Setelah selesai mandi aku dan Andra ke restoran hotel, breakfast. Aku tidak mengajak Satria. Biarkan saja 9rang kurang ajar itu makan sendirian. Siapa suruh punya mulut nggak dijaga. Nggak disekolahin. Aku masih kesal saja mengingat kejadian itu.
Aneka menu breakfast sedikit mengalihkan pikiranku. Wah, ini seperti surganya makanan. Breakfast konsep buffet dengan banyak aneka menu benar-benar membuatku bahagia. Dari makanan tradisional hingga western ada. Jadilah aku sarapan dengan berbagai hidangan menu. Mejaku hampir penuh semua makanan. Andra sampai geleng-geleng kepala melihatnya. Ada kwetiau goreng, ommelet, bubur candil lengkap, croissants, pie stroberi, danish, sup jagung, jus apel, teh dan susu.
"Kamu serius mau habisin ini semua, Rea?" tanya Andra melotot. Dia sendiri hanya sarapan scramble egg dan jus wortel. Ih, makanan apa itu.
"Ya dongs. Lagian, aku ambilnya juga cuma dikit-dikit."
"Waah! Makanannya banyak sekali, pasti kamu juga mengambilkannya, untukku. Terima kasih ya, Sayang."
Cup!
Sebuah ciuman mendarat di pelipisku bersamaan dengan duduknya seseorang yang tiba-tiba saja ngomong nggak jelas. Aku menoleh cepat ke sebelah dan kudapati cengiran Satria yang dengan seenak jidat sendiri meminum tehku. Apa-apaan ini?!
"Bang, itu teh aku! Ambil sendiri dong kalo mau." Aku mendelik.
"Rea, ini banyak banget. Kamu nggak akan habis." Satria hendak mengambil piring kwetiauku. Namun, tangannya segera aku pukul.
"Ambil sendiri kubilang!"
"Rea, makananmu kan banyak. Bagi aja berdua sama Bang Satria. Kamu nggak akan habis," kata Andra menengahi bukannya membelaku.
"Kata siapa? Aku bisa habisin ini semua kok."
Aku akan menunjukkan pada mereka. Kwetiau goreng yang menggoda adalah makanan pertama yang kusentuh. Lalu berlanjut ke sup jagung. Rasanya sangat yummi. Saat sedang menyatap sup, croissants melambai minta disentuh. Jadi, aku cuil roti ala perancis itu. Beuh, surga dunia. Namun saat sup jagung berhasil aku tandaskan, perutku merasa penuh. Aku kenyang! Bubur candil, pie stroberi, danish, omelet mereka belum tersentuh. Croissantsku juga baru aku makan setengahnya.
Satria memandangiku yang sedang menggigit ujung sendok. "Kenapa? Lanjut dong, ini masih banyak yang belum dimakan loh."
Aku meringis dan mengambil piring ommelet. Lalu mengirisnya sedikit dan menusuknya dengan garpu. Kuarahkan garpu itu ke mulutku pelan. Aku benar-benar kenyang.
Alih-alih garpu itu masuk ke mulutku, malah masuk ke mulut Satria. "Kalau kenyang, jangan dipaksain." Satria merebut garpu ditanganku dan memindahkan piring omeletku ke hadapannya. Aku melirik Andra yang tersenyum geli. Aku yakin dia sebenarnya ingin menertawakanku. Tapi sebisa mungkin dia tahan.
***
Kami jalan-jalan ke wisata di Kota Makassar seharian. Aku bahagia, aku senang. Akan aku pamerkan di akun instagramku. Aku juga melakukan live saat berada di tempat wisata yang aku kunjungi. Terakhir, kami ke pantai losari. Kami akan menikmati sunset beach. Berlarian di pantai itu mengasyikan.
"Hello gaes!!! Kali ini gue lagi di Pantai Losari. Kalo lo pernah denger lagu dangdut lawas -Oma Elvy Sukaesih pasti tau dongs, Pantai Losari itu di mana. Yess, gue masih di Makassar Gaes!" Aku mulai live IG lagi menggunakan tongsis yang setia menemani perjalananku.
"Astaga, Rea. Apa kamu nggak capek cuap-cuap terus?" Satria nongol di kamera. Dia itu mengganggu pemandangan saja. Aku mengarahkan kamera ke objek lain.
"Jangan hiraukan dia tadi ya, Gaes. Lihat Gaes... Pantainya indah banget. Bersih juga. Gue rekomend banget tempat ini buat jadi destinasi wisata pantai kalian, Gaes."
"Yup, Makassar. Kalian harus ke sini yaa....cocok juga buat bulan madu kayak kita."
Cup!
Aku menoleh cepat. Belum sempat aku berteriak Satria sudah kabur sembari melambaikan tangan. Sumpah ya!
"Bang Satriaaaaaaaa!"
Setelahnya, aku berlari-lari mengejar Satria seperti orang gila. Laki-laki itu kurang ajar banget. Hari ini dia banyak mencuri ciumanku. Dan parahnya, di live instagramku, mana banyak akun yang lihat dan terang-terangan menyapa lagi. Ini musibah!
Setelah lelah mengejar Satria dan tidak berhasil menangkap laki-laki itu aku memilih menyerah duduk di pasir. Satria entah kemana itu orang. Dan ketika aku melihat layar ponselku, ternyata aku masih live. Astaga! Komen-komennya itu loh... Bikin aku merem-merem. Aku segera menutup aplikasi instagram bersamaan dengan itu panggilan dari Nana muncul. Sudah aku duga.
"Ya, Halo... " jawabku lesu.
"Re, siapa cowok tadi yang cium kamu? Wajahnya nggak asing."
Aku mendesah. Tentu saja nggak asing. "Dia cowok yang waktu itu gue tumpahin es krim ke kepalanya. Waktu lo diputus cowok lo."
"What? Kok lo bisa sama dia?"
"Ceritanya rumit."
"Lo harus cerita sama gue, Ra."
"Iya, nanti."
"Kalau kita udah masuk lagi kuliah. Lo harus cerita dari awal pokoknya."
Kuliah? Aku jadi ingat kalau aku nggak akan kuliah di Jogja lagi.
"Na, kayaknya gue nggak bakal kuliah di Jogja lagi deh."
"Apa? Kenapa?"
"Itu soalnya, ada hal penting yang nggak bisa gue tinggal di sini."
"Nggak asik banget dong kalau nggak ada lo."
"Heeeh, jangan sedih gitu. Kita kan masih temenan."
"Tetep aja beda. Gue di Jogja, lo di Jakarta. Jauh."
"Apalah artinya sebuah jarak."
"Nih minum."
Aku menoleh dan mendapati Satria duduk di sebelahku, dia menyodorkan air mineral.
"Na, udah dulu ya. Ntar gue telepon balik. Daaah."
Aku langsung mematikan panggilan sepihak. Aku nggak mau Nana menangkap suara Satria. Dia pasti akan tambah penasaran.
Aku langsung merebut minuman di tangan Satria dan meminunnya.
"Siapa tadi?"
"Temen kuliah."
"Cewek apa cowok."
Aku menatap sebal. "Emang penting ya, aku harua kasih tau kamu?"
"Penting dong, kan kamu istriku sekarang."
Geli banget aku dengar Satria bicara begitu sambil tersenyum lebar.
"Andra kemana ya?" Kepalaku celingkan mencari batang hidung laki-laki ganteng itu. Perasaan dari keluar hotel tadi yang mengekoriku cuma Satria.
"Dia udah balik ke Jakarta, tadi jam empat."
"Apa?! Kok aku nggak tahu?"
"Ya karena nggak dikasih tahu."
"Iya,kenapa aku nggak dikasih tahu?"
Satria memandangku, wajahnya nampak berkilau diterpa sinar matahari senja.
"Aku juga nggak tahu. Dia mendadak dapat telepon dari Jakarta. So, dia langsung pulang."
"Nggak asyik banget, kalau nggak ada Andra."
"Hei, kan ada aku, suamimu." Satria menyenggol lenganku genit.
"Idih, apaan sih, sana duduknya jauhan. Jangan deket-deket."
"Loh kenapa? Aku wangi loh, udah mandi." Satria mencium badannya sendiri. Aku mengulum senyum. Tingkahnya itu kadang lucu dan nyebelin. Dipikir-pikir, akhir-akhir ini dia yang sering godain aku. Padahal yang biasa bikin mood dia berantakan kan aku. Sekarang malah sebaliknya, aku yang sering dibuat kesal sama tingkah absurd-nya.
Matahari di ufuk barat semakin memerah. Pendar cahayanya mampu menghangatkan badan. Semilir angin sore dan senja adalah perpaduan yang sempurna. Aku dan Satria duduk di pasir pantai menyaksikan salah satu fenomena alam kebesaran Tuhan, matahari terbenam. Bola merah itu perlahan turun sebagai pertanda pergantian siang ke malam.
"Luar biasa cantik ya," ucap Satria pelan, pandangannya lurus menatap ke depan cakrawala jingga.
"Aku memang udah cantik dari lahir," sahutku.
"Bukan kamu, tapi matahari terbenam itu."
Aku tahu. Cuma iseng aja menyahut tadi.
"Jadi, aku nggak cantik?" tanyaku menoleh padanya. Kedua tanganku bertumpu pada pasir pantai dengan salah satu kaki yang aku luruskan. Satria ikut menoleh menatapku.
"Kamu.... Cantik juga. Apalagi terkena sinar matahari kayak gini."
Pandangan kami terkunci. Entah kenapa aku tidak mau buru-buru melepas tatapanku padanya. Satria pun sama. Setelahnya kami hanya diam saling menatap satu sama lain. Bahkan, saat wajah Satria makin mendekat aku tidak beranjak dari posisiku. Aku tahu, apa yang akan terjadi setelah ini seandainya tubuhku tidak bergeser. Tapi entah kenapa, aku malah diam dan membeku. Dan mataku terpejam entah untuk alasan apa. Hingga aku merasakan hembusan napas Satria menyapa kulit pipiku. Lalu tidak lama setelah itu, aku merasakan kembali bibirnya jatuh tepat mengenai bibirku. Persis seperti yang ada dalam kepalaku.
PS. Maaf ya nggak aku edit lagi. Semoga saja bisa membaca dengan enjoy.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya Gaess. Powerstone juga boleh. Hehe