webnovel

PERSETERUAN

Zanna membuka matanya yang masih terasa berat. Beban yang dirasa diatas perutnya membuatnya terbangun. Tubuh kekar Kenan masih memeluknya erat dan itu membuatnya sedikit sesak.

"Dasar! Laki-laki maunya hanya enaknya sendiri. Setelah meninggalkanku seharian penuh sekarang kembali tidur disamping ku!"

Tangan Kenan dihempaskan dengan kasar oleh Zanna membuat Kenan tersentak dan terbangun.

"Sudah bangun, Sayang? Jam berapa ini?" Kenan membalikkan tubuhnya, mengambil ponselnya untuk melihat jam yang tertera pada layar ponsel. "Masih pagi ini, Sayang. Sini tidur lagi!"

Zanna tidak menjawab dan meninggalkan Kenan diatas ranjang sendirian. Tanpa memperdulikan Kenan, Zanna mulai membersihkan dirinya, mengguyur tubuhnya dengan air hangat yang mengalir dari shower.

"Semalam aku kan ada di dalam mobil travel? Terus siapa yang membawaku kesini? Apa Kenan? Apa aku jalan sendiri? Ngigau sambil jalan gotu?" Zanna teringat dengan apa yang terjadi semalam. Terakhir yang ada di dalam ingatannya adalah dia ada di dalam mobil setelah makan bersama driver travel untuk selanjutnya dia tidak ingat sama sekali.

***

Dengkuran halus terdengar ditelinga Zanna saat dia keluar dari kamar mandi. Zanna sudah rapi dan siap untuk kembali pergi bersama travel dari hotel untuk mengelilingi Jepang di hari kedua.

"Kalau tidak pergi ya tidur. Makan itu tidur kamu! Lebih nyaman aku pergi sendirian!"

Zanna menuju restoran hotel untuk sarapan. Melihat makanan yang disajikan tiba-tiba perut Zanna bergejolak. Rasa mual menyergapnya, dan Zanna ingin mengeluarkan semua isi dalam perutnya.

Bruukkk....

"Ma'af. Apa anda terluka?" Tanya seseorang yang menabrak Zanna. Zanna sendiri tidak menjawab hanya menggelengkan kepalanya, dia berusaha agar isi perutnya tidak keluar dan segera berlari dari sana.

Huueeekk.... Hueeeekkkk....

Zanna memuntahkan isi perutnya, tetapi hanya cairan yang keluar. Perut Zanna terasa sangat sakit dan tubuhnya lemas. Zanna menatap wajahnya di cermin, terlihat lemas dan pucat disertai keringat dingin membasahi keningnya.

"Anda baik-baik saja?" Tanya seseorang saat Zanna keluar dari kamar mandi. Wanita itu terlihat sangat khawatir dengan Zanna.

"I--iya. Anda siapa?"

"Oh, syukurlah. Saya Laura. Orang yang tidak sengaja menabrak anda tadi."

"Oh, iya. Ma'af. Sepertinya tubuh saya memang sedang tidak baik-baik saja, jadi tadi terburu-buru ingin segera ke kamar mandi." Jelas Zanna yang merasa canggung dengan orang yang baru saja dikenalnya.

"Bagaimana kalau kita sarapan bersama?" Ajak Laura dengan semangat.

"Tapi, saya takut kalau perut saya kembaki meronta."

"Tidak masalah. Kamu bisa minum teh. Wajah kamu masih sangat pucat. Kalau boleh tahu, siapa nama kamu?"

"Saya, Zanna."

***

Zanna dan Laura sudah duduk bersama di sebuah meja. Mereka seperti sudah kenal lama. Mereka bercengkrama dengan santai bahkan tawa ringan menghiasi percakapan mereka.

"Kamu sendirian kesini?" Tanya Laura.

"Hem, tidak. Sebenarnya kami. Aku dan suamiku kesini untuk bulan madu. Tapi, sampai sini suamiku sibuk dengan pekerjaannya, jadi karena aku marah, aku pergi jalan sendiri. Kamu sendiri?

" Aku datang menemui tunangan ku yang ada disini. Kemarin lusa orang ku mengatakan dia datang ke sini. Ini aku sedang menunggunya. Dari tadi aku menghubunginya, dan tidak ada jawaban sama sekali." Zanna mengangguk mengerti. Dia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Laura.

"Kalian terpisah? Hubungan jarak jauh?"

"Heem. Entah mengapa, aku merasa jika dia tidak pernah mencintaiku. Tapi, aku sangat mencintai dia, apapun akan aku lakukan untuk membuatnya tetap berada di sisiku."

Zanna merinding melihat raut muka Laura yang menurutnya sadis. Wanita di depannya ini bisa menjadi iblis. Zanna ingin segera pergi dari sana. Perasaannya mengatakan jika wanita ini berbahaya.

Zanna melihat jam tangannya. Sopir travel seharusnya sudah menunggunya di depan, dengan sopan Zanna pamit untuk pergi dari sana.

"Aku pamit dulu, travel yang aku pesan sudah menunggu di lobby."

"Oh, oke. Selamat menikmati jalan-jalannya." Zanna tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Bye."

Tanpa menunggu jawaban dari Laura, Zanna melangkahkan kakinya menuju lobby. Baru beberapa langkah ponselnya berbunyi.

"Apa?!"

"Jangan marah dong, Sayang. Kamu dimana? Aku akan ke sana sekarang?"

Zanna menatap ponselnya. Masih merasa kesal dengan seseorang yang meneleponnya.

"Tidak perlu. Kamu hanya akan menggangguku. Bye."

"Tunggu! Sayang, kamu dimana? Aku akan turun secepatnya." Kenan bergegas mengambil dompet.

"Tunggu aku. Jangan pergi dulu."

Kenan keluar dari kamar dan ponselnya kembali berdering. Kali ini bukan istrinya melainkan orang yang membuatnya harus pergi kemarin dan akhirnya pertengkaran Kenan dengan istrinya terjadi.

"Apalagi ini, Tuhan?" Kenan melihat isi pesan yang dikirimkan Laura untuknya. Darimana wanita itu tahu jika Kenan menginap disini?

Kenan meremas rambutnya keras. "Apa lagi ini?"

Tanpa membuang waktu, Kenan berlari menuju restoran hotel ini. Wanita itu akan semakin nekad jika Kenan biarkan. Kenan harus segera menyelesaikan semua ini.

***

Zanna berkali-kali melihat jam yang ada dipergelangan tangannya sambil melihat arah belakang.

"Ya, Tuhan. Apalagi ini? Dia benar-benar mengujiku." Zanna berbalik dan masuk ke dalam mobil. Suaminya benar-benar keterlaluan.

Kenan yang saat ini sedang menatap tajam wanita yang ada di depannya, lupa jika dia meminta Zanna untuk menunggu, sampai ada pesan masuk ke dalam ponselnya.

"Shit!"

"Ada apa? Aku memang salah, tiba-tiba datang kesini." Laura menundukkan kepalanya, matanya bergerak gelisah menatap lantai.

"Untuk apa kamu datang kesini? Aku sudah bilang kalau aku sudah menikah, Laura! Mau kamu apa?" Kenan sudah terbakar emosi. Wanita di depannya ini benar-benar berbahaya.

"Bagaimana mungkin aku percaya kamu sudah menikah? Sedangkan kamu tidak memakai cincin."

Kenan menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum meremehkan. Tangannya merogoh sesuatu dibalik krah kemeja. "Kamu lihat? Cincin kawinku ada disini." Kenan menunjukkan sebuah liontin yang menghiasi kalung putihnya.

"Lebih baik kamu pergi, sebelum aku melakukan sesuatu untuk kamu dan ayah kamu. Nasib mereka ada ditangan kamu Laura."

Laura mengepalkan tangannya erat. Gemuruh didalam dadanya seakan ingin meledak. Pria di depannya ini sudah mengancamnya kemarin.

"Aku ingin tahu istrimu. Wanita mana yang mampu menakhlukkan kamu? Aku yang seperti ini saja kamu tolak." Kenan tersenyum. Terlihat dari raut mukanya pria itu meremehkan Laura.

"Mungkin dia tidak cantik, tetapi dia memiliki etika yang sangat cantik. Kamu tidak bisa menandinginya, meskipun dengan operasi plastik di tempat paling bagus sekalipun." Kata-kata Kenan pelan, tetapi menyakitkan. Air mata Laura menetes begitu saja. Kenapa menarik perhatian pria didepannya ini sangat sulit? Disaat Laura memiliki senjata untuk mengikat Kenan, senjata itu malah membuat Kenan lepas dari genggamannya.

"Sehebat itukah wanita itu? Bagaimana kalau dia tau kalau pekerjaan kamu dibelakang layar adalah seorang mafia?"

"Jangan macam-macam Laura! Aku bisa berbuat kejam padamu dan keluargamu!" Laura tersenyum, mengejek ketakutan Kenan karena ancamannya.

"Kita lihat saja nanti, sehebat apa istri kamu sampai kamu berani berbuat seperti ini kepadaku,"

Kenan mencengkram rahang Laura, "Dia wanita paling hebat yang pernah aku temui. Dia tidak wanita yang menjaga harga dirinya, itulah yang membuat dia lebih hebat dibandingkan dengan kamu."

Kenan meninggalkan Laura tanpa berbalik. Dalam pikirannya, Zanna sekarang dalam bahaya karena keberadaannya sudah dicium oleh Laura.

"Aku harus mencari dimana dia sekarang, jangan sampai Laura menemuinya."

次の章へ