webnovel

DECIDED

Mate apa?! Dasar pembohong!! umpat Liffi di sela-sela membersihkan diri setelah lelah menangis.

Gadis itu mengusap tubuhnya dengan kasar, untung saja sabun cair beraroma bunga itu cukup licin dan lembut, kalau tidak sudah pasti seluruh kulitnya lecet.

Saat mengusapnya Liffi merasakan ada rasa nyeri pada lipatan tangan, dengan cepat gadis itu mengguyurnya dengan air. Ada bekas luka yang sangat kecil, bekas luka dari jarum transfusi darah. Hasil perbuatan Jane.

Liffi terdiam, ia tak tahu bekas luka apa itu, apa digigit serangga? Tapi kenapa siku tangannya terasa sakit dan kaku? Seperti rasa sakit bila lama tidak berolah raga.

Aku tidak menahan apapun semalam? Apa yang terjadi? Apa aku salah posisi tidur?? Liffi terlihat cukup bingung, sekejap kemudian Liffi mengedikkan bahunya acuh. Mungkin memang hanya digigit serangga dan salah posisi tidur.

Shower menyala deras, mengguyur kepala Liffi dengan air hangat. Liffi memejamkan mata untuk mengusir bayangan Nakula yang sedang bercumbu dengan Jane. Liffi berharap air bisa meluruhkan semua kekecewaan dan rasa sesak yang menghimpit hatinya. Juga membasuh ingatannya tentang pengkhianatan Nakula.

Mungkin Sadewa benar, Nakula bukanlah mate ku, batin Liffi, ia menyandarkan dahinya pada dinding keramik sembari menggigit bibir.

Hati Liffi yang tengah diliputi amarah dan kekecewaan berharap bisa menghapus rasa cintanya pada Nakula. Tapi Liffi tak berdaya, walaupun marah, nyatanya hati dan jiwanya masih tetap tertuju pada Nakula. Liffi seakan tak bisa melepaskannya, tak bisa memotong benang yang mengikat perasaannya. Tak bisa memotong tali yang mengikat takdir mereka dengan erat.

"Kenapa kau menyiksaku, Naku?" lirih Liffi.

Alangkah terkejutnya Liffi saat melihat Sadewa duduk di tepi ranjang begitu keluar dari kamar mandi.

"Sadewa??" Mata bulat Liffi membelalak, tubuhnya hanya berbalutkan handuk berjengit saat ini.

Sadewa tersenyum dan bangkit menghampiri tubuh Liffi. Dengan satu kali sentakan, Liffi sudah berada dalam pelukkannya.

"Aku merindukanmu, Liffi." Sadewa menghirup segarnya aroma bunga hibicus.

"Kita baru satu hari berpisah, Sadewa! Dan kenapa kau masuk tanpa bersuara??" Liffi mendengus kesal, Sadewa membuatnya kaget setengah mati.

"Aku masuk dengan cara biasa kok." Sadewa melepaskan pelukkannya dan menatap Liffi dengan heran. Alisnya mengeryit ke atas.

Liffi menggigit bibir, tentu saja ia tak mendengar Sadewa masuk, ia lebih asyik tenggelam dalam lamunan dan sakit hatinya. Liffi terbius dengan kesedihannya sendiri sampai melupakan hal lain.

"Kau kenapa? Apa sakit? Kenapa wajahmu pucat?" Sadewa mengelus bibir Liffi dengan ibu jarinya, memang bibir yang biasanya merekah itu sedikit kebiruan.

"Tidak kok, mungkin hanya kelamaan terguyur air saat mandi." Liffi berkelit, ia tak mungkin bercerita pada Sadewa kalau kembarannya itu baru saja berselingkuh di depan matenya.

"Kau mau aku menghangatkanmu?" Goda Sadewa, ia mengelus wajah Liffi, menatapnya dalam-dalam, tersirat rasa cinta yang tak kalah besar. Liffi spontan menangis dengan kencang, kalau melihat Nakula bersama wanita lain saja hati Liffi sesakit ini. Bagaimana perasaan Sadewa saat melihatnya bersama Nakula. Liffi merasa bersalah, ia pasti tak hanya membuat Sadewa kecewa, namun juga terluka.

Air mata dan isak kesesakkan gadis itu membuat Sadewa melongo bingung. Kenapa tiba-tiba Liffi menangis? Apa dia berbuat salah?

"Hei, hei, aku hanya menggodamu, tak apa kalau tak mau, Liffi! Tolong jangan menangis." Sadewa memeluk Liffi.

"Tidak, Sadewa. Aku bukannya menolakmu. Aku hanya menyesal, menyesal karena telah membuatmu terluka. Hatimu pasti sakit saat melihatku bersama Nakula?" Liffi terisak kembali pada dada bidang Sadewa.

Sadewa mengelus punggung Liffi, memang benar hatinya sakit, tapi jauh lebih menyakitkan saat melihat Liffi bersedih dan khawatir karena kondisi Nakula saat itu.

"Aku punya sejuta alasan untuk memaafkanmu, Liffi. Kita mate." Sadewa mengangkat dagu Liffi, pandangan mereka bertemu. Manik mata biru yang dalam itu semakin menenggelamkan Liffi dalam kesedihan dan rasa bersalah.

"Maafkan aku, Sadewa. Aku akan melepaskan Nakula dan ikut bersamamu," ujar Liffi.

"Benarkah?! Kau serius?? Tapi bagaimana dengan Nakula? Bukankah kau bilang kalian juga mate??" Wajah Sadewa mendadak begitu bersinar karena bahagia.

"Sepertinya dia bukan mateku, aku tak bisa merubahnya. Dan sepertinya dia tak punya perasaan yang sama denganku, Sadewa. Mungkin Jane benar, aku hanyalah pet bagi Nakula." Liffi menelan ludah, dengan lesu Liffi menundukkan kepala, menatap garis-garis pada lantai.

"Apapun keputusanmu, aku akan mendukungnya, Liffi." Sadewa tersenyum hangat.

Pelukkan Sadewa membuat perasaan Liffi membaik. Bebauan musk dan bergamot dari balik kemeja membuat Liffi menjadi tenang. Jiwanya pulih, sedangkan Sadewa merasa kekuatannya semakin penuh dan meluap karena rasa bahagia.

Liffi mengelus dada bidang Sadewa naik sampai ke wajah tampannya, dengan lembut Liffi menangkup wajah itu. Kaki mungil Liffi berjinjit agar bisa meraih bibir Sadewa. Pria itu menundukkan wajahnya agar bisa meraup bibir Liffi semakin dalam. Keduanya terbuai dalam manis dan segarnya aroma sensual saat saling bertukar saliva. Aroma yang hanya bisa dibawa oleh mate mereka.

Liffi melingkarkan lengannya pada leher kokoh Sadewa. Sadewa mengelus punggung, turun ke pantat, lalu menarik ke dua paha Liffi dan menggendong gadis mungil itu ke atas tubuhnya. Liffi menurut, masih dengan saling berpanggutan mesra Sadewa membawanya ke arah ranjang. Merebahkan tubuh indah itu sembari mencumbunya.

"Argh, argh!" Liffi tak bisa menahan rancauan kenikmatan saat Sadewa menggigit pusat dadanya sembari memainkan jemarinya pada bagian paling sensitifnya itu.

"I love you, Liffi. More than words." Sadewa melucuti pakaiannya supaya bisa bersatu dengan Liffi.

Liffi menarik Sadewa kembali begitu tubuh keduanya polos. Liffi melumat kasar bibir Sadewa, tak biasanya ia bergerak aktif dalam permainan mereka. Perasaan yang menggebu membuat gairah Liffi semakin tak terbendung. Sadewa tersenyum saat menikmati lumatan Liffi. Tangannya yang besar menyelip ke tengkuk dan mengendalikan arah panggutan. Sementara tubuhnya mulai menghentak masuk ke dalam tubuh Liffi. Semakin dalam dan semakin dalam, sampai Liffi mendesah penuh kenikmatan.

"I love you too, Sadewa."

Liffi meneteskan air mata, ia seakan menyadari sesuatu. Baik Nakula, Baik Sadewa, baik Liffi sendiri, ketiganya akan terluka bila Liffi tak bisa menentukan pilihannya. Kejadian menyedihkan yang ia alami karena pengkhianatan Nakula menyadarkan Liffi bahwa ia tak lebih baik dari Nakula. Ia juga mengkhianati Sadewa dengan bersama Nakula, atau mengkhianati Nakula dengan bersama Sadewa.

Kini Liffi memutuskan, hanya akan memberikan tubuh dan jiwanya pada Sadewa. Menolak cinta yang mungkin tak akan pernah bisa lepas dari dalam hatinya pada Nakula.

"Argh ... argh!!" rancau Liffi.

ooooOoooo

Sesak hatiku, huhuhu.... memilih itu memang berat.

Jangan lupa di vote.

Saya cinta saya cinta

次の章へ