webnovel

PROLOG

~ Have you seen what wolves do to their prey? But they do mate for life. — Donna Lynn Hope.~

_______________

Nakula dan Sadewa, saudara kembar. Dua tokoh dari cerita pewayangan di Indonesia dan berasal dari rakyat India. Mereka dianggap sebagai anak Dewa oleh masyarakat Hindu. Nakula selalu terkenal dengan wajahnya yang rupawan dan pembawaannya yang riang. Sadewa terkenal dengan kepandaian dan kebijaksanaannya dalam berfikir sesuatu.

Namun cerita ini bukan tentang mereka.

Cerita ini tentang dua orang monster, monster-monster yang pintar dan sangat rupawan. Mereka hanya meminjam nama-nama itu untuk hidup membaur di dunia manusia.

ooooOoooo

Suara rintikan hujan.

Hawa dingin dan kemarahan.

Nafsu yang meluap.

Hentakan keras yang menghujam.

Dan tarikan napas yang terus menderu.

Liffi meringkuk di atas ranjang, menarik siku lututnya mendekat. Perutnya terasa sangat sakit. Gadis cantik ini hanya berharap nyeri itu bisa segera menghilang saat ia meringkukkan tubuhnya.

Pria muda dengan badan kekar dan garis wajah yang tegas duduk di sofa dekat ranjang. Rambutnya berwarna coklat kemerahan seperti warna daun maple di musim gugur. Wajahnya tampak garang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia duduk dan mengatur napasnya. Ritme permainan yang dibuatnya terlalu kasar dan terburu-buru.

Lelah?

Tidak ada kata lelah dalam kamus Nakula.

Dia hanya penuh dengan kemarahan, marah karena hewan peliharaannya tidak mau menurut dan lebih memilih bersama dengan Sadewa, —kakaknya.

Nakula meniupkan asap rokok ke arah langit-langit ruangan, kepalanya bersandar pada leher sofa. Melihat Liffi terus menggerakkan kakinya dan merintih kesakitan membuat nafsunya kembali naik.

Nakula mematikan rokok dan kembali menghampiri tubuh gadis manis itu. Perut ramping, pinggul lebar, buah dada yang sintal dan kaki yang mulus dan jenjang. Liffi adalah gadis cantik dengan tubuh yang sempurna.

Namun Nakula tak jatuh cinta karena tubuh maupun wajah Liffi. Nakula jatuh cinta karena harum dan wangi Liffi, aroma tubuhnya yang khas selalu membawa Nakula masuk ke dalam jeratan nafsunya.

"Ku mohon jangan, Naku!! Perutku sangat sakit!" Liffi memohon kepada Nakula agar tidak menyetuhnya lagi.

Nakula hanya diam saja, aroma tubuh Liffi kembali membiusnya. Nakula mengeluarkan cakar dan merremat tangannya. Tangan itu mengeluarkan luka dan darah saat kuku tajam menancap, namun segera tertutup kembali. Nakula memberikan rasa sakit pada tubuhnya sendiri agar sadar dan tak menyerang Liffi.

Namun usahanya sia-sia, aroma Liffi lebih menarik. Insting binatang buasnya kembali bangkit. Dengan kasar Nakula menarik kaki Liffi.

"Nakula!!!" teriak Liffi.

"Ku mohon, Naku! Hentikan! Perutku sakit!" wajah Liffi memucat. Memang benar perutnya sangat sakit. Rasanya sangat perih dan panas. Liffi berteriak dan memberontak. Tapi tenaga Nakula sangat besar. Liffi hanya bisa pasrah saat sekali lagi Nakula menyatukan miliknya, menghujam kasar masuk ke dalam liang paling pribadi milik gadis itu.

Tiba-tiba darah mengalir deras keluar dari sela-sela paha Liffi, Nakula tersentak kaget. Aroma anyir darah yang tercium pekat membuat kesadarannya kembali.

"Liffi??!!" akhirnya Nakula memanggil nama Liffi.

"Sakit sekali, Naku. Sakit ...." Liffi terkulai lemas dan jatuh pingsan.

ooooOoooo

Koridor rumah sakit terlihat sepi pada malam hari. Nakula mondar mandir di depan ruang IGD, ingin rasanya mencabik-cabik dirinya sendiri. Kenapa dia bisa begitu buta karena nafsu??! Padahal Liffi hanya seorang pet, bukan mate-nya.

"Keluarga Nona Liffi?" Seorang dokter keluar dari pintu IGD.

"Bagaimana Liffi, Dok?" tanya Nakula cemas.

"Anda suaminya?"

"...." Nakula tak bisa menjawabnya.

"Anda suaminya?" Pertanyaan dokter membawa kembali kesadaran Nakula.

"I—iya, iya saya suaminya." Nakula berbohong.

"Maaf, istri anda keguguran. Janin itu masih terlalu kecil. Seharusnya Anda berhati-hati dalam berhubungan saat istri Anda sedang hamil muda." Nasehat sang dokter.

"Apa, Dok? Hamil?" Nakula tak percaya.

"Maaf, temui istri Anda, dia sangat terpukul."

"Baik, Dok. Terima kasih."

Nakula masuk dan mempercepat derap langkah. Taring memanjang keluar dari kedua sudut bibirnya. Amarah memaksa taring itu untuk keluar. Nakula menghentikan langkahnya saat berada di depan ruangan Liffi, mendengar Liffi menangis membuat emosinya menghilang. Taringnya kembali menyusut masuk.

"Liffi ...," lirih Nakula memanggil nama gadis itu.

"Berengsek kau, Naku!! Kau bunuh anakku!" Liffi memandang nanar ke arah Nakula.

Wajahnya yang cantik dipenuhi amarah dan dendam. Liffi sadar betul dia hanya seorang diri di dunia ini. Kehadiran anak dalam hidupnya pasti tak akan lagi membuatnya kesepian. Tapi ternyata, Nakula membunuh anaknya, bahkan sebelum Liffi mengetahui keberadaannya.

"Kau bunuh anakku!!!" tuduh Liffi.

"Iya aku membunuhnya!!" teriak Nakula emosi.

"Kau tak peduli? Kau tak merasa bersalah?" Liffi memandang wajah Nakula nanar, ada kesedihan yang mendalam dalam sorot matanya.

"Untuk apa aku peduli?? Belum tentu dia anakku, bisa saja dia anak Sadewa," geram Nakula. Kecemburuan kembali menguasai hatinya.

"Benar, kau benar ...! Belum tentu bibitnya adalah milikmu, belum tentu juga milik Sadewa." Liffi membuang muka.

"Tapi dia adalah anakku, dan aku menginginkannya." Liffi kembali berkata-kata. Lebih lirih, tapi lebih terasa menyakitkan.

Belum sempat Nakula merespon ucapan Liffi, teriakan panik dari seorang pria kembali terdengar.

"Liffi!!!" Ia terlihat tak kalah cemas.

"Sadewa?" Liffi kaget saat melihat kemunculan Sadewa di hadapannya.

"Mau apa kau kemari?" Nakula terlihat emosi, ia bergegas mendatangi Sadewa.

"Apa yang kau lakukan pada Liffi?" Sadewa mencengkram kerah baju Nakula. Taringnya memanjang.

Liffi hanya tersenyum sinis melihat pertengkaran keduanya. Mereka adalah saudara kembar yang lahir pada hari dan jam yang sama. Bahkan memperebutkan satu wanita yang sama.

"Kalian pergilah!! Keluar dan tinggalkan aku!!" Liffi mengusir keduanya.

"Kau tahu aku tidak bisa," jawab Sadewa.

"Aku juga," sahut Nakula.

"Diamlah!! Aku bukan peliharaan kalian ...! Aku bukan wanita yang bisa kalian gilir di atas ranjang!!!" Liffi menangis marah.

"Liffi!!" sahut keduanya.

"Kalianlah yang seperti binatang!!" Liffi menggebrak kasurnya, kalap.

Hening sesaat ...

"Oh, iya, aku lupa ... kalian memang binatang." Liffi kembali menghela napas, mengendalikan emosinya yang memuncak.

"Liffi, tolong maafkan aku." Nakula mendekat.

"Jangan sentuh Liffi!" Sadewa menghempaskan tangan Nakula.

Mereka berdua saling pandang dengan perasaan penuh kebencian. Liffi tersenyum sinis melihat keduanya.

"Kenapa kalian tidak saling bunuh saja?!! Yang menang boleh kembali kepadaku!!" Liffi menantang mereka berdua karena rasa sakit hatinya. Karena dendamnya.

"Selesaikan semuanya seperti insting binatang kalian!!" teriak Liffi, air matanya kembali menetes dengan deras.

"Itukah yang kau mau, Liffi?"

"Melihat kami saling membunuh?"

ooooOoooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana

次の章へ