEKARANG!"

Aku melengking nyaring, tentu saja ini membuat gadis itu tersentak kaget, tapi aku tak punya waktu untuk beragumen apapun itu di tengah medan tempur seperti ini.

"Bernaung di antara rintihan angin"

"Berdiam di antara dinding tak berwarna"

"Bermandikan cahaya tanpa setetes air"

"Berlindung dalam rumah tak berkamar."

Dengan penuh desakan dirinya membaca mantra.

[Sihir Es]

[Tingkat 6]

"(Rumah Kaca Es)"

"Fortia Glasisfui!"

Kabut putih pun mengelilingi kami, membekukan tiap uap dan embun yang berkeliaran di seisi area pertempuran.

Empat dinding es transparan berdiri tegak menutupi tiap sisi kami berdiri, membentuk lantai yang dingin, bersama atap dua sisi yang membiarkan cahaya Mentari tuk masuk ke dalam.

"Ini cukup…?"

Ghanimah menciut, suaranya terdengar lemah, menggambarkan dengan jelas rasa takutnya.

Aku jadi agak kasian membentak gadis es ini, dia jelas tak memiliki satu pun pengalaman di medan pertempuran. Tapi momen-momen semacam ini lah yang perlu dia dapatkan agar bisa tetap bertahan di Dunia baru dengan hukum bunuh-membunuhnya.

"Ah, ini lebih dari cukup. Aku juga mengapresiasi kamu membuat dinding-dinding ini transparan sehingga kita bisa tetap mengamati Dakutan di sana."

". . ."

Ia terdiam seraya menatap ke arahku.

"Tak perlu khawatir soal Dakruo, dia orang terakhir yang perlu dirimu khawatirkan akan tumbang di antara kita. Dia juga mampu mendengar diskusi kita melalui logam yang diberikan Melati barusan, tidakkah begitu Dakruo?"

"Tentu saja, tuan."

Raksasa itu lekas menjawab melalui logam komunikasi, dengan badannya yang terlihat masih menahan Dakutan begitu kuatnya.

"Well Mang… jadinye mo gimana?"

Tanya bang Asger. Keadaan kami saat ini tengah teramat statis, dengan kedua kubu tertahan untuk menyerang.

"Hmm aku juga lagi mikir ini, bang. Tujuan utama aku ngajak kita misi hari ini itu untuk belajar secara langsung soal Taanji."

"Terus?"

"Jika aku boleh jujur Dakutan ini cukup lemah, bahkan salah satu dari aku, Devan ataupun dirimu mungkin bisa menghabisinya seorang diri."

Jelasku. Walau serangannya sebenarnya cukup kuat untuk merusak keseimbangan perisai Ghanimah.

"Eh!? Makhluk besar itu? Selemah itu?"

Ghanimah tampak kian terkejut mendengar pernyataanku.

"Bukan seperti itu kak Imah…"

Lalita hendak menjawab kebingungannya.

"Hah? Terus gimana?"

"Dakutan bukannya tak seberdaya itu, hanya saja DPS kita yang… terlampau kuat."

Keringat menetes perlahan dari kening Lalita.

Di sisi lain, aku bisa melihat tubuh Ghanimah merinding sesaat mendengarnya.

"Kita adalah tim terbaik di Guild, organisasi pasukan elite yang diisi oleh orang-orang berprestasi, kuyakin Ilmuan pintar seperti dirimu cukup mampu untuk menyadari hal ini."

Tambahku.

"Itu…"

Kurasa bahkan Ghanimah bisa sadar akan hal ini.

"Yaudeh… gimana? Mau kita main-mainin aja itu Taanji?"

Sebenarnya cukup konyol mendengar kalimat itu keluar dari mulut bang Asger, tapi aku agak setuju dengan ide kekanakannya.

"Hmm, bagaimana kalau kita lawan tanpa pakai keterampilan sama sekali, kecuali untuk Ghanimah dan teh Sena tentunya, aku ingin pembelajaran kita berjalan aman."

"Terdengar baik, kuy kita lets go!"

Semua lekas saling menatap kian mengangguk setuju.

Ghanimah lalu mematikan rumah kacanya, dan tiap-tiap dari kami mulai berpencar dengan senjata yang telah siap untuk menelan mangsanya.

"Dakruo, lepas aggro!"

"Dimengerti."

Dakruo pun melepas aggro Dakutan, dan monster itu segera berhenti menaruh fokus pada tank kami.

Sesaat setelahnya, matanya langsung dengan cepat terarah kepadaku. Kurasa ia menganggap diriku sebagai ancaman terbesarnya. Adakah sesuatu yang memancar dariku dan membuatnya merasa risih?

Tanpa basa-basi ia berlari dengan kiat beratnya layaknya banteng yang hendak menyeruduk lawannya. Aku yakin aku akan baik-baik saja jika tertabrak, tapi aku tak yakin rasa sakitnya akan nikmat untuk dicerna.

"Salawaku!"

Cincin di tangan kiri ku pun berubah menjadi sebuah perisai tungsten yang biasa digunakan para Santi Waraney untuk pertarungan jarak dekat.

Bagai kereta lepas yang tak tahu caranya berhenti, monster itu dengan ganasnya menabrakkan kepala besarnya ke arahku. Sekuat tenaga kutahan dirinya dengan perisai ini, hanya saja tenaganya... cukup kuat untuk membuatku melompat cukup jauh dari posisiku berpijak.

Di tengah tabrakan itu, Lalita pun melompat kian tingginya ke atas tubuh Dakutan, dan dari udara ia menembakkan puluhan peluru dari pistol kupu-kupunya.

*RAAAGH!*

Monster itu merintih, menggelegarkan suara yang luar biasa lantang. Manjanya...

Sementara itu bang Asger dan Seija berlari dari belakang dengan tombak mereka yang siap menusuk tubuh besar itu. Karena rasa 'sakit' yang diberikan Lalita, Dakutan cukup sadar akan kehadiran kedua Vhisawi yang hendak menerjangnya.

*Wush!*

Dengan galak ia mengayunkan ekornya.

Tapi amat disayangkan untuk dirinya, keduanya bisa dengan mudah menghindarinya, dan lekas menancapkan tombak mereka pada belakang tubuhnya.

*Tap* *Tap*

Kami terus menerus menyerang dan menghindari serangannya, tanpa sama sekali menggunakan elemen kami.

Seperti yang sudah aku perkirakan, Dakutan terlalu lemah untuk orang-orang yang berada di tim kami, atau... mungkinkah tim lainnya juga tak akan mengalami kesulitan melawannya? Kami kan organisasi elite.

Tapi di antara kekacauan yang tengah terjadi, Ghanimah yang saat itu berdiri bersama teh Senaria tersadar kalau ada satu dari DPS kami yang sama sekali tidak menyerang Dakutan.

"Van? Kok kamu gak ikutan?"

"Kalau aku ikutan nanti rencana Manggala akan kacau semua."

Jawab Devan dengan mata masih terfokus pada pertempuran kami.

"Hah? Kenapa memangnya?"

"Ada alasan mengapa Istinggar Waraney dikategorikan sebagai 'Burst DPS' Imah…"

Di tengah penyerangan kami, Dakutan mendadak mulai melakukan hal yang sama layaknya sebelumnya. Tubuh serta tanah yang ada di sekitarnya gemetar hebat.

"Mundur!"

Sorakku.

Tiap anggota yang menyerang Dakutan saat itu seketika menarik diri mereka dan berhenti menyerang.

"Ghanimah, perisai!"

"Oke!"

[Serbuan Duri Tanah]

Sama seperti sebelumnya, si gadis es membentuk 7 perisai yang melindungi tiap-tiap dari kami kecuali Dakruo tentunya. Jika saja ia membuat perisai untuk Dakruo juga, aku jujur pasti akan menceramahinya malam ini.

"Baiklah, lanjut DPS!"

Sama seperti sebelumnya, kami meneruskan penyerangan kami selagi menghindari serangan-serangan fisik yang dilakukan monster besar itu, seraya berfokus menunggu keterampilan selanjutnya yang akan ia keluarkan.

*!!!*

Kali ini ia tak membuat tubuh dan tanah bergetar, tapi kepalanya yang bergetar kuat. Mulut dan matanya mengeluarkan cahaya kecoklatan yang bergema-gema, ia hendak mengeluarkan sesuatu dari mulut besar itu.

Apapun yang akan menerjang, aku tak yakin kesemua anggota tim ini mampu menerimanya tanpa terluka parah, apalagi Ghanimah yang merupakan seorang Ilmuan.

"Dakruo, Aggro!"

"Dimengerti."

Begitu mendengar suaraku, Dakruo langsung melompat ke arah Dakutan dan menarik keras perhatiannya.

"Yang lain ikut aku!"

Selagi aggro monster itu tertarik, aku menggiring anggota lainnya untuk bergerak menuju sisi belakang Dakutan.

[Semburan Energi Tanah]

Cahaya coklat kian terangnya terpancar keluar dari mulut Dakutan, menembakkan energi tanah yang luar biasa kerasnya pada Dakruo. Tapi tentu saja, selain tubuh dan zirahnya yang kuat, Dakruo juga merupakan manusia berelemen tanah, jadi keterampilan itu hampir tak berefek kepadanya.

"Oke Dakruo, lepas Aggro!"

Sekali lagi, kami pun lanjut menyerang Dakutan sembari menunggu ia mengeluarkan keterampilan selanjutnya.

Keterampilan ketiga nampaknya akan ia tampilkan, dan kali ini seisi area pertempuran bergetar karena kekuatannya. Tanah menjadi tak beraturan dan mulai retak pada tiap bagiannya.

"Ah ini mungkin akan berbahaya… semuanya, berkumpul pada Ghanimah! Sementara itu Dakruo, menyelamlah!"

Ke-7 anggota pun berlari dan berkumpul berdekatan pada tempat Ghanimah berpijak.

"Ghanimah, gunakan rumah kaca sekali lagi!"

"Baiklah!"

[Tanah Longsor]

Seketika tanah dan segala tempat berpijak di sana hancur dan berhamburan ke mana-mana, meski begitu, ke-7 anggota telah aman berada di dalam rumah kaca yang dibentuk Ghanimah.

*Grughhrr!*

Tanah melongsor ke segala arah, seisi medan tempur digenangi oleh lumpur keras yang melahap apapun yang ada di wilayahnya. Jika saja kami berada di antara mereka, mungkin tubuh ini sudah remuk tak beraturan.

"Mantab! Lanjut DPS!"

DPS itu istilah yang berkepanjangan "Damage Per Second" yang dalam hal ini bermaksud pada kegiatan memberikan kerusakan pada musuh secara terus menerus. Istilah ini dipake sama Guild semenjak kebanyakan sistem, kode dan istilah mereka berasal dari Buana Yang Telah sirna

PolarMuttaqincreators' thoughts
次の章へ