webnovel

79. Hari terakhir

Kenapa hari-hari berlalu dengan sangat cepat? Sedangkan hari ini adalah hari terakhir di pulau dewata dan Angkasa sama sekali belum menunjukan batang hidungnya.

Lily memang sudah tidak berharap Angkasa datang sedari awal, karena olimpiade tidak mungkin sesingkat itu. Lily lebih khawatir dengan kondisi Angkasa yang tidak mengirim kabar kepadanya.

Lily yang sedang malas semakin malas melihat Doni dan Rena yang kini duduk di bangku bus, tepat di depan Lily dan Yuli.

"Ngapain kalian disini? Bus kalian bukannya bus terakhir ya?"

"Kita disuruh dokumentasi ingat? Cuma bus ini yang belum kita dokumentasiin. Jadi sabar bentar ya, sebelum ngusir kita." Jelas Rena sembari menunjukan kamera DSLR milik sekolah.

"Tapi si Yuli yang pakai pakaian gini merusak pemandangan deh. Lo minggir deh Yul sana gue mau foto." Usir Doni pada Yuli yang mengenakan pakaian serba terbuka.

"Gak apa-apa Don. Foto aja, habis itu kirim ke adek gue." Usul Lily yang membuat Doni langsung memotret tanpa fikir panjang.

"Eh jangan dong, lo mau kasih foto kayak begini ke anak dibawah umur. Mikir deh, lagian ya ini tuh cuma fashion ke pantai." Bela Yuli pada dirinya sendiri.

"Masih ada kunjungan pantai terakhir ya?" Tanya Lily, yang jujur Lily kira kunjungan ke pantai sudah berakhir.

"Masih ada, jadi kamu jangan putus asa dulu, siapa tahu Angkasa nanti dateng." Ucap Rena membuat harapan baru bagi Lily. Lily ingin percaya dan yakin, tapi dikunjungan terakhir? Rasanya sedikit mustahil.

"Dikunjungan terakhir? Cuma buat lihat sunset. Gak meyakinkan." Ucapan Doni itu bagai isi hati Lily yang meluap.

Yuli dan Rena serentak menoyor kepala Doni. "Lah kan siapa tahu kan ya Ly?" Lily mengangguk lemah kemudian pandangannya beralih pada luar jendela.

"Hapus gak Don!"

"Enggak!"

"Sini in kameranya!"

"Lo jangan macem-macem Yul. Kamera puluhan juta ini."

"Ya udah, gue pake jaket nih. Tapi jangan kirimin foto tadi ke Aster."

Keributan-keributan itu semakin lama semakin redup saat Lily mulai memejamkan matanya.

*

Lily menikmati pemandangan matahari terbenam dari cafe terbuka yang terletak diatas tebing, yang apabila melihat kebawah maka akan langsung bisa melihat air laut. Seharusnya bersama Angkasa, tapi seekarang Lily malah terjebak bersama Yuli.

"Kalau kesini bareng pasangan romantis banget kali ya?"

"Makanya, harusnya yang disamping gue ini Angkasa." Gumam Lily.

Hening, baik Yuli maupun Lily kini terdiam menikmati pemandangan terakhir mereka di pulau Bali. Sampai sebuah dering telfon membangunkan mereka dari lamunan mereka.

"Ly, Aster telfon gue kebawah sebentar ya?" Izin Yuli untuk pergi ke tepi pantai. Lily mengangguk menyetujuinya, tidak punya hak melarang.

Dasar Aster! Bukan kakaknya yang ditelfon malah telfon orang lain. Apa susahnya menanyakan kabar kakaknya secara langsung? Sedangkan mama Lily sudah menelfon Lily sebanyak sepuluh kali kemarin, itu hanya kemarin belum yang kemarinnya lagi ditambah dengan yang hari ini.

"Ehem."

Lily mendengus kasar saat melihat sosok yang berdiri disampingnya. Gita. Orang mengesalkan yang mengganggu Lily akhir-akhir ini dengan hal yang tidak jelas.

"Apa?"

"Gue cuma mau tanya."

"Tapi gak jadi?! Dari kemarin lo gitu terus, gak jelas banget tahu, gue capek." Gita mencekal tangan Liily dengan cepat ketika Lily akan beranjak pergi.

"Kali ini gue beneran mau tanya."

"Apa? Cepet gue gak punya waktu banyak buat lo!"

"Lo sebenernya tahu kan kalau Sky si model ganteng itu dan Angkasa si cupu adalah orang yang sama?" Lily mencoba menyambungkan kabel didalam otaknya. Mungkin saja Lily salah dengar karena suara pelan Gita bersahutan dengan suara ombak.

"Lo gak usah ngelak lagi, gue tahu kok. Gue denger sendiri pas Yuli, Rena, Doni, sama Sky sendiri pas mereka ngobrol di kantin." Lily membeku. Perasaan Lily tidak pernah membicarakan hal itu di kantin. Mungkin ini saat Lily tidak pergi ke kantin? Bisa jadi.

"Makanya selama ini lo diem aja digosipin milih si cupu dibanding dengan Sky. Karena nyatanya mereka orang yang sama." Lily terdiam, tidak tahu cara menanggapi orang dihadapannya ini.

"Melihat kediaman lo. Berarti emang bener Sky itu Angkasa. Kok pinter banget dia nyembunyiinnya." Lo yang goblok. Ingin Lily melontarkan kata-kata itu. Tapi Lily tidak boleh gegabah.

Hp digenggaman Lily berdering, ada sebuah panggilan masuk. Lily melirik ketangannya untuk melihat siapa yang menelfonnya.

Manik Lily membulat dikala nama Angkasa muncul dilayar hpnya. Kenapa bukan mamanya saja?

"Angkasa tuh."

Dengan cepat Lily menyembunyikan hpnya kebelakang tubuhnya. Lily menatap tajam Gita yang ada dihadapannya.

"Aku gak lihat dia selama piknik kemarin, dia ikut olimpiade kan?"

Gita tertawa. "Jangan gitu ah, siniin hpnya biar aku yang angkat. Aku mau kasih surprise."

*

Semua mata tertuju pada manusia yang kini telah membuka indentiasnya. Setelah mengumumkan pensiun dari dunia entertaiment, kini Angkasa juga sudah melepaskan penampilan cupunya.

Semua, bahkan manusia berkulit putihpun tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Angkasa, yang memiliki ketampanan bagai terpahat sempurna seperti malaikat. Setiap langkahnya tak lepas dari tatapan haus para betina.

Namun yang menjadi pusat perhatian itu kini sedang sibuk menoleh kesana kemari. Mencari sosok yang ingin ditemuinya.

Langkahnya percaya diri untuk membuat wanita yang akan ditemuinya nanti terpana akan dirinya.

"Yul." Yang dipanggil menoleh dengan tatapan mata yang membulat sempurna.

"Angkasa, kok lo..." Pekik Yuli dengan keras namun segera mengunci rapat mulutnya, ketika muncul bisikan dari anak-anak yang satu sekolah dengan mereka.

"Santai kali Yul. Habis ini coba lihat akun gosip. Lily mana?"

"Oh, andai lo belum deket sama Lily." Ada protesan yang muncul dari telfon yang sedang aktif itu.

"Sorry, bercanda Sa. Lily ada di cafe atas. Gue duluan ya? Ini anak marah." Ujar Yuli segera pergi setelah menunjukan wajah Aster dalam panggilan video itu.

Lantas Angkasa melangkahkan kakinya menuju cafe yang ditunjuk Yuli, sembari menelfon nomor Lily. Angkasa kira Lily akan sendirian, tapi sepertinya Lily sedang bersama seseorang.

*

Ditepi hamparan laut yang luas, sinar senja yang kian menampakan sinar oranye cantik. Kini berdiri dua sosok gadis yang sama-sama mempertahankan pendirian mereka masing-masing.

Lily yang mempertahankan kediamannya, alih-alih segera menjawab pertanyaan dari Gita.

"Telfonnya gak mau lo angkat?" Lily masih setia menatap tajam Gita yang ada dihadapannya. Benar-benar menyebalkan.

"Kalau gitu biar gue aja yang angkat. Siniin hpnya."

Tanpa berfikir panjang, Lily membuang hpnya kehamparan laut luas yang terletak disampingnya. Satupun orang tidak ada yang menyadari bahwa kedua manusia itu  kini saling bersitegang.

"Kenapa diem?" Tanya Lily mulai menyudutkan Gita.

"Ambil aja, terus jawab telfon itu."

"Lo!" Gita kehilangan kata-katanya.

"Apa? Kalau udah dapet jawaban dari pertanyaan lo pergi sana."

Gita yang hendak melangkah perg mendadak menghentikan langkahnya saat melihat sosok yang baru saja memasuki cafe. Lily yang hampir bernafas lega kini kembali menahan emosinya.

"Kenapa gak jadi pergi?" Lily menunduk mengambil hpnya yang ada dibawah kakinya.

"Lo, ternyata pinter sulap juga. Gue hampir percaya kalau lo beneran buang tuh hp ke laut."

Lily tersenyum miring. "Yang tadi itu cuma casing aja."

"Gimana? Mau angkat?" Lily menunjukkan hp yang kembali berdering kepada Gita. SontakGita menoleh kesana kemari, sepertinya Angasa sudah memasuki cafe ini, tapi Angkasa kembali tidak terlihat.

"Siniin." Lily kembali mengarahkan tangannya yang memegang hpnya ke lautan luas disampingnya.

"Gak semudah itu."

Gita mendelik tidak suka, sedangkan Lily trsenyum puas melihat kekesalan dari wajah itu.

Gita berusaha meraih hp Lily dengan menaiki pagar pembatas besi disamping mereka. Namun Gita membuat kesalahan fatal yang membuatnya terjungkal kearah laut.

Dengan cepat Lily melempar hpnya kesembarang tempat didalam cafe dan menangkap tangan Gita hingga mmebuatnya berbalik posisi.

Gita berhasil bertahan dengan memegang pagar pembatas, sedangkan Lily kini terjun bebas kelautan luas tanpa memiliki kemamuan untuk berenang. Dua orang dengan cepat ikut terjun kelautan itu, tanpa berniat membantu Gita yang sedang tergantung.

Semua yang melihat kejadian itu sontak berkumpul dititik kejadian dan membantu Gita naik. Beberapa ada yang memanggil tim penjaga pantai.

Lautan yang sudah menelan tiga orang itu entah kenapa terlihat sangat marah dengan ombak yang begitu besar.

次の章へ