webnovel

Bab 28

Walau takut Qia berdiri di hadapan Kenan, tangannya terulur untuk menarik kepala Kenan dan menyandarkannya ke tubuhnya. Qia memeluk kepala Kenan yang berada di perutnya karena posisi Qia yang berdiri. "Semua akan baik-baik saja, kakak sudah melakukan yang terbaik," ucap Qia dengan suara lembut yang menenangkan hati.

Perlahan tangan Kenan terangkat untuk memeluk pinggang Qia, tetapi suara panggilan Raka dari luar membuatnya mendorong kuat Qia hingga Qia jatuh terduduk. Tanpa berkata apa-apa, Kenan berdiri dari duduknya dan berjalan keluar begitu saja tanpa membantu Qia.

Qia memejamkam matanya melihat tingkah Kenan. "Apakah dia cemburu?" tanyanya dalam hati. Jika Kenan benar cemburu, sudahlah, tingkah menyebalkan Kenan akan keluar. Seperti saat ini, tanpa berkata apa-apa dia pergi begitu saja. Bahkan setelah membuat Qia terjatuh.

Qia bangun kemudian menepuk pantatnya membersihkan debu yang mungkin menempel. Ia berjalan keluar dengan raut wajah kesalnya. Namun, saat sampai di ruang makan, wajah cerilah yang ia tampilkan. "Wah, Qi. Masakan kamu enak juga," puji Raka seraya menatap Qia sebelum ia kembali menyuapkan nasi gorengnya.

Qia hanya tersenyum saja menanggapi pujian dari Raka. Kenan hanya menatap datar saja tidak berekspresi sama sekali atas pujian Raka pada Qia. Qia pun duduk di sebelah Raka, padahal jika dari arah kamar tadi kursi paling dekat adalah kurasi sebelah Kenan tetapi, Qia memilih sedikit berputar dan duduk di samping Raka. Ia malas berdekatan dengan Kenan, karena tidak mau jantungnya berdetak tidak karuan jika di samping Kenan.

Qia memang sudah mengiyakan jika dirinya dan Kenan belum berpisah. Namun, ia tidak mau semudah itu takluk pada Kenan. Dulu semasa SMA, ia mungkin akan menurut saja, tetapi kali ini tidak akan. Kenan menghilang begitu saja tanpa kabar, kali pertama mereka bertemu pun Kenan melupakannya.

Sekarang, tiba-tiba saja Kenan memaksanya untuk menerima kehadirannya. Enak saja dia, Qia tidak akan luluh semudah itu. Qia yang sekarang berbeda dengan Qia yang dulu. Qia sengaja mengambilkan lauk untuk Raka ketika ia mengambil lauk untuk dirinya sendiri. Kenan masih memasang wajah datarnya tetapi ia bisa melihat seberapa kuat gengaman tangan Kenan di sendok yang ia pegang.

Selesai makan, Qia membereskan meja makan sedangkan Raka membantu meletakkan beberapa lauk ke dalam lemari makan. Ia membantu Qia mencuci piring sedangkan Kenan pergi ke ruang tv. Ia hanya duduk dan memandang televisi yang menyala tetapi pikirannya melayang entah kemana. Selesai mencuci piring, Raka meminta Qia untuk membawa cemilan ke ruang tv. Ia akan membuatkan minum untuk mereka bertiga.

Raka membuatkan teh untuk mereka bertiga. Qia tadi sudah menawarkan diri untuk membuat minum, sayangnya Raka tidak mau dan meminta Qia membawa cemilan ke ruang televisi. Qia duduk di sebalah Kenan agak jauh memang hanya saja rasanya begitu canggung. Apalagi raut wajah dingin Kenan membuatnya takut. "Bisa tidak, kamu tidak tersenyum dengan orang lain," ucap Kenan tiba-tiba membuat Qia kini menoleh ke arah Kenan.

"Senyum itu ibadah!" jawab Qia datar sambil mengambil cemilan yang ia letakkan di atas meja.

"Ibadah atau caper?" tanya Kenan dengan nada menyindir dan matanya tetap fokus ke depan.

"Apaan, sih, kak. Siapa juga yang caper!" ketus Qia memakan cemilannya dengan cepat. Kenan benar-benar tidak berubah, apa salahnya ia tersenyum dengan orang lain. Hanya masalah senyum saja sudah di sebut caper.

Tidak lama Raka datang membawa nampan berisi tiga gelas teh hangat. Ia meletakkan nampan di atas meja kemudian duduk di samping Kenan membuat Kenan yang tadinya ada di ujung sofa harus menggeser duduknya menjadi di tengah dan menyenggol Qia. "Ka, di sana masih ada sofa!" tunjuk Kenan pada singgle sofa yang kosong dengan nada kesal.

"Ya, udah, sih. Sofa ini cukup juga, untuk bertiga!" jawab Raka dengan malas.

Kenan hanya mendengkus kesal. Qia pun yang mengerti jika saat ini Kenan sedang dalam mode kesal memilih pindah ke single sofa membuat Raka menoleh ke arahnya sedangkan Kenan hanya melirik sekilas tanpa mau menoleh.

"Ngapain pindah, Qi. Omongan Kenan enggak usah di dengerin," ucap Raka.

"Enggak, apa-apa, bang. Aku di sini saja," jawab Qia seraya tersenyum.

Kenan memutar malas bola matanya melihat Qia yang lagi-lagi tersenyum. Hal itu membuat Raka menatap aneh Kenan. Baru kali ini ia melihat Kenan memutar kedua bola matanya sambil menatap seorang wanita. Biasanya Kenan memandang wanita dengan tatapan datar dan dinginnya. Raka menatap Qia, wajah cantik terkesan imut dan juga terlihat polos itu memang membuat dirinya saja tertarik. Mungkin saja, wajah Qia juga bisa membuat Kenan tertarik.

Qia meminum tehnya sambil di tiup karena panas. "Jadi, apa kamu besok sudah bisa masuk bekerja?" tanya Raka memecah keheningan di antara mereka bertiga.

Qia menoleh ke arah Raka sambil meletakkan gelas tehnya. "Bisa, pak," jawab Qia singkat.

"Tapi ... " Qia menatap ke arah Kenan yang membuat Raka menoleh ke arah Kenan.

"Ah, masalah Kenan, dia setuju saja jika kamu kembali bekerja di kantor," ucap Raka yang mengerti maksud perkataan Qia.

"Apa, benar, pak?" tanya Qia takut-takut.

"Hum," jawab Kenan yang hanya bergumam.

"Terimakasih, pak atas kesempatan yang bapak kasih. Saya akan bekerja dengan baik dan kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi," ujarnya seraya tersenyum.

"Ya," jawab Kenan dengan malas.

Qia tiba-tiba merasakan kantuk yang begitu berat. Ia menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan rasa kantuknya. Qia yang tidak bisa menahan rasa kantuknya akhirnya memejamkan matanya dan tidur dengan kepala yang bersandar di pegangan sofa. Kenan mengernyitkan dahinya melihat Qia yang tiba-tiba saja tertidur.

Kini ia menoleh ke arah Raka yang terlihat begitu santai. "Apa kamu memberikan obat tidur di tehnya?" tanya Kenan dengan wajah curiganya.

"Hum," jawab Rak dengan santainya. Ia memakan cemilan sambil melihat tayangan televisi yang ada di hadapannya.

"Kenapa?"

"Aku pindahin dia dulu, " ucap Raka seraya berdiri kemudian ia mengambil tisu untuk melap tangannya. Ia berjalan ke arah Qia dan akan mengangkat tubuh Qia.

"Biarkan dia yang tidur di sofa. Aku tidak mau tidur di sofa," ucap Kenan membuat Raka menatapnya.

Raka tersenyum penuh arti, Kenan yang mengerti arti dari tatapan Raka. Itu tatapan jika ia menginginkan sesuatu. "Apa?" tanyanya ketus.

"Apa kamu tidak merindukanku?" tanya Raka seraya tersenyum dan ia sudah berdiri tegap.

"Aku lelah, ingin istirahat. Rebahkan saja dia di sofa ini," ucap Kenan yang sudah berdiri dari duduknya.

Kenan akan melangkahkan kakinya untuk segera pergi kekamar, tetapi langkahnya terhenti kala Raka memegang pergelangan tangannya. Raka berjalan mendekat ke Kenan kemudian tangannya melingkar di pinggang Kenan ketika ia sudah berdiri tepat di belakang tubuh kekasihnya itu.

"Aku merindukanmu," bisiknya begitu lembut di telinga Kenan membuat Kenan hanya mampu menghentikan napasnya.

次の章へ